Share

02. Perubahan Julia

    "Hai, Julia! Selamat pagi!"

    Gadis riang bermata biru dengan cepat menarik kursi kosong di sebelah gadis yang sedang fokus membaca sebuah buku tebal. Gadis yang bernama Hana itu lalu memajukan bibirnya sedikit, dia merasa kesal karena diabaikan keberadaannya oleh sang sahabat. 

    Ia lalu mendekati Julia dan berbicara tepat di depan telinga gadis itu. Atau lebih tepatnya, gadis itu berteriak kencang. "SELAMAT PAGI, JULIAAA!"

    Suara nyaring di dekat telinga kanannya itu, benar-benar menganggu konsentrasi gadis bersurai cokelat panjang yang sedang sibuk membaca. Ia lalu menggebrak meja sedikit menggunakan salah satu tangannya yang tidak memegang buku. "Berisik, Hana!" bentaknya kepada gadis pirang yang hanya terkekeh saja saat melihatnya marah.

    "Hei, tenanglah." Hana tertawa pelan, lalu berkata, "Tidak perlu pusing memikirkan tes Matematika nanti. Tesnya 'kan ditunda sampai minggu depan!"

    Julia mendengkus pelan, dan membenarkan kembali gaya duduknya—mencari posisi yang nyaman. Gadis itu lalu kembali berkutat dengan buku pelajaran yang sempat ia abaikan karena terusik dengan perbuatan sahabatnya. Meskipun telah diberitahu oleh Hana bahwa tes yang ia tunggu-tunggu sejak pekan lalu, ditunda. Akan tetapi, ia harus tetap belajar.

    Siapa tahu nanti akan ada tes mendadak?

    Hana balas menggebrak meja. Cukup pelan, tapi menarik perhatian. "Kau ini selalu saja belajar, ya, Julia! Sesekali main handphone lah, seperti aku, agar kau tidak ketinggalan informasi di masa kini!"

Ucapan Hana yang terkesan menyombongkan diri itu tak membuat Julia melirik sedikit pun ke arahnya. Masa remaja anak itu sepertinya baru saja datang. "Tidak boleh memainkan benda seperti itu di sekolah," jawabnya datar. "Simpan kembali ponselmu."

    Gadis bermarga keluarga Peterson itu hanya memfokuskan pandangannya ke buku tebal yang sedang ia pelajari untuk tes yang mungkin saja akan dilaksanakan gurunya secara mendadak. Dan dia bukan tipe seorang pelajar yang suka melanggar peraturan sekolah. 

"Tak ada larangan seperti itu di sini, Julia!" teriak Hana. Julia kembali tak merespons ucapannya, gadis itu sama sekali tak memperhatikan. Melirik saja tidak.

    Hana terlihat kesal, tetapi sesaat kemudian ia tersenyum lebar. "Hei, Julia," panggil Hana, ia lalu diam sebentar ketika Julia lagi-lagi mengabaikannya. Dan secara tiba-tiba, sepintas ide hebat pun lewat di kepalanya. "Oh, tunggu! Aku punya sesuatu yang menarik, Julia. Coba kamu lihat kemari!"

    Hana tersenyum lebar saat melihat Julia memandang ke arahnya. Dia sangat tahu bahwa Julia adalah tipe orang yang mudah terpengaruh dan sekali masuk ke dunia yang disukai, maka dia tak akan mudah melepaskannya.

    Julia menghela napas, lalu kembali fokus ke buku. Dia merasa tak tertarik sama sekali, ia justru membalik lembar buku yang ia baca. "Tidak," jawabnya singkat dan padat.

"Oh! Ayolah, Julia! Ayo kita berfoto berdua!" Hana menarik lengan Julia beberapa kali. "Ayolah!" rengek Hana sekali lagi seraya memasang ekspresi yang memelas. "Foto bersamaku!"

    Hana berusaha keras menarik Julia masuk ke peradaban. Selama ini, gadis itu bersikap kuno sekali. Kenapa baca buku? Sekarang ada novel yang bisa dibaca daring! Hana kembali merengek. "Kumohon, Julia ... sekali ini saja."

"Hhh." Julia menghela napas panjang. Hatinya luluh juga saat sang sahabat terlihat meminta belas kasihan darinya. "Baiklah," ucap Julia pada akhirnya. Gadis itu memang tidak suka melihat kemurungan orang lain. "Tapi setelah ini, jangan ganggu aku belajar ya," pesannya kepada sang sahabat.

