"Baiklah, aku setuju!" ucap Zeline membuat Arya menghela nafas legah, sekalipun merasa iba dihatinya saat wanita cantik dan baik seperti Zeline akan terjebak hidup bersama Zayn. Seorang pria yang tidak lagi percaya cinta bahkan tidak mempercayai wanita.
'Semoga saja Zayn benar-benar menepati janjinya untuk tidak menyakitimu,' ucap Arya dalam hati.
"Kamu sudah memikirkan dengan matang?" tanya Arya coba memastikan.
"Aku sudah cukup berpikir, jika seperti yang kamu katakan pernikahan ini akan saling menguntungkan dan tidak ada yang dirugikan, aku tentu saja setuju! Aki tidak ingin menyangkal jika aku membutuhkan semua keuntungan yang kalian janjikan," ujar Zeline mantap dengan keputusannya.
"Baiklah, sebelumnya ada beberapa poin dan syarat yang harus kamu pahami disini," tutur Arya yang ditanggapi serius oleh Zeline.
"katakan! aku pendengar yang baik dan akan coba mengerti semuanya. Selagi tidak merugikan aku, aku akan menerimanya."
"Tidak ada surat perjanjian dalam hal ini karena Zayn tidak ingin suatu saat selembar kertas akan menghancurkan semua rencananya, semua ini hanya akan diketahui oleh kamu, zayn, dan aku sebagai saksinya. Tidak ada yang boleh tau jika pernikahan ini adalah sebuah kerja sama yang saling menguntungkan, pernikajan ini akan sah dimata hukum dan agama. Suatu saat jika Zayn tidak lagi memerlukan bantuanmu, maka kalian akan berpisah secara baik-baik sebagai mana kalian bersatu secara baik-baik.
'Kedua temanku sudah terlanjur tau,' batin Zeline.
"Lalu?" tanya Zeline menantikan kelanjutan ucapan Arya.
"Pernikahan akan diadakan secara tertutup, hanya beberapa keluarga inti dari pihakmu dan pihak Zayn saja yang boleh hadir. Satu sama lain diantara kalian tidak boleh megurusi urusan kalian masing-masing. Kalian harus bersandiwara seperti pasangan yang saling mencintai jika dihadapan orang-orang yang mengetahui pernikahan ini, dan tentunya harus bersandiwara saat Zayn menginginkannya. Yang paling penting tugasmu hanya satu, yaitu, ada disaat Zayn butuh dan dapat bersandiwara dengan baik!" sambung Arya menuturkan semua syarat dari Zayn.
'Syukurlah, aku baru saja akan meminta jika acara diadakan tertutup. Aku tidak ingin semua orang tau kalau aku sudah menikah. Apalagi menikah dengannya. Aku sangat yakin jika semua wanita di dunia ini tau aku menikah dengan pria idaman mereka, maka akan bertambah urutan wanita-wanita yang membenciku,' ucap Zeline dalam hati.
"bagaimana? kamu setuju?" tanya Arya pada Zeline yang masih terdiam.
"Apa ada yang lain?" ucap Zeline balik bertanya.
"Untuk saat ini itu saja, jika ada syarat lainnya maka kalian akan membicarakannya langsung!" jawab Arya.
'Sepertinya tidak sulit dan benar-benar tidak merugikanku!"' batin Zeline.
"Baiklah, aku setuju, tapi aku juga mempunyai syarat," ucap Zeline menatap serius pada Arya.
"Katakan!" seru Arya.
"pertama, aku harap dia benar-benar tidak merugikanku, dalam hal ini aku tidak mau dirugikan sebagai perempuan. Dirugikan sebagai perempuan aku rasa aku tidak perlu menjelaskannya, kalian pasti mengerti apa yang aku maksud. Kedua, aku ingin toko yang baru saja kalian beli beralih nama menjadi nama Mamaku. Ketiga, hormati Mamaku sebagaimana aku akan menghormati keluarganya," ungkap Zeline menyebutkan persyaratan darinya.
"Hanya itu?" tanya Arya.
