Alva bangun terlebih dahulu pagi ini, dia masih berada didalam kamar yang di dominasi warna putih pink milik Aurel.
Alva tersenyum tipis saat melihat punggung telanjang Aurel, Aurel masih tertidur pulas membelakanginya. Setelah tadi malam Aurel membujuknya agar dia tetap berada disana dan menemani Aurel tidur. Alva kembali menggagahi Aurel sampai gadis itu lemas dan tak berdaya.
Alva beringsut mendekat dan memeluk tubuh polos Aurel. Dada bidangnya menempel pada punggung polos Aurel. Berkat sentuhan Alva, tubuh Aurel menggeliat singkat.
"Morning Baby." sapa Alva lembut tepat didepan telinga Aurel. Tak lupa Alva mengulum daun telinga Aurel nikmat.
Aurel menggeliat kegelian, "Kak, Aurel ngantuk." ucap Aurel dengan mata tertutup. Rasa kantuk masih menguasai dirinya.
"Tidurlah, Kakak akan mandi dan pergi ke kantor." ucap Alva sambil mengecup pundak Aurel.
Aurel membuka matanya dan berbalik menatap Alva polos. Alva tersenyum tipis melihat wajah Aurel. "Kenapa Baby?"
"Kakak ke kantor ya."
Alva mengangguk singkat. "Kamu tidurlah, nanti Kakak akan buatkan sarapan untuk kamu sebelum pergi ke kantor."
Aurel menggelengkan kepalanya. "Jangan Aurel aja, Kakak mandi aja." ujar Aurel sambil tersenyum.
Alva mengusap rambut Aurel lembut "Why?"
Aurel menggedikkan bahunya singkat, "Aurel pengen aja nyiapin sarapan buat Kak."
"Hmm, ketimbang membuatkan sarapan, bagaimana jika kamu yang menjadi sarapan ku pagi ini Baby." ucap Alva sambil mengusap kejantanannya pada paha Aurel.
Pipi Aurel memerah saat mendengar ucapan Alva. Tak perduli dengan wajah Aurel yang tersipu-sipu. Alva bergulir menaiki Aurel, kedua tangan Alva berada disebelah pundak Aurel. "Bagaimana Aurel?"
"Kakak kan mau ke kantor."
"Kantor milikku sayang, Kakak bisa kapan pun pergi ke kantor." ujar Alva sambil mengocok kejantanannya dengan tangannya.
"Dan Aurel punya Kakak, Kakak bisa kapan pun sama Aurel." ujar Aurel pelan sambil mengusap dada Alva.
Damn! Jantung Alva berdetak cepat sekali. Alva merasa dia kembali ke masa pubertas. Dia sangat bahagia mendengar ucapan remaja di depannya ini.
Alva menunduk dan mencium Aurel singkat. "Dan aku ingin memiliki mu pagi ini Aurel." ujar Alva sambil mengecup dan menggigit kecil bibir Aurel.
Aurel mengalungkan tangannya dileher Alva, mengusap lembut pundak dan tengkuk Alva.
"Aurel?"
"Do it." ujar Aurel pelan lalu melumat bibir Alva. Alva tersenyum dalam ciumannya. Keduanya saling melumat, membelit dan menggigit satu sama lain.
Tak tinggal diam, tangan Alva mulai bergerak. Tangan kanannya meraup payudara Aurel dan meremasnya gemas. Sedangkan tangan kirinya menggenggam kejantanannya dan mengarahkannya pada bibir kewanitaan Aurel.
"Ahhh." Aurel melenguh saat milik Alva sudah berada di dalam miliknya. Alva mulai menggerakkannya dengan ritme teratur.
Alva terus memompa miliknya, mencoba mengembalikan malam panas mereka. Tak butuh waktu lama, rasanya tubuh Aurel ingin meledak, Alva membuatnya merasakan kembali kenikmatan yang tadi malam dirasakannya.
Aurel terus melenguh mendesah nikmat dibawah Alva. Bukan hanya Aurel, Alva juga merasakan hal yang sama. Miliknya benar-benar sangat menikmati hangatnya kewanitaannya Aurel. Rasanya Alva ingin merasakan hal ini lagi dan lagi.
