“ARE YOU KIDDING ME, DAD?!” Feli melebarkan matanya tak percaya.
Sementara Leonel memasang senyum menenangkan ke arah sang anak.
“Daddy, apa Dad tahu, aku menjadi seorang Maid saja sudah berat. Dan Dad malah melemparku ke negara lain?! Dad, apakah Daddy sehat?” tanya Feli lagi tak terima. “Oh… aku yakin Daddy sedang tidak sehat saat ini!” dengus Feli kesal.
Feli sangat terkejut saat sang Daddy memberikannya tiket pesawat ke Spanyol. Lebih terkejut lagi, tiket penerbangan itu adalah tiket dengan kelas biasa. Yang benar saja?! Bok0ngnya pasti akan sakit selama perjalanan. Dia yang biasa menggunakan pesawat high class setiap liburan ke luar negeri harus menggunakan pesawat dengan tempat duduk keras? Oh… mungkin berlebihan, karena tempat duduk di pesawat kelas biasa tidak akan sekeras bayangannya, tapi tetap saja Feli tidak terima semua ini.
Ini benar-benar akan jadi yang pertama kali baginya menggunakan pesawat biasa itu.
“Apakah aku sebenarnya bukan anak Daddy? Bagaimana bisa Daddy memintaku menjadi Maid di negeri orang?!” tanya Feli dengan tatapan terluka. Feli mengalihkan pandangan ke arah sang Mommy yang berada di samping Daddy-nya. “Mom, apakah Mom akan membiarkan anak tersayangmu ini jauh darimu? Hiks… Mom…”
Sang Mommy langsung melangkah ke arah Feli, lalu memeluk erat tubuhnya. “Hanya satu bulan, Sayang… setelah itu, kau minta saja apa yang kau mau pada Daddy-mu. Kalau perlu, habiskan semua uang Daddy-mu. Mom akan mendukungmu, Baby Girl!” antusias Charlotte dengan tatapan mata menusuk ke arah Leonel, seolah mengatakan pada Leonel, ‘Awas saja kalau sampai anakku kenapa-kenapa, Leon!’.
Charlotte tak tahu mengapa suaminya ini bersikeras meminta anak mereka menjadi seorang maid, di negeri orang pula! Namun Charlotte mencoba untuk percaya, bahwa sang suami tak akan mencelakakan anak mereka.
Leonel menelan saliva susah payah, takut jika sang istri akan sangat marah padanya setelah ini. Namun rencananya tak bisa ia batalkan begitu saja. Ia sudah memikirkannya secara matang.
“Hiks… ta-tapi… kenapa harus di Spanyol, Mom? Kenapa… kenapa Dad mendaftarkanku di sana?”
“Baby Girl, Dad hanya ingin kau menjadi gadis yang kuat. Dad ingin melihat apakah putri daddy bisa bertahan di negeri orang. Lagi pula, kalau kau menjadi maid di negara ini, daddy takut orang-orang akan mengenalimu, Sayang. Penyamaranmu akan terbongkar, dan sudah bisa dipastikan, jika hal itu terjadi, kau akan kalah dari misi ini,” ucap Leonel menjelaskan dengan lembut.
Charlotte dan Feli terdiam sesaat. Dua wanita berbeda generasi ini larut dalam pikiran masing-masing. Dalam hati, mereka membenarkan apa yang Leonel ucapkan. Leonel adalah salah satu pengusaha sukses di negara ini. Keluarganya sering kali tersorot media, dan tentu saja orang-orang di negara ini sebagian besar mengetahui sosok Felicity Jolicia, anak satu-satunya yang dimiliki Leonel dan Charlotte. Walaupun Feli tak pernah tersorot secara langsung, karena Leonel akan langsung melenyapkan semua pemberitaan tentang Feli jika sampai hal itu terjadi, tapi Leonel harus tetap memikirkan segala kemungkinan yang terjadi.
“Kau sudah menyetujui misi ini, Sayang. Kalau kau membatalkannya sekarang, daddy tidak janji akan mengikuti semua keinginanmu. Daddy tahu kau adalah anak daddy yang tidak pernah sekalipun mengingkari janjinya.”
Feli mengeratkan pelukannya. Wanita yang terkenal berwajah imut ini terlihat berpikir keras.
Haruskah dia mundur? Kalau dia mundur, keinginannya untuk membuat Selena tanpa Gomes itu ternganga karena kalah akan musnah.
“Sayang—”
“Baiklah…” Feli memotong ucapan Charlotte. Ia mengurai pelukan mereka.
“Hanya satu bulan?” tanya Feli pada Charlotte.
