Angela Colton a hardworking ER surgeon is met with an unexpected proposal from the most feared businessman in the City, Lucifer Camphell. He is harsh and unapproachable and yet he showed his interest to this nonchalant and stubborn doctor with a hard to win heart. What made him fall for our Angela? Read the book to find out!
View More“Bagaimana kalau kita bersenang-senang sedikit sebelum Tuan Yama tiba?” Suara seorang pria membuat Dea berusaha sadar dari pengaruh wine yang diminumnya setengah jam yang lalu.
“Iya, Tuan hanya menginginkan nyawanya. Toh, dia akan dibuang ke jurang sesudah itu.” Seorang pria lain menyahut sambil tertawa.
"Tuan Y-yama? J-jurang?" Perkataannya membuat kedua mata Dea membulat seketika dan panik. Melihat beberapa pria yang sedang mengelilinginya saat ini. Dea menggeleng-gelengkan kepalanya beberapa kali, berusaha sadar dari pengaruh alkohol yang sudah semakin kuat menjalar di tubuhnya. Sebuah kamar mewah! Dia sadar harus segera melarikan diri walau kepalanya terasa sangat berat. Dia setengah mabuk.
“Kalian siapa? Pergi!”
Dea masih tidak mengerti bagaimana dia bisa terbangun di ranjang dengan beberapa pria berwajah sangar menatapnya seolah-olah mereka sangat lapar.
Satu jam sebelumnya, dia menyaksikan bagaimana kekasihnya berlutut di hadapan salah seorang teman kerjanya. Sebuah cincin membuat kedua insan itu bertunangan secara resmi. Dia merasa dikhianati dan terpuruk.
Jean-Sahabatnya menelepon, berusaha menghibur hatinya dan mengatakan bahwa dia sudah mempersiapkan sebuah hiburan untuk menghibur Dea yang terluka. Sahabatnya malah mengatakan bahwa dia sudah menyiapkan beberapa pria penghibur yang ketampanannya ribuan kali dari mantan pacarnya.
Akan tetapi, saat sampai di Bar tempat mereka janji untuk bertemu, malah tidak terlihat bayangan sahabatnya—Jean.
Alhasil, Dea memesan sejumlah wine dan setengah botol minuman itu sudah berhasil membuat dirinya sempoyongan. Dea memilih pulang untuk mencegah terjadinya hal yang tidak dia inginkan. Namun, saat keluar dari cafe itu, dia malah diculik oleh beberapa pria asing dan tidak mampu melawan.
Dea berakhir di ranjang saat ini. Ada enam pria berwajah sangar sedang mengelilinginya. Salah satu mereka sudah memaksanya minum obat perangsang sehingga Dea sudah hampir kehilangan kesadarannya, ditambah efek minuman yang sudah dihabiskannya setengah botol tadi juga sudah mulai menguasai dirinya.
Tiba-tiba, salah seorang dari pria itu melangkah maju, berusaha meraih tangan Dea dan mulai mencoba menarik gaun yang dipakai Dea, membuat lamunan Dea buyar seketika.
"J-jangan!" pekik Dea berusaha meronta di antara cahaya minim yang membuatnya tidak bisa melihat dengan jelas.
Tanpa bisa dicegah, gaunnya sudah berhasil dikoyak oleh beberapa pria yang tertawa terus sepanjang aksinya.
"Sret! Sret!"
Bagian atas gaun yang dipakainya ikut terkoyak dan dalam hitungan detik sudah menyisakan dalaman yang membuat mata mereka yang lapar semakin lapar.
"Wow! Jalang kecil ini masih mulus." Ejekan menjijikkan keluar dari mulut mereka disertai siulan nakal beberapa pria.
"Lepaskan!" pekik Dea histeris dengan suara penuh keputusasaan.
"Plak!"
Sebuah tamparan mengenai pipi Dea dan membuat pelipisnya sobek, darah mengalir membasahi sudut matanya sehingga matanya basah bercampur air mata.
"J-jangan..." Suara Dea bergetar dan tanpa daya berada dalam kukungan beberapa pria yang siap mengerogoti tubuhnya dengan kejam. Tetapi sebelum para pria itu sempat melakukan aksi bejatnya lebih lanjut, sebuah suara berat memerintah dari belakang mereka.
“Kalian pergi. Dia pasti sudah mendapat pelajaran kali ini."
Dea bisa menebak, suara itu berasal dari Tuan yang mereka panggil Yama. Siluet sosok pria itu berjalan mendekat dengan langkah mantap. Sorot matanya tajam dan penuh otoritas. Dea segera menutupi dirinya dengan selimut kamar berwarna putih.