"Seperti yang kamu katakan sebelumnya, untuk sekarang syarat dariku juga hanya itu, aku akan membicarakannya lagi pada atasanmu jika ada syarat lainnya nanti!" jawab Zeline sembari menyesap minumannya.
"Kapan pernikahan akan dilakukan, atau kabar selanjutnya akan segera aku beri tahu, kalau begitu aku permisi!" ucap Arya bangkit dari duduknya.
"Tunggu dulu, ada satu lagi!" cegat Zeline.
"Apa?"
"Aku ingin atasanmu juga bersandiwara didepan keluargaku seolah-olah dia kekasihku yang datang melamarku seperti pasangan lainnya sebelum menikah. Aku tidak ingin menimbulkan kecurigaan pada keluargaku, jika tiba-tiba menikah tanpa perkenalan atau lamaran terlebih dahulu!" pinta Zeline.
"Aku akan membicarajan semua ini pada zayn terlebih dulu, dia akan segera mengabarimu untu memberikan jawaban!" jawab Arya.
"Kenapa harus dia? Kenapa bukan kamu saja yang mengabariku?"
"Kamu mau menikah denganku?" tanya Arya balik, membuat Zeline gelagapan.
"Yang akan menikah kalian, tentu sjaa dia yang akan menghubungimu!" ucap Arya ketus mengulum senyumnya, sembari melangkah keluar meninggalkan Zeline disana.
"Namanya sama seperti Papa, tapi tingkah dan sifat mereka sangat berbeda," gumam Zeline, kembali duduk lalu mencoba menghubungi kedua sahabatnya.
"Halo Ze!" ucap Nena diseberang telepon saat panggilan terhubung.
"Halo, kamu sibuk?" tanya Zeline.
"Sedikit, ada apa?" Nena balik bertanya.
"Aku ingin bicara pada kalian mengenai kerja sama dengan atasan Diya, aku sudah menghubungi Diya tapi sepertinya dia sedang sibuk."
"Kalian sudah bertemu?"
"Baru saja aku bertemu dengan sekretarisnya, saat ini aku masih berada dicafe," jawab Zeline.
"Untuk saat ini aku belum bisa keluar, bagaimana jika jam makam siang kita bertemu di resto depan kantorku?" ajak Nena.
"Baiklah, aku akan coba menghubungi Diya lagi. Kalau begitu sampai bertemu nanti!" ucap Zeline mengakhiri panggilan telepon.
Zeline melirik jam yang ada ditangannya menunjukan pukul setengah sebelas, itu artinya sebentar lagi akan masuk waktu makan siang. Sembari menunggu sahabatnya, Zeline memutuskan untuk pergi ke toko buku yang ada di dalam sebuah pusat perbelanjaan yang berada tak jauh dari kantor Nena.
Membaca buku adalah salah satu hobi Zeline, ditengah waktu luangnya Zeline akan selalu menyempatkan diri untuk membaca, baik itu buku-buku yang memberi ilmu pengetahuan, ataupun buku-buku novel dan sebagainya.
Ditengah keseriusan Zeline membaca buku, seorang pria tampan dengan perawakan yang rupawan serta tatapan hangatnya tersenyum menatap Zeline dari kejauhan.
Ia tersenyum saat akhirnya bertemu kembali dengan wanita yang sudah lama mencuri hatinya. Dengan perasaan bahagia, pria tersebut berjalan menghampiri Zeline.
"Zeline Ayunindya!" ucapnya, mengejutkan Zeline yang sontak saja mengangkat kepalanya saat mendengar seseorang menyebut nama lengkapnya.
"Pak Vero?" ucap Zeline menatap pria yang merupakan atasannya dulu, ditempat ia bekerja sampingan saat ia berada di luar negeri.
"Ze, sudah berulang kali aku katakan jangan panggil bapak. Aku bukan bapakmu, aku lebih cocok menjadi suamimu!" ucap Vero bercanda, membuat wajah Zeline merona mendengarnya.