“Sepertinya begitu, Sayang-ku…”
Feli menghela napas pasrah. Ia akan menganggap ini liburan, liburan yang menyiksa sebenarnya. Tapi mau bagaimana lagi, dia tak ingin kalah dari Selena tanpa Gomes itu!
“Baiklah Mom, aku akan buktikan pada suami Mom kalau aku bisa menyelesaikan misi sial4n ini!” ucap Feli bersungguh-sungguh. Wanita muda ini mengalihkan pandangan ke arah Leonel, lalu mengangkat dagu angkuh. “Siap-siap saja, setelah satu bulan, aku akan menghabiskan uang Daddy!” ucap Feli lagi, masih dengan nada yang sama.
Charlotte terkikik geli melihat wajah sang anak yang malah terlihat imut saat ini. “Mommy tidak sabar melihat kau menghabiskan uang Tuan Leonel, Baby Girl…” ucap Charlotte sambil mencubit gemas kedua pipi sang anak.
Sementara itu, Leonel hanya mampu menghela napas lega. Dia harap keputusannya benar.
***
“Tuan, Nyonya Mendez meminta Anda menghubunginya.”
Seorang pria tampan dengan tubuh atletis dan rahang tegas hanya diam tanpa mengalihkan pandangan dari jendela ruang kerjanya di Gedung Mendez Aero Corp, salah satu perusahaan besar di dunia, yang sudah memproduksi beribu-ribu pesawat dan jet pribadi. Pria itu menyandarkan sebelah tangannya pada jendela besar yang memperlihatkan pemandangan gedung-gedung lain yang tingginya tidak lebih dari gedung milik keluarganya ini.
“Tuan—”
“Aku dengar, tidak perlu kau ulang, Eloy,” ucap pria itu datar ke arah sekretarisnya. Namun tatapannya tak beralih sedikitpun dari pemandangan di luar gedung.
Eloy Damario, sang sekretaris, hanya mampu menghela napas pasrah. Bosnya itu memang terkenal kaku, dan selalu berwajah datar. Pria itu hanya akan berbicara seperlunya.
Semua karyawan di perusahaan ini amat sangat segan pada CEO mereka yang juga adalah pewaris tunggal Mendez Aero Corp.
“Baik, Tuan Mendez, saya permisi.”
Pria yang berdiri di depan jendela itu hanya bergumam tanda mengiyakan, tanpa perlu repot-repot membuka mulutnya untuk menjawab.
Tak berapa lama, terdengar suara pintu tertutup, tanda sang sekretaris sudah pergi dari ruangannya. Tiba-tiba terdengar ponselnya kembali berbunyi, entah sudah ke berapa kalinya selama satu jam ini.
Ia berdecak kesal, lalu membalikkan tubuh, dan melangkah menuju meja kebesarannya. Pria ini memutar bola mata malas melihat siapa yang menghubunginya.
Dengan malas-malasan, ia menggeser layar ponsel pintarnya.
“Hola, Mah-dreh ( Halo, Ibu )?”
>“APA SEKRETARISMU TAK MENYAMPAIKAN PESANKU, JERRALD NATANIEL MENDEZ??”
Pria yang bernama Jerrald Nataniel Mendez, yang biasa dipanggil Jerrald itu menjauhkan ponsel dari telinganya sebentar, lalu kembali mendekatkan kembali benda itu ke telinga sambil memijat pangkal hidungnya. “Dia menyampaikannya, Mah.”
>“Lalu mengapa kau tidak menghubungi Mah-dreh?!”
“Aku baru akan menghubungimu,” ucapnya berbohong.
>“Kau ingin membohongi wanita yang telah melahirkanmu, Mi Hijo ( Anakku )?” tanya seseorang di seberang sana dengan nada menyindir.
Jerrald mengangkat kedua bahunya tanda menyerah. “Maafkan aku, tadi pekerjaanku sedang menumpuk, Mah.”
>“Oh pekerjaanmu akan selalu menumpuk, Mi Hijo, tapi bukan berarti kau bisa mengabaikan keluargamu!”
“Baiklah, sekali lagi aku minta maaf.”
>“Mah-dreh akan memaafkanmu asal kau mau menerima tawaran Mah-dre—”
“Kita sudah membicarakannya, Mah, dan aku sudah mengatakan aku tidak membutuhkan maid di apartemenku.”
>“Dan Mah-dreh tidak menerima penolakan! Besok kau harus berada di apartemenmu, karena Mah-dreh akan membawa seorang maid ke sana!”
“Ma__”
Jerrald terdiam saat sang ibu sudah memutuskan panggilan mereka secara sepihak. Ia mengedipkan matanya beberapa kali tak percaya, lalu menghela napas kesal.
