Terkadang, dalam sebuah mimpi itu ada sebuah hal yang sangat indah yang tidak dapat ditemukan begitu saja di dunia nyata.
Dalam lelapnya di sebuah sel sempit yang harus dibaginya bersama para tahanan penjara yang lain, Louis melihat sosok bidadari cantik yang selama ini selalu dirindukan olehnya.
"Maria," panggil Louis penuh haru. Air matanya menetes ketika wanita itu tersenyum penuh kelembutan padanya. Senyum yang selalu bisa menentramkan dan menenangkan kondisi hatinya.
Sosok bergaun putih itu melambai ke arah Louis yang langsung berlari menghambur kepada sang wanita. "Maria! Maria!" teriak Louis penuh semangat. Kerinduan di hatinya ini sangatlah menyesakkan dada. Dia rindu wanita ini. Sangat.
"Louis," panggil Maria seraya mengangkat tangannya perlahan. Maria lalu mengelus rahang sang pria yang mendadak berubah menjadi seorang remaja berusia 17 tahun. Rupanya persis seperti dirinya 10
Di tengah gelapnya ruang rahasia yang menjorok ke bawah, tersembunyi di bawah rumah besar dan berdampingan dengan tanah. Sebuah basement, atau orang-orang sering menyebutnya dengan—ruang bawah tanah. Di sanalah, gadis malang itu terkurung. Sendirian, berteman sepi. Ruangan dengan pencahayaan sekadarnya itu seolah menggambarkan apa yang tengah gadis itu rasakan. Dirinya terikat di sebuah ranjang, tanpa sehelai benang pun yang melekat di badan. Tubuhnya berbalut peluh. Dadanya kembang-kempis, naik turun tak beraturan. Sorot matanya kosong, hanya ada genangan air yang terlihat. "Kau paham kesalahanmu?" Suara berat seseorang menyapa. Dengan gerakan patah-patah, Julia menolehkan kepalanya, menatap kedatangan seorang pria dengan ekspresinya yang datar. Sorot mata pria itu ... menyeramkan. Aura dingin begitu terasa sejak kehadirannya. Seperti menusuk-nusuk setiap rongga tubuh Julia. Bibir pucat itu terbuka perlahan. "Apa yang ... akan ... kau lakukan padaku?" tanyanya susah payah.
"HUWAAA! Papa! Tolong bangunlah, Papa!"Seorang anak laki-laki berusia tujuh tahun terlihat sedang menangis di sebelah peti mati papa-nya yang telah tiada. Air matanya mengalir dengan deras, raungan pilu dan isak tangisnya memenuhi suasana rumah duka yang mulai sepi dari para kerabat dan handai tolan yang datang melayat.Jacob, kakak laki-lakinya Javier yang berdiri di samping anak yang sedang menangis histeris, turut menitikkan air matanya dalam diam. Air matanya jatuh, tanpa suara ia menitikkan air mata. Ia berusaha terlihat tegar di tengah lautan luka yang kini terpaksa mereka selami karena sebuah sebab yang tak mereka sangka sebelumnya.Jacob pun menoleh dan memandangi adiknya dengan perasaan sesak. Adiknya Javier terus saja menangis meratapi kepergian orang yang sangat mereka sayangi dan mereka idolakan. Sosok yang dijadikan panutan oleh seluruh anak laki-laki di penjuru dunia, yaitu sosok seorang ayah.Di usia yang tergolong masih belia, keduanya harus rela ditinggal pergi untuk
"Hai, Julia! Selamat pagi!" Gadis riang bermata biru dengan cepat menarik kursi kosong di sebelah gadis yang sedang fokus membaca sebuah buku tebal. Gadis yang bernama Hana itu lalu memajukan bibirnya sedikit, dia merasa kesal karena diabaikan keberadaannya oleh sang sahabat. Ia lalu mendekati Julia dan berbicara tepat di depan telinga gadis itu. Atau lebih tepatnya, gadis itu berteriak kencang. "SELAMAT PAGI, JULIAAA!" Suara nyaring di dekat telinga kanannya itu, benar-benar menganggu konsentrasi gadis bersurai cokelat panjang yang sedang sibuk membaca. Ia lalu menggebrak meja sedikit menggunakan salah satu tangannya yang tidak memegang buku. "Berisik, Hana!" bentaknya kepada gadis pirang yang hanya terkekeh saja saat melihatnya marah. "Hei, tenanglah." Hana tertawa pelan, lalu berkata, "Tidak perlu pusing memikirkan tes Matematika nanti. Tesnya 'kan ditunda sampai minggu depan!" Julia mendengkus pelan, dan membenarkan kembali gaya duduknya—mencari posisi yang nya
Julia kembali mematut penampilannya di depan cermin. Berkat saran dari Hana dan juga usulan dari Fani dan Viola yang bersikukuh ingin melihat Julia mempunyai seorang kekasih, maka seperti inilah penampilannya sekarang. Untuk pertama kalinya, bagi sang gadis Peterson, ia memakai riasan di wajah dan juga mengenakan gaun pendek selutut. Jujur saja, Julia belum pernah memakai gaun sependek itu. Dia hanya pernah memakai gaun panjang, dan itu pun hanya dipakainya sebanyak dua kalian saja. Gaun yang dipakainya saat ini pun, adalah hasil pencarian di mall yang dilakukannya bersama sang sahabat. Pun dengan peralatan make up yang baru kali pertama ini, dia membelinya. Hana sampai keheranan, sebab Julia terus bertanya mengenai cara memakai berbagai alat hias wajah itu. Pada akhirnya, setelah diajarkan cara menggunakan make up dasar, Julia pun telah siap untuk pergi berkencan bersama cinta pertamanya. Sebuah penantian yang sangat mendebarkan. Julia berputar sekali di depan cermi