Bagaimana Zeline tidak merona dan merasa salah tingkah, jika ia digoda oleh pria tampan yang pernah sempat dikaguminya tersebut. Sosok Vero Althaf sebagai atasan yang tegas, namun terkenal baik, apalagi dengan sikap Vero yang selama Zeline bekerja ditempatnya memperlakukan Zeline dengan sangat lembut. Zeline sempat mengagumi Vero, bisa dikatakan Vero adalah pria kedua yang ia kagumi setelah papanya. Namun, setelah papnya meninggal, Zelin membuang semua rasa kagumnya terhadap pria manapun termasuk Vero, sebab yang menjadi prioritas utamanya sekarang adalah keluarga bukan lagi memikirkan urusan pribadinya.
"Aku boleh duduk disni?" tanya Vero basa-basi mengecilkan sedikit nada bicaranya, saat sadar jika mereka menjadi pusat perhatian.
"Silahkan!" ucap Zeline berusaha untuk bersikap tenang.
"Kamu apa kabar, Ze?, sudah lama kita tidak bertemu!" tanya Vero.
"Alhamdulillah baik, kak. Kakak juga apa kabar? Kenapa bisa berada disini?" ucap Zeline balik bertanya.
"Seperti yang kamu lihat, Aku baik," jawab Vero tersenyum.
'Semakin baik lagi setelah bertemu denganmu,"' sambung Vero dalam hati.
"Kakak sudah lama di Jakarta?" tanya Zeline lagi.
"Aku baru dua bulan disini, kebetulan ada kerja sama dengan salah satu Hotel terbaik disini!" jawab Vero.
"Kakak buka cabang Restorant disini?" tanya Zeline terlihat antusias.
"Ya, dan baru satu minggu resmi dibuka!" jawab Vero tersenyum melihat wajah cantik wanita yang sudah lama disukainya itu.
"Wah, apa aku bisa kembali bekerja ditempat kakak?" tanya Zeline langsung, yang tentu saja membuat Vero merasa senang mendengarnya.
"Tentu saja Ze, seperti yang aku katakan sebelumnya jika aku siap menerimamu kembali jika kamu ingin bekerja padaku!" jawab Vero mengingatkan hari dimana Zeline mengundurkan diri setelah studinya selesai.
"Sungguh?" tanya Zeline yang dijawab anggukan mantap oleh Vero.
"kamu bisa mulai bekerja kapanpun kamu siap!" ucap Vero lembut menatap dengan pandangan memuja, pada Zeline yang menjadi salah tingkah dibuatnya.
"Terima kasih Kak, untuk saat ini aku masih ada kesibukan, tapi setelahnya aku pasti akan datang ketempat kakak!" ujar Zeline.
'Syukurlah setidaknya aku mempunyai pekerjaan setelah menikah dengan pria menyebalkan itu, jadi aku tidak perlu berlama-lama berada diatap yang sama denganya,' batin Zeline.
"Ini kartu namaku, kamu bisa datang kapan saja!" Vero memberikan kartu namanya pada Zeline, yang diterimanya dengan senang hati.