“Aku tidak membutuhkan maid atau siapa pun! Kenapa Mah-dreh tidak mau mengerti?!” kesal Jerrald. Pria itu menghempas kasar tubuhnya pada kursi kebesarannya.
Sudah satu minggu ini sang ibu mengganggunya dengan mengatakan akan mempekerjakan maid di apartemen mewah yang sudah dihuninya beberapa tahun ini. Jerrald menolak, karena ia benar-benar tak suka berkomunikasi dengan orang asing kecuali rekan bisnisnya, itu pun berkomunikasi seperlunya.
Sebenarnya Jerrald pernah beberapa kali memiliki maid, dan itu semua karena paksaan sang ibu. Namun, beberapa kali pula Jerrald membuat para maid itu tak betah bekerja dengannya.
Jerrald benar-benar tak suka berhubungan dengan orang asing!
“Si4lan! Lihat saja, aku akan membuat maid itu tak betah bekerja denganku!” monolog Jerrald sambil mengeluarkan smirk-nya. “Siapa pun kau, berdoalah kau baik-baik saja setelah masuk dalam perangkapku, Nona Maid,” seru Jerrald kembali.
***
Feli memperhatikan sekeliling apartemen berlantai dua yang baru beberapa saat lalu dia masuki.'Apartemen ini besar sekali! Apakah aku sanggup membersihkan semua perabotan yang ada di sini? Berapa orang yang tinggal di apartemen ini? Apakah Daddy berbohong padaku? Bukankah Daddy mengatakan akan menempatkanku di tempat yang mudah? Lalu ini apa?' kesal Feli. Ia bertanya-tanya di dalam hati cemas. 'Ya Tuhan, apakah keputusanku benar?'"Nah,Dulce niña ( Gadis Manis ), di sini nanti kau akan bekerja. Aku harap kau bisa bekerja dengan baik."Feli mencoba menyunggingkan senyum walau terlihat canggung ke arah wanita di depannya ini. Wanita yang terlihat sangat elegan dan cantik luar biasa. Saat di bandara, Feli dijemput oleh beberapa pria berpakaian serba hitam, pakaian yang mirip dengan parabodyguardayahnya. Lalu dia dibawa ke apartemen ini, dan langsung bertemu dengan wanita yang saat ini berdiri di depannya. Feli tidak bisa
“A-apa??”Feli kembali meneliti pria asing itu. Pandangannya segera ia alihkan saat pria itu menatapnya tak suka. “Ehm… sa-saya pikir anak Anda masih kecil, ternyata sudah sebesar raksasa," ucap Feli polos.Wanita asing itu kembali tertawa. Feli takjub melihat wajah wanita itu yang masih terlihat sangat muda. Feli masih tidak percaya jika wanita itu memiliki anak sebesar pria yang sejak tadi mengintimidasinya melalui tatapan."Mah-dreh, lihatlah, gadis ini tidak sopan sekali padaku!" desis sang pria, karena Feli kembali memperhatikannya, seakan menilai. Pria itu tak suka diperhatikan sedemikian rupa seperti apa yang sedang Feli lakukan padanya. Apalagi ucapan Feli terdengar lancang di telinganya.Dahi Feli mengernyit. Mengapa pria itu terlihat kesal? Apa yang pria itu katakan?Ugh… tak bisa kah mereka berbicara dengan bahasa yang normal? Maksud Feli, gunakanlah bahasa yang dapat ia mengerti. Sehingga ia tida
>>”Mah-dreh dan Pah-dreh mu akan pergi berbulan madu. Selama Mah-dreh pergi, kau tidak boleh membuat ulah, Mi-Hijo! Terlebih kepada maid barumu itu. Jangan coba-coba untuk mengusirnya dariapartemenmu! Hanya Mah-dreh yang berhak memberhentikannya.”“Apa???Ma—”>>“Tidak ada bantahan!”>>“Sayang, kita harus segera pergi.”>>“Tunggu sebentar, Suamiku… Aku harus memperingatkan anak kita agar dia tidak membuat masalah selama kita pergi.”Terdengar tawa renyah dari seberang sana, yang Jerrald yakini adalah tawa ayahnya.Jerrald memutar bola mata kesal. Memangnya dia masih anak kecil?!“Mah…Maidbaru itu bekerja di apartemenku, tentu saja aku berhak mengusirnya jika pek
