Share

04. Hari Pertama Bekerja

Kemarin, jika saja Bu Maryam belum menceritakan hal ini pada Ester, mungkin saat kakinya melangkah ke Ree Charta Company Group Tower ini dia akan sangat bahagia sekali, tapi kali ini dia sepertinya mendapatkan sebuah beban yang berat, masa iya dihari pertama saja dia harus mencari tahu seorang yang bernama Ravindra Altezza, yang bahkan gambarnya di media apapun tak pernah ada. Selain dia mencari laki-laki itu, dia juga harus melindunginya? What! Kata-kata melindungi ini terdengar ganjil sekali, darimana ceritanya seorang wanita melindungi laki-laki yang bahkan mungkin sudah memiliki pengawal pribadi sendiri.

Saat tiba di lobi Gedung pencakar langit ini, langkah kakinya makin berat, dia melihat pengumuman disana, kalau pegawai baru dari RCT harus naik menuju lantai 17 dengan menggunakan kartu akses yang diberikan di resepsionis dengan menunjukkan bukti pemanggilan dirinya, artinya sekarang ini dia harus pergi ke resepsionis dulu dan memperlihatkan email itu. Langkah kaki yang harusnya cepat ini malah melambat, rasanya dia ingin pulang saja dan hidup normal seperti sebelumnya, tapi sayang sekali tak mungkin! Takdir itu sudah menjadi miliknya, dia tak bisa menolaknya dengan seenaknya.

“Mbak, Saya salah satu karyawan baru di Ree Charta Technology … ehm …” Ester bingung bagaimana melanjutkan kalimatnya, entah kenapa tiba-tiba kepalanya menjadi blank.

“Boleh saya lihat email pemberitahuannya?” tanya wanita dengan label nama Ina itu dengan sangat ramah.

“Ah iya … ini.” Kemudian Ester, menunjukkan email pemanggilan namanya itu dari benda pipih yang ada di katong rok yang dia pakai.

Ina lalu melihatnya dan melakukan scan barcode yang tertera disana, melihat kecanggihan ini Ester tersenyum sendiri, dia baru menyadari fungsi lain dari barcode yang ada disana.

“Ini kartu aksesnya Mbak Nazifah, nanti langsung ke lantai tujuh belas saja, waktu keluar lift langsung belok ke kiri, disana akan ada beberapa staff yang menunggu kedatangan karyawan baru dari RCT.” Dia menjelaskan dengan sangat lugas sekali, Ester menyukai gayanya bicara, wajar saja RCCG ini benar-benar memiliki orang-orang yang sangat profesional batinnya.

Ester berjalan mengikuti semua instruksi yang diberikan resepsionis bernama Ina itu, dengan hati yang sebenarnya terdapat beban membuatnya menjadi sedikit lamban dalam melangkahkan kakinya, terkesan tak bersemangat.

Setelah keluar dari lift itu, dia segera belok kekiri dan benar saja, beberapa orang staff yang cantik dan juga tampan ini menyapanya dengan ramah.

“Calon Karyawan baru RCT ya Mbak?” Sapa salah seorang laki-laki dengan gantungan nama Darris.

“Iya.” Jawab Ester sambil membalas senyuman itu.

“Dengan?” tanyanya ramah.

“Nazifah Aliester.” Ucap Ester.

Kemudian laki-laki itu, mengambil benda pipih dari dalam saki jasnya dan tersenyum, “mari ikut saya.” Dia berjalan mendahului Ester di depan dan Ester mengekor dibelakangnya.

Mereka masuk dalam sebuah ruangan yang cukup besar, dengan beberapa round table, benar-benar seperti acara penyambutan yang luar biasa bagi Ester, karena biasanya tak pernah ada orang yang memperlakukan calon pegawai semanis ini.

“Silahkan duduk.” Laki-laki bernama Darris ini mempersilahkan Ester duduk disalah satu tempat dengan papan namanya sudah ada disana.