Hana bersorak gembira ketika Julia mendekatkan meja mereka. Lalu gadis itu menyimpan semua buku pelajarannya ke dalam laci, dan kemudian melirik Hana sekilas. Ia pun langsung bergidik seram saat menyadari ekspresi sahabatnya. 

Hana sedang melihatnya tanpa berkedip sama sekali. 

"Hei, berhenti menatapku seperti itu!" tegas Julia dengan ekspresi kesal. 

Hana hanya tertawa saja melihatnya. Jujur, ia ingin sekali melihat Julia menjadi gadis yang ceria sama sepertinya. Akan tetapi, Hana tak tahu bagaimana cara untuk meruntuhkan dinding es yang selama ini melekat pada sang gadis. 

"Eh, ayo, kita nonton Youtube!" ajak Hana sambil membuka aplikasi berwarna merah di ponselnya.

Julia mengernyit kebingungan. "Hm? Apa itu?" tanyanya lugu. Hana tampak syok melihat reaksi Julia, sedangkan yang ditatap dengan pandangan terkejut hanya mengedipkan matanya beberapa kali. "Kenapa?" tanya sang gadis Peterson, bingung.

"Julia, kau itu punya ponsel, kan?" tanya Hana, masih dengan keterkejutannya. Julia mengangguk singkat dan mengeluarkan ponselnya dari dalam tas. "Ini, kan?"

Hana tak mampu berkata-kata selama beberapa saat. "Bukan main," gumamnya takjub setelah sadar dari lamunan. "Di zaman sekarang, kau masih pakai ponsel tekan seperti ini?!"

Julia semakin mengerutkan keningnya, merasa jengkel dengan ucapan sang sahabat yang terkesan meremehkan. "Memangnya kenapa? Ponsel jenis ini tahan lama, awet baterai serta mudah digunakan kapan saja."

"Ya, itu benar. Tapi ini sudah sangat ketinggalan zaman, Julia!" Hana tak habis pikir, mengapa anak orang kaya seperti Julia memiliki ponsel keluaran lama yang tidak banyak lagi orang-orang mau memakainya? Julia sepertinya tak punya selera yang bagus. Hana turut prihatin untuknya. 

"Coba nanti kau minta sama Papa dan Mamamu untuk membelikanmu ponsel seperti ini!" Hana menunjukkan kecanggihan ponsel yang ia miliki. "Lihat! Dia bisa mengenali wajah kita sekali kita arahkan ke depan! Hebat sekali, bukan?"

Julia hanya tersenyum menyaksikan antusiasme Hana terhadap media komunikasi zaman sekarang. Memang, semakin berkembangnya zaman, maka akan semakin maju pulalah teknologi yang mengikutinya. Hanya saja, Julia pikir semua itu harus diiringi dengan kebijaksanaan dari masing-masing pengguna.

    Melihat tingkah Hana, Julia pun beranggapan bahwa itu adalah dampak kecanduan dari benda berbentuk persegi ini. 

"Julia, coba lihat video yang ini." Hana menunjukkan sebuah video yang menayangkan langkah-langkah membuka tutup botol. Tayangan tak berfaedah, tetapi memiliki banyak sekali yang melihatnya?

"Aku tak mau," jawab Julia cepat. Video macam apa itu? Membuatnya tak suka saja saat membaca judulnya. 

"Eh, coba lihat yang ini, lucu sekali dia."

Julia lagi-lagi menggeleng, dan berucap, "Aku tidak suka melihatnya, Hana. Jauhkan ponselmu sejauh mungkin dariku. Semuanya hanya video-video aneh...."

Sahabat pirangnya tak mengindahkan, dan terus saja menyodorkan konten-konten video yang kurang bermanfaat untuk Julia. Sebenarnya, Julia merasa risih saat tahu Hana sibuk menonton video tentang orang-orang yang melakukan hal aneh, dan juga yang suka merugikan orang lain. 

"Apa tujuan mereka berbuat seperti itu?" tanyanya penasaran. Hana yang tertawa terbahak-bahak pun menoleh ke arahnya. "Apa? Kau tak merasa lucu dengan ini? Hei, Juli! Mereka ini sedang melakukan prank! Konyol sekali, bukan? Hihihi."

