Share

[5] A CONCERN TWIN BROTHER

"Chill, bro. Everyone has passed a moment of their fool self, including yourself."

- Gray Nicklaus, It's Ours

🎀

Selama dua jam lebih mereka berada di kafe, saat Anthony memutuskan untuk pulang, semuanya juga mengikuti. Karena jika tidak ada yang membubarkan mereka, pasti mereka masih berada di kafe tersebut, berkongko.

Jasmine selama dua jam berada di lingkungan mereka langsung menyatu dengan mereka yang sangat ramah dan bersahabat dengannya. Bisa di bilang, sekarang Jasmine adalah bagian dari mereka. Tapi dia tidak langsung menyimpulkan dan bergembira ria. Nanti yang ada dia di bilang sokab.

Tapi sekarang mereka, Jasmine dan Gray sedang berjalan pulang. Gray, yang dengan besar kepala mengklaim dirinya adalah pria yang bertanggung jawab, mengantar Jasmine pulang sampai ke depan rumahnya.

Mereka berhenti di sebuah rumah besar dengan dua tingkat, di dalam sebuah komplek perumahan elit di daerah Tangerang. Rumah itu terlihat mewah dari luar, berwarna putih yang menambah daya pikatnya. Pagar tembok menjulang tinggi, dihiasi dengan tanaman merambat di atasnya. Setiap orang yang melihatnya pasti akan terkagum.

Sudah bisa dilihat dari luar, design pintu masuk utama seperti sebuah kerajaan. Tangga yang besar, menuju ke pintu kayu ukir yang sangat indah.

"Jadi lo tinggal di sini?" Gray menunjuk rumah besar tersebut dengan jari telunjuknya. Dia juga masih mengagumi rumah tersebut. Jauh berbeda dengan rumahnya, dia masih terkagum-kagum dengan rumah Jasmine. Lalu dia mengalihkan matanya kepada Jasmine yang terlihat santai.

"Iya. Lo mau masuk?" Jasmine menawarkan. Dia hanya bersikap ramah kepada seseorang yang telah mengantarnya pulang. Lagi pula, dirumahnya sedang tidak ada orang kecuali Zack, itupun kalau dia sudah pulang dari kampus.

"Gak usah, gue langsung balik aja. Mungkin lain kali." Gray menolak dengan halus. Bukannya dia tidak mau masuk ke dalam rumah sebesar itu, dia juga temannya. Dia hanya ingin langsung pulang dan berbicara dengan Anthony. Karena, dia yakin kalau dirinya akan mendapat ceramah yang panjang. Anthony sangat tahu dirinya, sama seperti dirinya kepada Anthony.

"Oke, gue masuk duluan. Lo hati-hati di jalan." Bersamaan dengan Jasmine yang baru saja memegang pintu mobil untuk keluar, sebuah mobil Jeep berwarna hitam berhenti di depan mobil Gray. Tidak benar-benar berhenti di depan mobilnya seperti menghadang, tapi berhenti di gerbang yang berwarna hitam menjulang tinggi itu.

Gray tidak memiliki kesempatan untuk bertanya, karena Jasmine sudah keluar dari mobilnya. Jadi dia menunggu-nunggu, bila dia beruntung, sang pemilik mobil akan keluar. Gray melihat Jasmine mendekati mobil tersebut, lalu dia melambai ke kaca yang gelap. Penantian Gray tidak membuahkan hasil, sampai Jasmine sudah masuk ke dalam rumahnya, diikuti juga dengan mobil Jeep tersebut. Gray jadi dibuat semakin penasaran akan siapa pemilik mobil Jeep tersebut. Mungkin saja itu Ayahnya?

🎀

Gray memarkirkan mobilnya di halaman depan rumahnya. Di rumah mereka yang tidak bertingkat, tapi sangat luas. Mereka hanya memiliki garasi yang terbuka. Hanya ada sebuah atap di samping rumah mereka yang memuat 3 mobil.

Dia melihat mobil Anthony yang sudah terparkir di garasi. Itu berarti Anthony sudah pulang dan dia harus bersiap mendengar ocehan Anthony tentang Jasmine.

Gray berdiri di depan pintu rumah, siap untuk mengetuk pintu. Tapi belum juga dia mengangkat tangannya, pintu rumah sudah terbuka dari dalam, memperlihatkan Anthony. Kedua tangannya dimasukkan ke dalam saku celana pendek yang ia kenakan.

"Ke kamar gue, sekarang." Perintah Anthony, menatap Gray dengan tatapan datar. Lalu Anthony membalikkan badan, meninggalkan Gray berdiri sendiri di depan pintu rumah mereka. Gray menyerukan bahunya acuh dan mulai masuk ke dalam rumah, menutup pintu sambil dia berjalan masuk.

"Hai, Ma." Gray menyapa Nicky, sang Ibu dengan melambaikan tangannya sambil berlalu untuk ke kamar Anthony.