“Terima kasih.” Ucapnya lalu menarik kursi itu.

Disana sudah nampak beberapa orang yang sudah lebih dulu hadir di tempat ini, wajah mereka benar-benar terlihat sumringah. Pasti pikiran mereka saat ini sangat berbunga-bunga dan jelas ini tak pernah ditemui di perusahaan manapun.

Ester tersenyum dengan perempuan yang ada disebelahnya, wanita itu bernama Izti, dia tahu jelas label namanya diatas meja sama seperti Ester.

“Hai …” Sapa Ester, dia adalah salah satu orang yang tak bisa hanya duduk diam saja ditempat asing jika ada orang yang bisa dia ajak untuk bicara.

“Hai …” balas Izti dengan tersenyum.

“Dibagian mana?” Ester bertanya.

“Aku kebetulan dibagian pengembangan teknologi.” Ucapnya sambil membenarkan kacamatanya.

“Oh …” Ester berharap dia bertanya balik, tapi sepertinya wanita itu sibuk sendiri dan tak terlalu memedulikan kanan dan kirinya.

Lalu Ester melihat teman satu lagi yang barusan datang, namanya Nina.

“Hai Nina …” Sapanya pada wanita itu.

“Hai …” wanita itu menjulurkan tangannya dan dibalas oleh Ester dengan jabatan tangan pula.

“Nazifah ya … Kau dibagian apa?” Tanyanya sambil tersenyum, berbeda dengan wanita yang bernama Izti tadi yang sekarang dia malah sibuk dengan gadgetnya.

“Aku bagian pemasaran.” Jawab Ester sambil tersenyum ramah, “Kalau kamu sendiri?”

“Administrasi berkas dibagian pengembang, hanya seorang staff biasa. Kamu jabatan apa?” tanyanya begitu antusias.

Ester sebenarnya tak enak untuk mengatakannya karena baginya jabatan itu sama saja, “Aku Asisten Pemasaran.” Jawab Ester sambil senyum-senyum malu, ternyata hal ini membuat wanita bernama Izti itu menghentikan kegiatannya.

“Kau Asisten Pemasaran?” Tanyanya pada Ester.

Dan Ester yang mendapat pertanyaan tiba-tiba dari tetangganya yang sebelumnya sangat cuek itu sedikit terkejut, lalu dia menjawab dengan anggukan saja.

“Artinya kau nanti akan berurusan dengan Pimpinan kita langsung.” Ucapnya sambil menutup mulutnya dengan kedua tangannya.

“Memangnya kenapa?” Tanya Ester bingung mendengar ucapan wanita ini barusan, terus masalahnya dimana kalau misalnya dia langsung berhubungan dengan pimpinan langsung?

Eh tunggu dulu … maksudnya pimpinan artinya CEO kan ya? Artinya itu adalah Ravindra Altezza? Entah kenapa dalam hatinya dia berteriak kencang sekali saat ini, tak perlu susah untuk mencari siapa pimpinannya dan bagaimana cara untuk mendekatinya.

“Apa kau bilang?” Ester berusaha untuk memastikan kalau info dari wanita itu benar.

“Ya, dan kau harus tahu gosip ini, kalau pimpinan kita itu menyeramkan.” Ucapnya sambil berbisik.

“Apa … menyeramkan?” Ester benar-benar tak habis pikir nasib apa yang akan terjadi padanya kedepannya nanti.

Mereka baru bertemu mulai berghibah tentang perusahaan ini, maksudnya tentang bos mereka nantinya, sampai akhirnya kegiatan ini dihentikan saat suara mikrofon sudah mulai berbunyi dan beberapa orang sudah membagikan dokumen satu map pada masing-masing calon pegawai itu. Diatas map itu juga sudah terdapat namanya.