“Bagaimana kondisinya?”“Masih cantik luar biasa.”“Noe, aku tidak bercanda!”“Cih… dasar sepupu tidak punya selera humor.”“Tinggal kau jawab saja apa yang aku tanyakan. Tidak perlu membahas ke mana-mana!”“Baiklah, Tuan Mendez, maafkan atas kelancangan sepupumu ini. Kondisinya baik, hanya demam biasa. Sepertinya gadis cantik yang imut ini kelelahan. Kau, habis menyiksanya ya? Kau pasti membuatnya bekerja tiada henti.”“Jangan bicara sembar4ngan! Aku bahkan belum memerintahnya satu kalipun!” desis Jerrald tak terima saat sepupunya dari pihak sang ibu menuduhnya seperti itu.Jerrald mengalihkan pandangan ke arah gadis cantik yang saat ini terbaring lemah dengan mata tertutup sempurna di atas ranjang salah satu kamar tamu di apartemen ini. Kamar yang
Feli membuka mata, dan mendapati seorang pria tengah duduk di sebuah kursi yang berada di samping ranjang. Pria itu sedang sibuk dengan laptop di depannya.Majikannya? Sedang apa pria itu di sini?Dalam diam, Feli memperhatikan sang majikan, dan mengingat-ingat mengapa dia berbaring di ranjang yang lumayan empuk ini. Kenyamanan ranjang ini berbeda jauh dengan ranjang di kamar yang ia tempati. Kamar tempat di mana ia beristirahat tadi setelah tiba di apartemen ini.Pikiran Feli menerawang. Tadi… dia kehausan setelah menangis kurang lebih satu jam di kamar sempit itu. Itu terjadi setelah majikan barunya membalut jarinya yang terluka dengan perban, lalu memerintahnya untuk kembali beristirahat.Kepalanya pusing karena terlalu lama menangis, ditambah lagi rasa nyeri di jarinya, membuat tubuhnya panas dingin. Apalagi perutnya belum terisi sejak tiba di negara ini. Apel yang tadi sempat digigitnya t
“Beginikah? Sepertinya ini cukup.”Feli menekan tombolONuntuk menyeduh kopi yang sudah diletakkannya di dalam sebuah teko penyeduh kopi listrik yang dia temukan di dapur ini. Wanita cantik ini mempelajari cara pemakaiannya melalui mesin pencarian, dan mencocokkan gambar yang ada di mesin pencarian dengan teko penyeduh kopi listrik itu.Kemarin sang majikan memerintahnya untuk membuatkan pria itu kopi setiap pagi.“Hm… apa yang harus aku lakukan sambil menunggu kopi ini jadi?” Feli mengetukkan jemarinya ke atas meja pantri di dapur luas ini. “Membersihkan apartemen ini? Ck! Hari penyiks4an dimulai,” ucap Feli tertekan.Feli melangkah menuju tempat di mana alat penyedot debu diletakkan. Kemarin sang majikan memberitahu Feli di mana letak alat-alat pembersih di apartemen ini disimpan.Feli mendorong alat penyedot debu i
“Tuan Mendez, perusah__ Ehm… Tuan?”Jerrald tersadar dari lamunan saat sang sekretaris menyadarkannya. Ia mengedarkan pandangan ke sekililing.Ah… ternyata ia telah berada di dalam ruang kerjanya. Bahkan ia telah berdiri tepat di depan meja kerjanya.Jerrald tidak sadar jika dia melamun sejak ke luar dari ruang meeting.“Ada apa, Eloy?”“Apakah ada yang Anda pikirkan?” tanya Eloy khawatir. Sejak tadi sang bos sepertinya kurang fokus. Bukan hanya saat ini saja, tapi sejak di ruang meeting.Beberapa kali Jerrald harus disadarkan Eloy. Sampai membuat Eloy cemas. Mungkinkah sang bos sedang tidak enak badan?Pasalnya, ini kali pertama Jerrald tak fokus saat bekerja.Jerrald memijat keningnya. Wajah pria ini seperti sedang menanggung beban berat. “Aku hanya memikirkan
“Apa maksudmu, Nona Cia?” tanya Jerrald kembali. “E… i-itu…“ Feli kembali terdiam. Kali ini menggigit bibir cemas. Jerrald memicingkan mata curiga saat Feli tak kunjung menjawab dengan jelas pertanyaannya. “Kau benar-benar mencurigakan, Nona Cia. Siapa kau sebenarnya?” tanya Jerrald pada akhirnya. Tubuh Feli mendadak panas dingin. Jerrald menatapnya tak kira-kira tajamnya. Seperti pisau yang baru diasah, dan siap untuk memotongnya kapan saja. “A-Anda kenapa bicara seperti itu? Tentu saja a-aku Jolicia Floy, Tuan.” “Jolicia Floy… Tentu saja aku tahu kau Jolicia Floy.” Jerrald bersedekap. Matanya masih betah memancarkan ketajaman. “Lalu kenapa Anda b-bertanya?” “Karena kaumaidteraneh yang pernah aku punya. Kau tidak bisa bekerja dengan baik, kau merepotkan, dan kau tidak mandiri. Ben