Alva menekan miliknya jauh kedalam titik terdalam kewanitaan Aurel. Alva mengeram nikmat saat miliknya dijepit layaknya diurut oleh milik Aurel yang sangat sempit.
Alva menarik miliknya saat miliknya puas menyemprotkan cairannya. Kewanitaan Aurel berkedut saat Alva menarik miliknya keluar. Alva mengusap lembut milik Aurel yang masih terbuka lebar.
"Terima kasih Aurel."
Aurel mengangguk pelan sambil tersenyum manis pada Alva.
"Tidurlah, kamu pasti masih sangat lelah." ucap Alva sambil berdiri dan menyelimuti tubuh Aurel.
Aurel mengangguk pelan. Aurel menutup matanya setelah Alva mengecup keningnya lembut dan keluar dengan tubuh telanjangnya.
*****
Aurel terbangun saat ponselnya berdering keras. Dengan malas Aurel meraih ponselnya dengan mata tertutup. Aurel mengangkat telpon tersebut tanpa melihat siapa si penelpon.
"Hal---."
"Halo Aurel, kamu dimana dek?"
Mata Aurel terbelalak lebar saat mendengar sapaan diujung telpon. Itu suara yang sangat dikenalnya, itu adalah suara Jessi, Kakaknya.
Aurel berdehem pelan. "Dirumah Kak, kenapa Kak?" tanya Aurel was-was.
Kak Jessi gak tau kan kalau dia habis tidur dan melayani suaminya? Batin Aurel.
"Ini Kakak lagi di bandara, nanti kamu bisa jemput Kakak kan dek?" tanya Jessi lembut.
"Hmm bisa Kak, tapi-- kenapa gak minta Kak Alva Kak?" tanya Aurel bingung.
Benar bukan.. Kenapa harus dia? Kenapa bukan Alva suaminya? Apa Alva sesibuk itu tidak bisa menjemput istrinya? Tidak mungkin, tadi pagi saja pria itu rela mengulur waktu ke kantor hanya untuk menikmati Aurel.
"Gak papa, Kakak pengen sekalian keluar sama kamu. Jarang kan kita bisa keluar berdua."
"Hmm, iya sih Kak."
"Kamu bisa kan?"
"Bisa Kak, jam berapa?"
"Hmm kira-kira jam 3 Kakak sampai. Ku dari rumah jam 2 aja. Nanti kamu tinggalin kunci ditempat biasa aja."
"I---ya Kak."
"Ya udah Kakak tutup ya dek."
Aurel hanya berdehem dan membiarkan Jessi menutup teleponnya. Mata Aurel menangkap sebuah pemandangan yang tidak biasa dari kamarnya.
Aurel diam menatap keadaan kamarnya. Kamarnya sangat berantakan saat ini, guling yang berceceran di lantai, sprei yang tidak beraturan. Perlahan bibirnya terangkat keatas membentuk sebuah senyuman saat matanya bersirobok dengan sebuah nampan di nakas sebelah tempat tidurnya.
Aurel mendekat pada sisi tempat tidur dimana nampan itu berada, ada semangkok bubur, segelas air dan beberapa butir obat disana. Aurel mengernyit heran, dia tidak mengerti mengapa ada obat disana padahal dia sedang tidak sakit.
Aurel meraih sebuah surat yang ada di sebelah obat tersebut. Surat tersebut dari Alva.
"Aurel, Kakak pergi kekantor mungkin pulang malam. Kakak sudah menyiapkan sarapan untuk kamu dan juga obat. Jangan lupa dimakan sarapannya dan obatnya juga diminum ya."
Aurel memanyunkan bibirnya beberapa senti. "Aurel kan gak sakit, kenapa harus minum obat."
Aurel mengambil mangkok yang berisi bubur, Aurel menyendok dan menyuap bubur kedalam mulutnya dengan tangan kanan. Sedangkan tangan kirinya bergerak pada layar ponselnya untuk mencari nomor Alva.
Tak berlama-lama Aurel langsung menghubungi nomor Alva. Dan begitu juga dengan Alva, Alva langsung mengangkatnya bahkan sejak dering pertama.
"Halo Aurel, ada apa?" sapa Alva cepat.