Ester membukanya, ternyata itu isi berupa Kontrak perjanjian Kerja serta sebuah copy offering letter yang sebelumnya sudah lebih dulu mereka tandatangani yang di scan dan mereka upload di link yang diberikan di email masing-masing. Untuk dokumen dalam map tersebut mereka harus menandatanganinya dilembar yang telah diberi materai lalu di paraf ditiap lembar setelah dibaca dengan seksama, setelah selesai maka mereka tinggal angkat tangan saja agar staff disana membantu untuk mengambil berkas mereka.

Setelah semuanya selesai, maka ada pengarahan langsung dari Kepala HRD Ree Charta Company Group, karena mereka yang ada dalam ruangan ini tak hanya untuk ree charta technology saja, tapi beberapa anak usaha lainnya. Setelah pengarahan tersebut, Nazifah diajak seorang staf wanita dengan nama Indah untuk ikut bersama dengannya.

Wanita bernama Indah ini berpenampilan umumnya wanita karir yang sering dia lihat dalam drama televisi, sangat cantik dengan blazer coklat dan pump shoes lima sentimeter saja, tidak terlalu tinggi karena mungkin wanita ini memiliki tinggi diatas rata-rata wanita asia, Ester mengikutinya dari belakang, dia mengatakan akan mengajak Ester segera ke ruangan tempatnya bekerja dan mereka semua berpisah ditempat ini, karena mereka sudah diajak untuk melihat tempat kerja masing-masing.

Untuk ruangan Ester sendiri, ada di lantai lima, mereka menuruni lift, Ester segan untuk banyak bertanya dengan wanita ini, dan wanita ini berpikir mungkin saat ini Ester gugup karena baru pertama kali masuk di perusahaan yang benar-benar memberikan layanan terbaik pada pegawainya sebagai salah satu aset SDM terhebat.

Setelah tiba dilantai lima, mereka berbelok ke kanan disana ada tulisan berupa ruangan Pemasaran, cukup manis sekali dan terkesan hi-tech untuk desain interiornya.

“Perhatian semuanya, perkenalkan kita kedatangan karyawan baru pengganti Bapak Irawan yang kemarin sudah mengundurkan diri. Silahkan perkenalkan diri dan setelahnya, kamu bisa bertanya dimana kursimu dan apa yang harus kamu lakukan pada rekan kerjamu. Saya harus kembali mengurus pekerjaan yang lain.”

wanita bernama Indah inipun langsung pergi meninggalkan Nazifah diruangan ini setelah menyerahkan tag name sementara miliknya.

“Hai semua nama saya Nazifah Aliestar” ucapnya dengan suara yang sedikit bergetar dan wajahnya jelas terlihat pancaran kegugupan, “ehm … panggil saja Ester.  Untuk pekerjaannya saya mohon bantuan dari rekan-rekan semua.” lanjutnya kemudian.

“Wah kita ada personil baru sekarang! Hai Bu Ester, kenalin saya Farhan. Saya siap menjalankan perintah anda!” ucap laki-laki berkacamata frameless hitam, yang duduk dipojok ruangan.

“Akhirnya, ada lagi pasukan wanitanya. Sekarang kita ada tiga wanita lagi loh diruangan ini walaupun Bu Ester atasan kita,  tapi sepertinya kita sebaya ya.”  sahut wanita yang mengenakan blazer putih dengan bawahan coklat tua dipadu high heel yang mungkin sekitar 12 cm, membuat kakinya terlihat sangat jenjang dan jujur ini membuat Ester sedikit yah katakanlah ‘iri’ dengan bentukan tubuh yang merupakan idola para kaum adam.

“Memangnya jumlah kita semua ada berapa orang?” tanya Ester kemudian.

“Kita semuanya tiga tim. Masing-masing tim terdiri dari tiga atau lima orang, dan tidak pernah menjadi dua orang apalagi empat.” jawab wanita yang terlihat tingginya sama seperti Ester tetapi dengan dandanan yang nyentrik, rok yang mungkin sekitar lima belas sentimeter diatas lutut dan sepatu dengan perkiraan ukuran heelnya sekitar tujuh sentimseter saja.

