Melamun kayak orang bego.Itulah yang terjadi pada tokoh utama wanita di novel ini sejak sang Adam meninggalkannya untuk kembali ke kantor. Flora masih duduk terdiam di depan kebun belakang, duduk di kursi malas dan menatap kosong ke arah kolam renang luas di hadapannya. Sebelum kembali ke kantor, Adam meminta Flora untuk mempertimbangkan dirinya.Masalahnya adalah, apanya yang harus dipertimbangkan sih?? Jujur saja Flora masih tidak mengerti!! Tidak mungkin kan, kalau si bos bule itu berniat serius??!Flora pun menggelengkan kepala dengan dramatis sambil berdecih. 'Hah, mana mungkin! Pak Adam itu kan playboy, mana ada cowok seperti itu mendadak insyaf hanya dalam beberapa hari?' Tidak. Flora juga tidak akan sepercaya diri itu berpikir bahwa dirinya yang biasa saja seperti ini bisa menjadi pasangan seseorang seperti Pak Adam. Lagipula, mana mau Flora memiliki suami yang berpredikat playboy dan doyannya gonta-ganti pasangan?? Dih, yang ada malah bikin makan hati!!Apa jangan-janga
"Pak, tolong lepasin saya!" Flora mencoba berontak, saat Adam yang tanpa peduli terus menarik tangannya dan menyeretnya keluar dari kamar Amanda--yang langsung segera ia kunci kembali--menuju ke kamar paling ujung yang masih berada di lantai dua juga. "Pak Adam! Saya tuh masih pegang tongkat baseball ya! Kalau Pak Adam bersikap nyebelin atau berani berbuat tak senonoh lagi, saya tidak akan segan untuk menggunakannya!" Teriak Flora lagi sambil mengancam, saat Adam menariknya masuk ke dalam sebuah kamar besar bercat krem muda dengan karpet tebal senada cat temboknya. Sejenak Flora mengedarkan pandangan kagum di kamar yang sama mewahnya dengan seisi rumah tiga lantai tersebut. Ia suka dengan warna-warna soft namun tetap berkesan maskulin yang mendominasi di sana. Belum lagi pintu kaca geser yang mengarah ke balkon luas dengan pemandangan ke taman belakang yang asri serta kolam renang. Pasti menyenangkan jika duduk bersantai di sana sambil membaca buku. Namun khayalan Flora seg
Malamnya, Flora memutuskan untuk menemani Amanda makan malam di dalam kamarnya. Bagaimana pun menyebalkannya wanita itu, tetap saja Flora merasa bertanggung jawab karena Pak Adam telah meminta Flora untuk menjaga sepupunya.Suasana hati Flora yang sedang baik setelah hubungannya dengan Adam kini telah berganti status menjadi pacaran, membuatnya tak bisa berhenti untuk diam-diam menyunggingkan senyum konyol. Bahkan Amanda yang tak peduli dengan orang lain selain dirinya pun ikut menyadarinya, membuat Flora menjadi sasaran olok-olok Amanda. Tapi khusus kali ini gadis berambut ikal kemerahan itu tidak merespon semua ejekan itu dan memilih diam, mengabaikan serta memakan makan malamnya dengan tenang hingga selesai."Nona, kamar Anda di sebelah sini." Seorang maid mengantarkan Flora yang terlihat sudah mengantuk setelah asik menonton televisi di lantai bawah. "Apa ada baju ganti untukku?" Tanya Flora pada maid yang sedang mengantarnya ke lantai dua. "Ada, Nona. Nanti di kamar Anda su
Flora dan Adam telah berada di meja makan untuk sarapan bersama. Hari ini rencananya Flora akan ikut pergi bekerja, karena Adam sudah menugaskan seorang bodyguard wanita untuk menjaga Amanda. Flora masih merona malu mengingat kejadian tadi pagi di kamar mandi. Adam benar-benar membuatnya ketakutan dan mengira lelaki itu akan menyerangnya di kamar mandi, apalagi pria itu langsung mengunci pintunya dari dalam dan sengaja menaruh kuncinya di atas ventilasi yang tidak tergapai oleh tinggi tubuh Flora! Namun ternyata yang terjadi adalah sebaliknya. Alih-alih Adam menyerang Flora, yang ada justru lelaki itu berdiri menjauh dari gadis itu, dan tiba-tiba saja ia membuka celana boxernya lalu mandi dengan santai di bawah shower tanpa sehelai benang pun yang menutupi. Flora lagi-lagi menjerit sambil menutup wajahnya dengan kedua tangan, bahkan tak berani untuk sekedar mengintip dari sela-sela jarinya. Takutnya sih khilaf. "Cepetan makannya," perintah Adam membuyarkan lamunan Flora, s