Tiga puluh menit kemudian, Zeline dan kedua sahabatnya sudah berkumpul di tempat mereka janjian. Zeline yang datang kesana diantar oleh Vero, tentu saja akan diburu pertanyaan oleh kedua sahabatnya yang dapat melihat sosok tampan bersama Zeline."Kak, kenalkan ini Diya dan ini Nena, sahabatku!" ucap Zeline memperkenalkan kedua sahabatnya pada Vero.Vero tersenyum ramah pada Nena dan Diya, bergantian menyambut uluran tangan kedua gadis cantik tersebut."Aku Vero!" ucap Vero dengan suara lembutnya membuat Nena dan Diya semakin mengaguminya."Aku langsung pamit ya, soalnya masih ada pekerjaan diluar. Senang berkenalan dengan kalian," ucap Vero lagi, pada kedua sahabat Zeline lalu beralih menatap Zeline."kakak sungguh tidak ingin makan siang bersama kami?" tanya Zeline."kapan-kapan saja Ze, aku sungguh masih ada pekerjaan!" jawab Vero lembut mengusal rambut Zeline."Hemm, baiklah kalau begitu. Terima kasih ya sudah mengantarku," jawab Ze
Sore harinya, Zayn tiba dikediaman kedua pasangan yang telah membesarkannya selama ini, untuk memulai semua rencananya dimulai dari keluarga."Selamat datang Tuan!" sapa para pelayan menyambut kedatangan Zayn. Zayn melewati semua pelayan tanpa niat sedikitpun menjawab mereka. Dengan langkah tegapnya, ia menuju ruang keluarga yang ia yakini dimana orang yang ingin ditemuinya berada.Zayn tersenyum saat tebakannya benar, dimana kedua orang yang ingin ditemuinya sedang asik menonton berita di tv. Lahkah kakinya terus berlanjut menghampiri keduanya."Selamat sore Kakek, Nenek!" ucap Zayn lembut menyalami kedua pasangan yang sudah lanjut usia tersebut."Sore Zayn, tumben kamu datang berkunjung saat hari kerja, pasti ada keperluan ya?" tanya Nenek tertawa, karena benar yang ia katakan, sebab setelah Zayn memilih untuk tinggal sendiri dirumah yang ia beli beberapa tahun yang lalu. Zayn jarang berkunjung jika bukan hari libur, untungnya kesibukan Zayn bisa dimengerti
Seperti biasanya, dimanapun Zeline berada pasti akan mencuri perhatian setiap orang baik itu laki-laki ataupun perempuan untuk terus tertuju padanya. Hampir semua orang mengagumi kecantikan yang dimiliki Zeline, ditambah lagi dengan sikapnya yang ramah menjadi nilai tambah untuknya.Zeline yang hanya menggunakan dress navy sederhana tanpa lengan dengan panjang selutut, dipadukan dengan flat shoes berwarna hitam bisa terlihat sangat cantik jika digunakan olehnya. Sesuatu yang sederhana akan terlihat sempurna tergantung siapa yang menggunakannya. Kalimat tersebut seakan sangat cocok untuk Zeline.Zeline selalu membalas sapaan setiap orang yang menyapanya. Dengan langkah santainya, ia menuju kearah resepsionis."Selamat datang di Dastan group, ada yang bisa saya bantu?" ucap wnita yang berdiri dibalik meja resepsionis dengan sopan pada Zeline."Saya ingin bertemu dengan tuan Zayn Dastan!" jawab Zeline ramah."Apakah sebelumnya anda sudah memiliki janji tem
Zayn terdiam berdiri tak jauh dari Zeline menatapnya yang merutuk melihat phonselnya. Senyum Zayn kembali terbit mendengar rutukan Zeline yang terus saja mengumpatnya.'Dia benar-benar cantik, seperti apapun penampilannya tetap saja membuatnya selalu terlihat sempurna. Baguslah, dengan begini rencanaku akan berjalan dengan sangat mulus!' batin Zayn."Hemm... Hemm... " suara deheman Zayn mengalihkan Zeline dari pokusnya, lalu mendongak menatap Zayn yang sudah berdiri dihadapannya."Apa tidak bisa lebih lama lagi anda membuatku menunggu?" ucap Zeline kesal meluapkan emosinya, membuat sebagian orang yang mendengar begitu terkejut saat melihat dan mendengar atasan mereka yang terkenal dingin dan sangat arogant itu dibentak oleh seorang perempuan."Lihatlah, dia bahkan berani membentak tuan Zayn. Aku rasa hubungan mereka begitu dekat, apa jangan-jangan wanita itu kekasihnya tuan Zayn?" ucap wanita dibalik meja resepsionis bergetar ketakutan."Aku banyak peke
Seisi kantor kembali dibuat heboh setelah melihat pemandangan yang baru saja melintas dihadapan mereka, pemandangan dimana atasan mereka berjalan dengan menggandeng tangan seorang perempuan menuju mobilnya. Belum lagi saat melihat bagaimana atasan mereka dengan sigapnya membukakan pintu mobil untuk wanita tersebut yang tidak lain adalah Zeline."Ingat, jangan pernah bawa perasaan dalam hubungan ini!" ucap Zayn tegas mengakhiri keheningan yang terjadi didalam mobil, saat amerkea sudah dalam perjalanan menuju kediaman Zeline. Seperti yang disarankan oleh Arya sebelumnya, Zayn mengikuti saran Arya untuk mengantakan Zeline pulang untuk sengaja memperkihatkan pada penghuni kantor tentang kedekatan mereka."Kamu tenang saja!" jawab Zeline santai tanpa menatap Zayn sebab pandangannya menatap kearah luar jendela mobil."Bukankah pernikahan ini akan diadakan tertutup, lalu kenapa penghuni kantormu boleh tau hubungan kita?" tanya Zeline menatap sekilas pada Zayn.