Pernyataan itu membuat dahi Ester menjadi berkerut dan kurang mengerti maksud dari ucapan wanita itu.

“Maksudnya?” Ester bertanya penasaran atau lebih tepatnya rasa ingin tahu yang tinggi.

“Misteri say! Kita juga gak tau kenapa.” Jawabnya sambil mengerlipkan sebelah matanya, “Perkenalkan nama saya Shinta dan ini Ferina” ucapnya lagi sambil menunjuk wanita yang bicara sebelumnya.

“Ah Shinta, Ferina,  Farhan… ” Ester tampak menghafal nama-nama mereka sambil menunjuknya.

“Bu Ester,  saya Jonet. Panggil saja begitu. Kalau Pak Hary, atau lebih dikenal Mister X sedang keluar dengan Pimpinan kita si Mister cool.” Ucap laki-laki yang mengenakan dasi bewarna biru tua polos, senada dengan kemeja kotak-kotak kecil yang dipadukan celana dasar warna biru tua, sambil memberikan tangannya untuk berjabat tangan dan tersenyum merekah.

“Okay,  berarti ada Shinta,  Ferina,  Farhan, Jonet, ehm … dan yang lain sedang ada dimana?”

“Biasa bu … yang lain pada keluar, kan masih siang. Pulang ke kantornya entar-entar aja deh bu nunggu pas mepet jam balik kantor.” Jawab laki-laki yang duduk bersebelahan dengan Farhan sambil terkekeh dan disambut dengan senyuman hangat Ester.

“Saya Naryo Bu, biasa mereka panggil saya Yoyok. Dan saya yang paling oke disini Bu.” ucap laki-laki yang bernama Naryo ini percaya diri.

“Pantes deh jadi marketing,  soalnya pedenya tinggi banget.” jawab Ester spontan dan disambut gelak tawa yang ada diruangan ini.

Ester hanya tersenyum dan seakan memberi kode pada Ferina, ‘tempat saya ada dimana?’.

“Eh iya, Bu Ester tempat Ibu ada disini, bersebelahan dengan ruangan Mister X,” seakan Ferina paham maksud dari Ester.

“Terima kasih, ” jawabnya singkat, ”O,iya,  disini siapa yang bisa kasih nama list tim kita?” tanya Ester sambil berjalan ke arah meja nya.

Tempat Ester berada didekat sebuah ruangan yang agak besar dan bisa di pastikan itu adalah ruangan Manajer Pemasaran yang anak-anak ini bilang si Mister X, meja Ester sedikit berbeda dari yang lain, tempatnya seperti ruangan bersekat luasnya sekitar 12 meter persegi tanpa daun pintu yang dinding sekatnya memiliki tinggi hanya 170 sentimeter saja dan terdapat kaca tembus pandang yang walaupun Ester terpisah masih bisa melihat aktifitas bawahannya dengan jelas.

“Saya tuliskan saja ya Bu nama-namanya dan timnya siapa saja,” Shinta langsung mengambil kertas polos satu lembar dilidah printer dan pena yang ada label nama Farhan serta langsung menulis diatas kertas itu.

Ini pengalaman yang luar biasa untuk Ester, karena selama dia bekerja paling juga sebagai marketing biasa, dan tidak pernah memiliki bawahan. Tapi, dengan umurnya yang tergolong cukup muda dia berhasil memiliki posisi yang mungkin banyak dimimpikan oleh orang lain.

Shinta menyerahkan kertas yang ditulisnya kepada Ester dan Ester memperhatikan tulisan itu dengan senyuman lalu selang sebentar jidatnya berkerut melihat tulisan ini.

“Nanti juga Ibu akan tau kenapa.” Ucap Shinta sambil tersenyum dan berpamitan untuk keluar bersama Farhan dan Ferina.

‘time to working’ teriak Ester dalam hati, dia memulai membaca apa saja yang harus dilakukannya,  kembali menelaah kontrak kerja sebentar sambil memberikan pamit keluar pada anak buah yang akan keluar menemui para calon customer baru.