"Kak, kenapa Aurel harus minum obat? Aurel kan gak sakit Kak." protes Aurel lucu.
Alva terkekeh pelan saat mendengar protes bernada menggemaskan dari Aurel. "Kamu memang tidak sakit Baby." jawab Alva lembut.
"Jadi kenapa Kakak minta Aurel minum obat?"
"Hmm, tadi malam bahkan tadi pagi Kakak mengeluarkannya didalam sayang. Jadi obat itu bisa menunda kehamilan. Kamu tidak mau hamil bukan?"
Aurel diam mengambil jeda. Lalu bergumam sambil menganggukkan kepalanya. "Jadi Aurel harus minum Kak?"
"Iya sayang."
"Ya udah deh. Tapi Kak----"
"Ya.."
"Hmm kalau Kak Jessi pulang---"
"Kenapa kalau Jessi pulang?"
"Aurel gak bisa tidur sama Kakak dong."
Alva terkekeh kecil. Alva benar-benar tidak menyangka gadis kecil yang menjadi fantasi liar nya selama setahun ini benar-benar menginginkannya.
"Kak Alva."
"Tentu saja bisa. Apa kamu mau kita tidur bersama lagi nanti malam?"
"Iya, tapi Kak Jessi kan udah pulang."
"Lalu mengapa?" tanya Alva.
"Ihhh Kak Alva!"
"Lalu mengapa jika Jessi pulang sayang?"
Aurel tersipu mendengar ucapan lembut dari Alva. "Kakak pasti tidur nya sama Kak Jessi."
"Kakak akan tidur bersama kamu nanti malam."
"Dikamar Aurel?"
"Dihotel, nanti malam keluarlah. Izin pada Jessi untuk pergi menginap dirumah teman."
Aurel bergumam pelan.
"Hm Aurel sudah dulu ya. Kamu jangan lupa makan dan minum obatnya."
"Iya Kak."
"See you Baby."
"See you Kak."
Aurel masih tersipu-sipu bahkan saat Alva sudah mematikan telponnya.
*****
Aurel menjemput Jessi seperti yang sudah dijanjikannya. Aurel mengenakan pakaian dengan leher tinggi untuk menutupi jejak kepemilikan yang dibubuhkan Alva dilehernya.
"Aurel." panggil Jessi sambil melambai.
Aurel tersenyum tipis dan menghampiri Jessi. "Udah lama Kak?"
"Belum kok, kamu tumben pakai baju panjang?" tanya Jessi dengan dahi berkerut saat melihat pakaian Aurel.
"Hmm?"
"Ahh ini Kak, Aurel ada kerja kelompok nanti dirumah teman. Hmm filming gitu, jadi udah ada dresscode nya."
"Hmm gitu, yah berarti kita gak bisa keluar dong? Padahal Kakak pengen jalan-jalan sama kamu." sesal Jessi.
Aurel menggaruk alisnya pelan.
"Ya udah deh gak papa, kamu drop Kakak dirumah aja. Nanti kamu langsung pergi kerumah teman kamu."
"Tapi Kak----"
"Kita masih bisa jalan lain kali, tugas kamu lebih penting." ujar Jessi sambil tersenyum lebar.
Aurel menatap tidak enak pada Jessi. Kerja kelompok? Hahaha alasan yang sempurna bukan? Kerja kelompok apa yang dilakukan dihotel berdua dengan Kakak iparnya sendiri.
"Udah gak papa, ayok antar Kakak pulang."
"Ya udah deh." ujar Aurel pasrah.
Aurel dan Jessi menuju mobil mereka dan langsung melaju kembali ke rumah. Seperti yang dibicarakan sebelumnya, Aurel hanya ngedrop Jessi didepan rumah dan kembali pergi. Pergi kerja kelompok, kerja kelompok dihotel bersama Kakak iparnya..
*****
Aurelsudah berada dikamar hotel yang dibooking oleh Alva. Alva belum berada disana, karna lelaki itu belum pulang dari kantor. Aurel menonton televisi sambil berbaring ditempat tidur. Sesekali matanya menoleh pada jam, entahlah dia sangat ingin cepat-cepat bertemu dengan pria yang sudah menggagahinya tadi malam.Aurel mengendus sebal, dalam hati dia bertanya mengapa waktu berjalan lama sekali. Ingin rasanya dia menjemput pria itu ke kantor dan membawanya pulang sekarang juga.