"Perkenalkan, ini calon istriku, Flora Shalsabilla."Flora mencubit lengan Adam sebagai kode untuk menurunkan tubuhnya dari pundak lelaki itu. Ia benar-benar tak habis pikir dengan apa yang ada di otak Adam, membawa dirinya dalam gendongan ala karung beras saat menghadap dan memperkenalkan Flora kepada orang tuanya? Gila.Meskipun enggan, Adam pun akhirnya menuruti Flora dan menurunkan tubuh gadis itu dengan perlahan, sambil mengawasi Flora agar tidak kabur lagi.Flora benar-benar lega saat akhirnya kakinya menginjak lantai juga, namun sontak terdiam dan tercekat ketika menatap sosok berwajah aristokrat dingin di hadapannya.Lelaki berusia lima puluhan tahun itu tersenyum tipis menatap Flora, seakan sama sekali tidak terpengaruh dengan perbuatan aneh anaknya yang membawa Flora masuk ke ruangan dengan bopongan. "Halo, Nona Flora Shalsabilla. Perkenalkan namaku Noah, dan ini istriku Anya." Seorang wanita cantik yang masih sangat muda--mungkin hampir seusia dengan Flora--menatapnya d
Damned it!Adam mengacak rambut pirang gelapnya dengan frustasi, tak peduli jika penampilannya menjadi berantakan karenanya. Bahkan sejak ia memasuki ruang kerja CEO tempatnya bekerja untuk sementara ini, Adam telah membuka jas dan melemparnya sembarangan ke atas sofa. Dasi bercorak navy abstrak pun ia longgarkan, untuk akhirnya ikut ditanggalkan dan kini juga telah teronggok di sofa menyusul jas dengan warna yang senada itu. Hempasan napas kasar terhela darinya, yang saat ini sedang memandang ke luar jendela kaca besar yang memperlihatkan pemandangan kota dari ketinggian 35 lantai.Adam pun membiarkan pikirannya mengembara, kembali pada saat Flora mengatakan bahwa apa yang ada di antara mereka telah usai. Mereka bahkan belum memulai apa pun! Adam belum menunjukkan apa pun pada Flora, belum memberikan apa pun yang ingin ia beri kepada Flora.Erangan keras penuh rasa frustasi pun kembali terlontar dari bibirnya. Sial. Ini semua karena dirinya yang dengan bodoh menunjukkan sediki
BUUGGHH!! Tubuh remaja itu pun seketika terjengkang dengan keras ke atas lantai marmer putih yang licin. Percikan darah segar mengucur dari hidung dan bibirnya yang sobek, jatuh membasahi lantai sehingga memberikan warna yang begitu kontras pada marmer putih itu. "Anak bodoh!! Sudah kukatakan kalau keturunan Wrighton haruslah sempurna!" Bentak Noah dengan mata birunya yang nyalang dan berapi-api. Lalu ia mengambil kertas lusuh yang tercampak di lantai.Ada bekas jejak sepatu di atasnya, seakan kertas itu habis diinjak.Noah mengangkat kertas itu dan melemparnya ke wajah penuh lebam dan darah anak lelaki berusia dua belas tahun yang masih diam tersungkur di lantai. "Apa itu yang kamu sebut 'sempurna', haah?!"Kertas lusuh itu pun kembali terjatuh ke lantai, menampakkan dua buah angka besar 97 dalam bolpoin merah menyala yang mencolok dan diberi lingkaran di sekililingnya. Itu adalah kertas ujian matematika, dan si anak yang babak-belur itulah pemiliknya.Anak lelaki itu menyeka d
Keesokan harinya, Adam kembali berkunjung ke makam Mommy. Namun kali ini ia juga ingin bertemu Anya untuk memberikan cake coklat serta beberapa peralatan menulis, sebagai ucapan terima kasih karena telah menolongnya kemarin. Bahkan Adam pun sudah melupakan keinginan untuk kembali mengiris pergelangan tangannya, setelah semalaman ia memandangi boneka badut kecil yang terlihat sangat konyol itu, namun entah bagaimana juga telah membuat perasaannya sedikit tergugah.Kedatangan Adam disambut dengan begitu hangat oleh para penghuni Panti Asuhan, cukup membuatnya jengah dan risih karena tidak terbiasa menjadi pusat perhatian. Namun di satu sisi tanpa ia sadari, kebekuan di hatinya secara perlahan pun mulai sedikit mencair.Anak-anak kecil tanpa orang tua itu begitu terlihat begitu ceria, dan Adam merasakan kesenangan tersendiri saat bermain dan bercengkrama dengan mereka. Sejak saat itu pula Adam dan Anya semakin dekat. Anya yang masih berusia sembilan tahun, menganggap Adam yang tiga