Julia turun dari motor besar milik Jacob dengan hati-hati. Pertama kali baginya naik ke boncengan motor seseorang. "Terima kasih banyak untuk hari ini," ucap sang gadis sambil tersenyum begitu kakinya sudah berpijak di tanah. Jacob melepas helmnya, hanya untuk menatap wajah bersemu Julia yang terlihat begitu menggemaskan, ia tertawa. "Sama-sama," ucapnya seraya menatap sang gadis. Ia menaruh helmnya dengan posisi yang kurang tepat. Julia tersenyum, tetapi begitu melihat helm sang pria berguling karena tak ditaruh dengan baik, ia refleks berseru, "Ah, AWAS! Helmmu hampir!" Julia buru-buru menangkap pelindung kepala Jacob tersebut sebelum menyentuh tanah beraspal yang keras. Ia lalu menaruhnya di tangki bensin yang berada di depan sang lelaki dengan hati-hati. "Oh! Terima kasi—" Ucapan Jacob terputus saat Julia yang menundukkan kepalanya terpekik pelan, saat ujung dari tusuk rambutnya tersangkut di jaket hitam sang pria. Entah karena apa benda berujung sebuah permata hija
"Halo semua, perkenalan dia adalah Javier. Mulai sekarang, dia akan membangun saluran Youtube ini bersamaku," ucap Jacob seraya melambaikan tangan ke arah kamera. Pemuda yang duduk di sebelahnya ikut melambaikan tangan, dan berucap kepada warga internet, "Salam kenal, dan salam edukasi!" Julia yang telah selesai mandi bergegas menonton siaran langsung dari sang kekasih, meskipun ia masih mengenakan gaun mandi. Gadis itu hanya terlalu senang saja ketika mendapat pemberitahuan yang masuk ke ponselnya sampai lupa jika ia belum memasang pakaian. "Hmm, wajah mereka sedikit mirip," gumam Julia di sela-sela aktivitasnya menonton video, masih belum memakai baju dan hanya mengenakan handuk. "Tapi kekasihku—Jacob jelas lebih tampan!" komentarnya lagi sambil terus menatap paras rupawan milik sang kekasih dengan tatapan memuja. Rupa-rupanya, Julia sudah jatuh begitu dalam ke pesona yang dimiliki oleh seorang pria Leckner. Pria tampan beralis tebal dan rapi—terlihat seperti ulat bul
Sosok yang mulanya berjalan sekitar 20 langkah dari Julia, mendadak semakin dekat saja dengannya. Julia tidak ingin berpikiran buruk dan menuduh yang tidak-tidak kepada orang yang mengenakan jaket bertudung di atas kepala. Akan tetapi sebenarnya, Julia merasa ada sedikit yang mengganjal pikirannya. Menurut Julia, penampilan orang itu memang terlihat sedikit aneh dan tidak cocok di pertengahan musim panas seperti sekarang. Mengapa ia harus memakai jaket tebal seperti itu? Julia tak mengetahui seperti apa wajah orang yang berjalan di belakangnya, sebab sosok misterius bertudung itu terus menundukkan kepala dan terlihat sangat menakutkan di mata gadis Peterson yang sedari tadi memperhatikan. Itu sikap yang wajar ditunjukkan olehnya. Ia hanya bersikap lebih berhati-hati saja, sebab ini adalah zaman di mana kejahatan merajalela. Terlebih lagi di zaman seperti inj, kita tak tahu apa yang orang lain pikirkan bukan? Entah itu baik atau buruk. Julia kembali melangkah dengan
"Hoi, Javier tidak belajar ya? Bukankah bulan depan dia ujian?" Javier yang baru saja datang dari minimarket dengan membawa empat botol soda di tangannya, langsung tertawa geli saat mendengar pertanyaan teman masa kecilnya—Mark. "Untuk apa belajar?" tukas Javier terdengar meremehkan. Mark seketika tergelak begitu mendengar ucapan sang sahabat, sedangkan Jacob hanya tersenyum mendengar perkataan adiknya. "Belajar itu hanya untuk orang-orang yang tidak percaya diri saja," ucap Javier lagi seraya terkekeh geli, membuat Daniel yang duduk di sebelah Jacob memukul punggung lelaki itu sambil mengeluarkan gelak tawa yang keras. "Adikmu sudah gila rupanya. Hahahaha." Javier lantas memberikan minuman kepada masing-masing orang, lalu duduk sembari membuka minumannya. "Kudengar kau berhenti dari pekerjaanmu sekarang, kenapa?" tanya Javier tanpa menunjuk dan memandang siapa-siapa. Saat Javier sedang bersiap-siap meneguk sodanya, Mark melayangkan pertanyaan. "Kau bertanya kep