Hari pertama ini, fix dia hanya duduk mengatur rencana dan sampai dengan pukul lima sore atau jam pulang kantor, dia masih tak bertemu dengan Mister X yang dikatakan anak-anak ini tadi.

***

Siang hari ini Ravindra Altezza bersama manajer pemasaran bertemu dengan clientnya disebuah ruangan di restoran mewah dalam kawasan golf resort yang dimiliki clientnya tersebut untuk melakukan penandatanganan perjanjian kerjasama. Sambil menunggu clientnya dia berbincang sedikit dengan manajer pemasarannya.

“Bagaimana anak buahmu Pak Hary? Ini hari pertama asistenmu bekerja, dan juga hari pertama tenaga pemasarmu berhenti.”

Seakan mengerti maksudnya, Pak Hary menjawab dengan tenang, “Saya sedang mempertimbangkan siapa yang harus dikeluarkan pak. Karena prestasi mereka semuanya sangat bagus dan memberikan kontribusi yang bagus untuk kita selama ini, dan mereka semuanya juga loyal terhadap perusahaan”.

“Pikirkan atau kau yang akan dikeluarkan.” Ucap Ravindra dingin dan tatapan matanya tajam kedepan. Membuat Pak Harry menjadi makin gugup. Dia berharap semoga klien mereka segera datang agar otaknya bisa berpikir lebih tenang, karena tekanan laki-laki ini sangat mengerikan.

Untungnya, sesaat setelah ucapannya itu klien mereka segera datang dan mereka berbincang tentang urusan kerjasama, lalu setelahnya penandatangan perjanjian kerjasama dan semuanya berlangsung lancar. Tuhan ternyata mendengar doa yang dia ucapkan sungguh-sungguh didalam hati.

“Pak Hary silakan pulang lebih dulu,  saya harus bertemu dengan Klien kita yang kemarin, Pak Chandra.” Ravindra berkata dengan intonasi suara yang tegas, tanpa menatap lawan bicaranya.

“Baik pak,  sampai bertemu lagi dikantor.” ucap Pak Hary tanpa banyak bertanya.

“Jangan lupa, pikirkan apa yang harus kau lakukan pada anak buahmu.” Ravindra mengatakannya sambil berlalu.

Ravindra berjalan menuju ketempat selanjutnya untuk bertemu Kliennya dan itu dia lakukan berhari-hari, dia sangat ramah terhadap semua Klien, dan juga dia bisa membuat suasana hidup dan semua kliennya menyukai caranya, tapi berbeda dengan pekerjanya. Para pekerjanya menganggapnya seperti monster, seorang penggila kerja dan memiliki topeng malaikat padahal sebenarnya dia memberikan tekanan yang luar biasa parah.

Hal yang paling menarik adalah bahwa Ravindra bisa bersikap sangat marah pada satu waktu karena urusan pekerjaannya di kantor tapi begitu bertemu dengan kliennya atau mendapat panggilan telpon dari kliennya seketika itu juga wajahnya berubah seperti malaikat, sepertinya dia memiliki topeng dua sisi yang bisa dengan segera dia ubah mode-nya menjadi sesuai keinginannya.

“Nazifah Aliester, ” gumamnya pelan sambil melihat CV yang ada di tabletnya sesaat sebelum dia melajukan kendaraanya menuju tempat kliennya yang bernama Chandra.

“Nazifah Aliester, kenapa Presdir memilihnya untuk perusahaa  kita?” tanyanya pada Ando melalui sambungan telpon.

“Saya akan coba cari tahu Pak.” jawabnya kemudian.

“Selidiki latar belakangnya. Cari hubungannya dengan Ibu.” Perintahnya lagi.

“Baiklah.” Jawab sekretarisnya singkat.

“Apa sebenarnya yang sedang direncanakan Ibu.” gumam Ravindra pelan.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status