"Gray!" Nicky menegur anaknya itu. "Buka sepatumu sebelum masuk ke dalam rumah. Sudah berapa kali Mama ingatkan."

Tapi Gray hanya bisa menyengir, menunjukkan dua jarinya tanpa merasa bersalah. Dia tidak membalas, dia tidak mau menjadi anak durhaka kepada orang tuanya. Tapi, dia bisa bercanda gurau seperti ini hanya kepada Ibunya, kepada Ayahnya? Eeh. Bobby adalah pria yang terlalu kaku dan patuh pada peraturan.

"Sudah, Ma?" Gray menatap Ibunya bosan.

"Gray!" Dia tertawa mendengar Nicky kembali memarahinya. Menurut dia dan Anthony itu adalah kesenangan tersendiri untuk melihat Ibunya frustrasi merawat mereka. Tapi dia berhasil membesarkan mereka menjadi cowok-cowok yang tampan dan menjadi pujaan setiap cewek.

Anthony sudah menunggu Gray lama untuk tiba di kamarnya. Entah apa yang ia lakukan sebelum ke kamarnya. Tapi dia sudah menyiapkan beberapa hal yang harus ia sampaikan kepada Gray. Sebagai abang yang lebih tua dua puluh menit dari Gray, Anthony harus lebih bersikap dewasa dari Gray. Dan melihat satu sisi dari semua sudut pandang.

"Yo, Tony." Gray melempar tas ransel miliknya dengan sembarangan di atas meja belajar Anthony. Mereka memang kembar, tapi sekarang mereka memiliki kamar masing-masing. Gray sendiri yang meminta untuk punya kamar sendiri dan dari situ mereka sudah berbeda kamar. Dan saat itu Gray baru berumur 6 tahun.

Gray menjatuhkan dirinya di atas kasur, lalu merebahkan badannya. Sedangkan Anthony duduk di kursi. Dia memperhatikan Gray dengan jeli, tidak ada yang berbeda dengannya.

"Siapa cewek tadi? Pacar baru lo?" Tanya Anthony berterus terang. Gray dengan cepat membuka matanya yang tadinya sedang tertutup karena dia merasa lelah. Tapi pertanyaan yang sungguh mengejutkan bagi Gray, membuatnya harus membuka lebar mata dan telinganya. Kemudian Gray membangunkan dirinya ke posisi duduk, lalu menatap Anthony.

"Kok lo jadi berasumsi gitu sih?" Gray balik bertanya dengan sewot. Dia menatap Anthony dengan tidak suka.

"Gue cuma nanya." Sahut Anthony dengan santai.

"Tapi pendengaran gue berkata kalau lo itu nuduh gue! Kok lo jadi judgemental gini?" Percikan memanas pun mulai terasa di antara kembaran tersebut.

Anthony menghela napas, menengadah kepalanya ke belakang. Dia tidak mengerti lagi dengan cara apa yang harus ia lakukan untuk membuat Gray sadar, kalau pacaran itu tidak bagus untuk dirinya. Itu hanya akan menghancurkan dirinya sama seperti sebelumnya. Anthony tidak ingin melihat kejadian itu terulang lagi. Melihat saudara kembarannya seperti orang hilang, bahkan hampir melukai dirinya sendiri. Kalau bukan karena dirinya yang datang tepat waktu, mungkin Gray hanya tinggal nama saja hari ini. Nama yang akan dikenang oleh Anthony sebagai nama terbodoh yang pernah ia kenal.

"Gue gak judgemental, Gray. Lo sadar gak apa yang lo lakuin sekarang akan ada akhirnya? Dan lo ingat apa yang terjadi sebelumnya? Gue cuma berharap lo ingat kejadian itu, Gray. Karena gua gak akan selalu ada disamping lo buat nyelametin lo lagi dari kelakuan konyol lo itu. Karena yang lo lakuin sebelumnya itu sangat konyol, Gray Nicklaus. Cuma gara-gara cewek dan patah hati aja, lo sampai mau bunuh diri? Ditambah nangis berkepanjangan. Gray, kamar lo itu gak kedap suara. Lain kali kalau mau nangis kayak serigala gitu, cari tempat yang kedap suara atau sekalian aja di hutan."

Gray mengerutkan dahinya, bibirnya dimanyunkan. Dia benci saat Anthony membawa-bawa hal terbodoh dalam hidupnya itu. Ya, dia mengaku kalau dirinya pernah melakukan hal gila itu dan dia menyesalinya.

"Sialan lo, Tony." Gray bangun dari kasur, merambat tasnya dengan kesal, lalu keluar dari kamar Anthony tanpa menutup pintunya.

Anthony melihat kepergian Gray dengan begitu saja. Dia tidak merasa bersalah dengan apa yang dia ucapkan tadi kepada kembarannya itu. Biarkan dia memikirkan tentang kejadian itu sendiri. Biarkan dia merenung di dalam kamarnya ataupun mengunci pintu kamarnya seperti seorang pecundang.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status