"Berhentilah menonton itu." Julia langsung merebut ponsel Hana dan mengganti video yang sahabatnya tonton dengan sebuah video tutorial. Cara membuat nasi goreng dan telur gulung. "Sebaiknya kau menonton yang seperti ini saja."

Julia lalu menatap tajam sahabatnya. "Lain kali, carilah video yang lebih bermanfaat di sini. Pasti ada, kan?"

Jujur, dia tidak ingin Hana berubah semakin jauh. Akhir-akhir ini, gadis itu memang sudah merasa ada yang berbeda dengan Hana. Lalu, setelah memiliki ponsel baru yang canggih, gadis itu semakin menjadi-jadi saja.

"Ya, ya, baiklah. Aku akan berhenti menontonnya dulu." Hana terlihat kesal, tetapi setidaknya gadis itu masih mendengarkan ucapan Julia. Setelah pulang sekolah, dia akan mengunduh semua video yang ada di channel itu. Lihat saja!

Julia terlihat menimbang-nimbang sebentar. "Sepertinya ... aku juga akan membeli ponsel baru." Ucapan Julia mendapat respons positif dari sang sahabat. "Sungguh? Benarkah?! Yes, baguslah! Jangan lupa, kau harus punya aplikasi Youtube di ponselmu, ya!" ucap Hana kegirangan.

Julia tersenyum tipis, sahabatnya ini benar-benar gadis yang sangat menyenangkan. Ingin rasanya Julia seperti itu, tapi, apakah dia bisa seceria Hana nanti?

    Mengingat selama ini, ada dinding es yang memenjarakannya? 

+++

Julia berhasil membujuk sang mama untuk membelikannya ponsel pintar terbaru. Ini semua karena ulah Hana yang terus merecokinya dengan kecanggihan benda pipih dan menyala yang kini berada di genggaman tangannya.

Dengan perasaan senang—walau tak terlalu diperlihatkan, Julia pun disibukkan dengan kegiatannya dalam memilih konten-konten video di Youtube yang dirasanya menarik untuk ia tonton. Gadis itu sudah belajar cara memakai ponsel dari Hana yang sudah kecanduan dengan benda itu.

Julia terus menjelajahi aplikasi berwarna merah tersebut sambil menyenandungkan sebuah lagu dengan lirik yang kurang tepat. Hingga dia menemukan sebuah saluran di sana—Badbuddy. Tak ada yang istimewa dari Youtuber yang mengenakan kostum Brown—salah satu karakter dari media sosial Line yang membacakan komentar di videonya pekan lalu.

Penasaran, akhirnya Julia menonton salah satu video yang ada di sana. Videonya sederhana, konten yang tidak menganggu dan tentu saja tak aneh bagi Julia yang memang tidak suka sesuatu yang mencolok. Hanya sebuah saluran kecil yang memberikan edukasi melalui tayangan video yang disampaikan langsung oleh Badbuddy layaknya guru di sekolah.

Menurut Julia, setiap videonya lucu dan beda dari saluran lain yang pernah ia temukan. Suara penyampai materinya pun terdengar merdu di telinga Julia yang baru kali ini menghabiskan waktunya untuk menonton video di internet daripada belajar seharian. Sampai kemudian, Julia mengomentari salah satu video yang paling ia suka sejauh ini.

"Ah, ternyata dia membalas komentarku cepat juga...." Julia tak bisa melakukan apa-apa selain terperangah saat komentarnya dibalas dengan cepat oleh pemilik saluran Youtube tersebut. Akan tetapi, dia merasa sangat senang saat mendapatkannya.

Tak terasa, perubahan pun mulai terjadi kepada Julia. Alih-alih membuka buku, ia malah menonton video, siang dan malam. Gadis itu menonton semua video yang ada di aplikasi penyedia video terbanyak di dunia tanpa kenal waktu. Julia juga mulai terbiasa memberikan komentar di setiap video dan Badbuddy selalu membalas komentarnya dengan ramah.

Julia senang. Ini pertama kali baginya berinteraksi dengan seseorang di dunia maya.

Di salah satu video terbarunya, Badbuddy melepas kostum. Julia begitu terkejut saat melihat Youtuber tersebut memperlihatkan wajah aslinya. Tak disangka, ternyata Youtuber yang ia gemari selama sebulan terakhir adalah lelaki tampan yang memiliki mata berwarna cokelat gelap yang menawan. Julia sampai terpana ketika menyaksikannya.