Dea tidak bisa melihat lebih jelas karena darah yang membasahi sebelah matanya membuatnya terasa perih. Dia hanya tahu, pria itu memiliki sosok rahang tegas dan berperawakan tinggi dengan suara bariton. Kepalanya berat dan pandangannya tidak jelas.
"T-tuan..."
Pria-pria itu segera mundur dengan patuh, meskipun salah satu dari mereka tampak enggan sambil memegang sudut celananya yang sudah terasa ketat. Beberapa dari mereka sudah sempat membuka kemeja dan hanya menyisakan celana pendek.
“Kalian dengar apa yang kukatakan? Pergi!” ulang Yama, kali ini dengan nada yang lebih tegas.
Akhirnya, mereka pergi, meninggalkan Dea sendirian dengan pria itu.
Dea yang masih terisak menggenggam pakaian koyaknya dengan erat. “Kalian sebenarnya siapa? Dan mengapa menangkapku?” tanyanya dengan suara bergetar. "Permainan kalian kasar. Aku tidak suka ini! Panggil Jean!"
"Siapa Jean? Kau menganggap ini permainan?" Yama merapat dan mengungkung Dea dengan cepat. Kedua tangan Dea ditekan ke atas kepalanya dan menempel di sandaran tempat tidur.
"Lepaskan, aku tidak akan membayar kalian!" geram Dea.
Pria itu menatapnya beberapa saat dan merasa bingung, sebelum akhirnya berkata, “Aku yang seharusnya bertanya, mengapa Ibumu mencelakakan Ibuku?"
"I-ibuku?"
Kondisi Dea membuat kedua mata Yama tertuju pada belahan depan gadis itu yang sudah tidak tertutup pakaian lagi.
“Siapa Ibumu?” Dea menatapnya bingung dengan mata nanar. Kepalanya tidak bisa mencerna dengan baik akibat efek mabuk yang mulai menguasainya sehingga dia juga tidak bisa membedakan apakah dia sedang bermimpi atau sedang dalam kondisi naas.
Kedua mata indah milik Dea berkedip-kedip terus dan berusaha melihat pria di depannya lebih jelas. Yama mengernyitkan keningnya lalu melepaskan tangan Dea.
“Errgh…” Suara Dea terdengar manja.
Pria yang dipanggil Yama itu menjepit dagu Dea dengan kedua jarinya sehingga wajah mereka bertemu. Saat itu, di antar cahaya remang lampu kamar, akhirnya Dea bisa melihat wajah Yama yang terlihat garang. Kumis tipis mengelilingi wajah tampan itu di antara cahaya samar-samar yang memantul di antara mereka.
"Ternyata kamu pria tampan," puji Dea tanpa sadar. Tenaganya untuk melawan sudah habis dan dia pasrah terhadap keadaan akibat obat perangsang yang didapatnya tadi.
Pria itu mengeryitkan alisnya sekali lagi dan melepaskan dagu Dea, tetapi masih tetap mengukung gadis itu di bawahnya.
Di luar dugaan, bukannya melarikan diri, Dea malah mengelus pipi Yama dengan lembut dan tidak menyadari bahaya yang dibawa pria itu.
"Kau mabuk?" Tanpa sadar, tatapan Yama menelusuri tubuh yang terkulai tak berdaya di bawah kukungannya. Seolah-olah sedang mengagumi kecantikan dari gadis yang sudah kehilangan tenaganya untuk meronta itu.
Kulit mulus Dea dengan beberapa tetesan keringat sebesar butiran jagung menghiasi tengkuk leher dan lekuk tubuhnya yang hanya tertutup kain dengan jumlah sangat minim, menimbulkan sebuah hasrat yang tidak mampu ditahan oleh pria normal seperti dirinya.
Bau alkohol menyeruak dari bibir tipis yang mungil miliknya, membuat dada Yama berdesir seakan-akan ingin ikut menikmati rasa manis yang mungkin disuguhkan.
"Pria Tampan, aku ingat sekarang. Jean memesanmu untuk melayaniku, bukan? Lakukanlah tugasmu sekarang!" bisik Dea dengan mata penuh manja.
Yama menelan salivanya sebelum berkata, "Baiklah, kalau kau masih tidak mau mengakuinya. Sepertinya aku harus mengambil sedikit keuntungan darimu sebagai bayaran atas apa yang sudah kalian perbuat!"
Sret!
Dalaman sebagai penutup bagian atas yang dipakai Dea koyak seketika dan dilempar ke belakang oleh pria itu secara asal. Membuat tubuh gadis itu polos seutuhnya.