Aurelsudah kembali ke rumah sejak pagi-pagi buta, begitu juga dengan Alva. Tentu saja keduanya kembali dengan mobil yang berbeda. Kini Aurel sudah berada dimeja makan dan berhadapan dengan Alva dan Jessi."Kuliah kamu gimana Aurel?" tanya Jessi membuka obrolan."Hm? Baik Kak, good gak ada masalah apapun." ujar Aurel sambil menatap Jessi.
Aurelsudah berada didepan kediaman orang tua Alva, Aurel pergi dengan Alva dan Jessi. Awalnya Aurel khawatir jika harus melihat Alva dan Jessi yang bermesraan di kursi depan. Aurel takut melihat adegan yang sebelumnya dilakukan Alva dengan dirinya. Aurel takut jika Alva menggenggam tangan Jessi dan mengecup mesra tangan Kakak nya itu.Egois memang. Namun semua tidak seperti yang dibayangkannya, Alva hanya sibuk menyetir dan Jessi sibuk dengan iPad-nya dan berbicara sesekali pada Aurel.
Waktuberjalan dengan cepat, sudah enam bulan berlalu sejak Aurel dan Alva punya hubungan diam-diam, sudah ada enam bulan mereka saling memberi rasa dan kenikmatan satu sama lain. Selama enam bulan ini keduanya melakoni sandiwara dengan hebat. Keduanya bersikap seolah mereka adalah ipar yang rukun dan damai.Tak jarang selama enam bulan ini Alva menerima pujian karna perhatian yang diberikannya pada Aurel adik iparnya yang mana terkadang Jessi Kakaknya pun tidak memberikan perhatian te
"Kak Al.""Hm?""Kakak sayang Aurel gak?" tanya Aurel sambil menatap Alva yang sedang menyetir.Alva menoleh pada Aurel, "Aurel----"
"Alva?" panggil tante Aliya.Keterdiaman Alva membuat Aurel semakin takut. Namun tak lama Aurel terkesiap saat tangannya diraih dan digenggam oleh Alva. Aurel menatap Alva dengan tatapan takut."Hmm, sebelumnya Alva minta maaf sama Mama, mungkin sikap Alva ini mengecewakan Mama."
Hari ini adalah hari pernikahan Aurel dan Alva. Pernikahan mereka diadakan saat Jessi berada di luar kota secara kecil-kecilan dan hanya mengundang keluarga Mahardika. Ada pro dan kontra di dalam pernikahan rahasia mereka. Pihak pro menyetujui hal itu karna menurut mereka Jessi tidak bisa menjadi istri yang baik karna sudah 10 tahun Jessi belum bisa memberikan keturunan untuk Alva. Sedangkan pihak kontra menolak pernikahan itu namun mereka tidak bisa berbuat apa pun. Dan alasannya adalah karna Aurel merupakan adik Jessi, bagaimana bisa Alva menikahi dua Kakak beradik. "Hai my little wife, you look so hot Baby." ucap Alva sambil memeluk Aurel dari belakang. Aurel menoleh kebelakang menatap Alva dan tersenyum. "Kak Al." panggil Aurel.
Sudah seminggu Aurel dan Alva menikah, selama seminggu ini Alva membenarkan ucapannya. Alva sama sekali tidak membiarkan Aurel untuk beranjak dari tempat tidur kecuali saat makan dan mandi. Selain itu, mereka hanya berada di tempat tidur saling memuaskan dan memberi kepuasan. Tidak ada yang bisa melarang Alva bahkan Mama Aliya sekalipun. Hari ini Jessi kembali dari luar kota, mau tidak mau Aurel dan Alva harus kembali bersandiwara seakan mereka ipargoals. Aurel belum membicarakan mengenai dirinya yang akan tinggal di rumah Mama Aliya. Namun Aurel berencana untuk membicarakan tentang itu hari ini. "Kak Jessi, sibuk?" tanya Aurel saat menghampiri Jessi di ruang tamu. "Enggak dek, kenapa?" tanya J