Zeline yang telah selesai mandi dan menunaikan sholatnya, sekarang tengah berdiri di depan pintu lemari pakaiannya. Menatap dan memilih pakaian seperti apa yang akan ia gunakan untuk berkunjung ke tempat keluarga Zayn.Beberapa Dress yang ia miliki ia keluarkan dari dalam lemari dan meletakannya diatas tempat tidur.Pilihan Zeline jatuh pada dress berwarna mustard yellow dengan panjang dibawah lutut. Dress casual, namun terlihat elegant, apalagi jika Zeline yang menggunakannya. Ia mulai menggunakan dress tersebut, setelah itu kembali menatap pantulan dirinya dicermin."Ini sepertinya pas, aku akan menggunakan ini saja," gumam Zeline.Tok... Tok... Tok..."Nggak dikunci!" ucap Zeline lantangSesaat kemudian pintu kamarnya terbuka dan menampakkan sosok Arini yang masuk kedalam, sembari tersenyum menghampirinya."Ma, bagus nggak?" tanya Zeline menghadap mamanya."Apapun yang dikenakan olehmu selalu terlihat bagus nak. Ini bu
Zeline masih terdiam setelah mendengar ucapan Kakek dan Nenek Zayn yang ingin mereka untuk segera menikah. Ia akui jika ini semua memang berjalan seperti yang mereka inginkan yaitu secepatnya menikah agar bisa memulai perjanjian kerja sama diantara mereka. Namun, jika mengingat kehidupannya yang nanti akan berubah status menjadi seorang istri, belum lagi ia akan membohongi banyak orang, membuat Zeline merasa ragu. Ia menjadi ragu akan keputusan yang telah dibuatnya."Zayn, Zeline. Kalian setuju dengan usul kami?" tanya Kakek Zayn serius menatap keduanya."Tentu saja kami setuju Kek, itu juga yang menjadi alasanku mengenalkan Zeline pada kalian, karena aku berniat serius menjalin hubungan ini dengannya!" jawab Zyan menggenggam tangan Zeline yang terasa dingin, lalu mengecupnya dihadapan kakek dan nenek.'Kamu tidak bisa mundur lagi,' ucap Zayn berbisik ditelinga Zeline yang menegang mendengarnya."Zeline, kamu baik-baik saja?" tanya Nenek."Baik Nek
Setelah tiba dirumahnya, Zeline terkejut menatap mama dan kedua adiknya yang masih berada diruang keluarga, sembari memberi tatapan tajam padanya yang baru saja masuk kedalam rumah. "Ada apa? Kenapa kalian belum tidur?" tanya Zeline menatap heran pada keluarganya, sebab biasanya mereka sudah tidur saat jam sudah menunjukan pukul sembilan malam, sedangkan saat ini sudah pukul sepuluh lebih beberapa menit dan mereka masih berada diruang keluarga. "Kami menunggu kakak pulang!" jawab Fera. "Kak, sini!" panggil Fara menepuk ruang kosong disampingnya. "Ada apa?" tanya Zeline, namun tetap mengikuti kemauan Fara. "Bagaimana?" ucap Fera bertanya. "Bagaimana apanya?" tanya Zeline. "Itu, acara malam ini!" sahut Fara. "Ya Tuhan, aku punya adik kenapa dua-duanya begitu kepo?" ucap Zeline menepuk dahinya sendiri, mengundang tawa mamanya. "Sama seperti mama, mereka juga ingin mendengar ceritamu, Ze!" ujar Arini. "Cerit