Hana yang senang dengan perubahan Julia, mengajarinya memakai media sosial seperti Instagram dan juga Facebook. Gadis bermarga Smith itu turut berbahagia dengan sifat Julia yang tak lagi dingin padanya.

Julia kini sering membicarakan banyak hal—terutama tentang ketertarikannya kepada Badbuddy. Hana setuju dengannya. Selera mereka berdua tak pernah salah.

"Aku jadi ingin tahu dengan kehidupan pribadinya, Hana," komentar Julia di suatu pagi. Hana tertawa geli melihat sahabatnya terlihat begitu murung. Julia benar-benar kecanduan teknologi berkat dirinya.

"Kau tergila-gila dengan Badbuddy rupanya. Mengapa tidak mencari tahu saja, media sosial pribadinya? Kau punya instagram, bukan?" Pertanyaan Hana mendapat gelengan dari Julia. "Aku tetap tak bisa menemukannya, Hana," sahut Julia tak bertenaga.

"Hmm, tanya saja padanya di Youtube! Jangan membuat beban pikiran untuk hal sepele seperti itu, Julia."

Akhirnya, Julia memberanikan diri untuk bertanya kepada Badbuddy agar pria itu mau memberi tahukannya akun media sosial apa saja yang ia punya.

"Tentu saja bisa. Ini akun Instagram milikku, j.lcker_"

Bukan main girangnya Julia. Hana sampai tertawa melihat reaksi putri kesayangan dari pengusaha Peterson itu. "Semoga berhasil, Julia Sayang," ucap Hana kepada sang sahabat. Kebahagiaan Julia adalah yang terpenting baginya.

Julia dan Badbuddy lalu saling mengobrol di Instagram, siang dan malam. Gadis itu pun akhirnya mengetahui nama asli dari Youtuber kesukaannya. Namanya Jacob Leckner. Nama yang indah, pikirnya.

Sampai suatu hari, Julia yang benar-benar ingin dekat dengan idolanya meminta nomor ponsel Jacob. Gadis itu bahkan mengabaikan dinding kebekuan yang selama ini ia bangun tinggi-tinggi, hanya untuk sekadar berbicara banyak hal dengan pria itu. 

Semakin lama, hubungan mereka berdua semakin dekat. Julia merasa nyaman dengan pria yang lebih tua dua tahun darinya itu. Perasaannya selalu berbunga-bunga setiap Jacob membalas pesannya dengan kata-kata yang manis. Julia tak mengerti dengan apa yang sedang ia rasakan, seperti ada bermacam perasaan yang bercampur jadi satu.

Seolah-olah, semua perasaan itu sedang memenuhi rongga dadanya. Itu sensasi yang aneh.

Perubahan Julia membuat teman-temannya mendukung usahanya dalam mendekati Jacob. Julia memang mengakui bahwa dia mulai menyukai pria Leckner yang terlihat begitu memikat dengan pesonanya itu. Mereka sangat mendukung gadis Peterson yang belum pernah jatuh cinta. Tak ada yang salah dengan perempuan yang menyatakan perasaan lebih dulu, bukan?

"Ajak saja dia bertemu, Julia," usul Fani, gadis berkucir dua kepada Julia yang sedang fokus memandang ponsel di tangannya. Julia menoleh. "Aku tak berani mengatakannya ...."

Teman-teman sang gadis bersurai cokelat sepinggang merasa gemas. Julia yang sedang jatuh cinta memang agak lucu. Mungkin karena mereka belum terbiasa saja. "Coba sini, pinjam ponselmu," ucap Viola seraya mengambil ponsel Julia secara tiba-tiba.

"Ah, apa yang kalian lakukan!" seru Julia panik. Hana dengan sigap menahan Julia sambil tertawa pelan.

"Mengajak kekasihmu bertemu. Apa lagi?" Ucapan Fani langsung membuat wajah Julia merah padam. Dalam hati, ia mengaminkan ucapan temannya itu.

"Nah, selesai!" Vio mengembalikan ponsel berwarna merah kepada sang pemilik. "Semoga beruntung, Julia!"

Julia tersenyum lebar, sambil mendekap ponselnya, ia berkata, "Terima kasih banyak, teman-teman." Sungguh, ia tidak sabar lagi untuk segera bertemu dengan Jacob.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status