After the long drive from the restaurant, they arrived at Angela's house. Bethany began marvelling at the modest penthouse. Angela guided her to the guest room, so she and Adrain could freshen up and have a change of clothing.Both mother and son stepped down in their PJs and reclined on the couch while Angela poured them some freshly squeezed orange juice."Nice house Angela," Bethany commented while sipping the sweet juice."Thanks, I bought this five years ago glad it's not too shabby for you."Bethany laughed. She lived in a much grander penthouse in Dubai, she had a similar house in Italy and Paris too but she sold it since she won't be living there very often. There wasn't much liveliness in those houses anyway.As a woman of luxury, she loved spending money to indulge herself. Many people thought of her as a selfish and ignorant mother for that. People forced her to believe that about her. Sometimes she feels guilty for pri
Finished him off?! Did he kill Liam last night?! Angela knew Lucifer was competent to do such things. Otherwise, why would he have to carry around a gun all the time!? "What do you mean exactly?!" Angela almost shouted at him. She pushed herself to lower her tone. "You can look at the news to see what I mean." Lucifer cooly answered. Angela opened the news and surfed through the headline as soon as she could. Her eyes widened at the particular news that had Liam's picture on it. 'CEO of the Williams group detained by the FBI after being accused of laundering Mafia money with diamonds.' "So you are behind all of this?!" So that is why her father had asked her where she was last night. He must be worried if I was caught up with Liam. No... he must have thought it would ruin his precious reputation if that was the case. "That's what I said. Liam is persistent to pursue you to get your father's backing so he could save his sh
Anglea ascended out of the car, still feeling crappy from the short ride that seemed like a lifetime. Andrew greeted her goodbye in the same manner he behaves to his boss.If his boss took a liking to this woman, then he had no reason to be disrespectful. He then sped off the car back to the Mansion.Her white Audi parked near the gates immediately grasped her attention. Since it wasn't parked inside the gates, she could easily retrieve it without worrying about the security.Angela searched her keys inside the purse, giving out frenzy noises as the items collided and stirred together. She managed to pull out her entangled car key and was about to open the car.She heard footsteps approaching outside the gates. Mr Rogan accompanied his second wife approaching her. She must have failed to notice that they had seen her arrive.Her Stepmother Patricia Rogan was wearing a custom made Emerald green dress that showed off her long slende
Angela slapped her face with a handful of faucet water. The docile peachy fragrance of the soap given off from her fresh face. Droplets of glassy water dappled on her smooth rosy tan skin.Her makeup had completely worn out and she didn't feel like her face being weighed by chemicals nor the morning hangover.She dabbed her face using the clean white facecloth hung beside the basin. She had also washed her mouth with toothpaste mixed with water, churning in her mouth like the blender in her kitchen. At least the morning breath was gone.Earlier, she checked her phone to discover the dozen missed calls and text messages from Mr Rogan. The texts were nothing but a long line of 'bad words.'He was 'asking' where she had disappeared and that her car was still there outside their gates. She did not even bother to reply and left him on seen ever so brazenly.Mr Rogan did not care where had gone, he wanted to know if she had caught herse
Angela woke up from the deep undisturbed slumber. Her skin brushed softly against the plush duvets, it was so delicate as if she was cuddling with the clouds.Her head grew heavy when she got up to survey her surroundings. She closed her eyes once again and massaged her forehead, and relieved the pain stinging her skull.When she opened her eyes again she noticed that she was in a completely different room. The spacious room seems to be a whole apartment by itself. The entire chamber was a blend between ash-grey and slate-white.The very first thing that landed in front of her eyes is the 50-inch 4k television attached to a glass wall.She gulped and browsed through her body to check if her clothes were still there, and thankfully she was wearing the same blue dress she wore the last night.She tried to recall the events that took place last night. The last thing that came into her was Lucifer's worried face staring down at her an
A few minutes ago. "See, there she is. All she has to do is drink the juice and you can have your way with her," A woman susurrated cautiously. She made sure no one was there to eavesdrop on their conversation. The smirk on Liam's lips grew wickedly at the thought. "Take care of my wife until then," Said Liam, hinting at the lovely woman not far away. She was busy conversing with her friends, utterly oblivious of her husband's vile plans. "You don't need to worry at all," Said the woman. "I want her to lose her reputation tonight." She shot a loathful glare at Angela. Angela looked so careless and carefree that it vexed her to the bone. Liam is already planning on divorcing his second wife to remarry Angela. Even if Angela had cut ties with her father, the fact that she is the Daughter of Arnold Rogan couldn't be denied on the papers. Even if Liam is twelve years older than her, that won't hinder their marriage
Welcome to GoodNovel world of fiction. If you like this novel, or you are an idealist hoping to explore a perfect world, and also want to become an original novel author online to increase income, you can join our family to read or create various types of books, such as romance novel, epic reading, werewolf novel, fantasy novel, history novel and so on. If you are a reader, high quality novels can be selected here. If you are an author, you can obtain more inspiration from others to create more brilliant works, what's more, your works on our platform will catch more attention and win more admiration from readers.
Comments