Enjoy Reading.
***
Krakkkk.
Aaaaaa.
Brugkh!
Aku sudah siap dengan rasa sakit yang akan aku dapatkan saat ranting yang aku pijak akhirnya patah.
"Huftttt hampir saja."
Pamanku yang bernama Pete, mengembuskan napas lega saat dia berhasil menangkap tubuhku, Tentu saja aku antara senang tapi juga terkejut melihatnya berada di sini.
"Uncle Pete?"
Paman menurunkan kakiku ke tanah dan menatap dengan tajam.
"Cepat naik."
"Eh ... naik?" Aku memandang pamanku bingung.
"Kamu mau mematahkan salah satu tangan atau kakimu, kan?" ucap pamanku menyindir, tentu saja aku langsung menunduk merasa bersalah, dia kan emang jago banget kalau soal membuat orang merasa takut, padahal usia pamanku itu hanya berjarak 5 tahun dariku tapi kegalakkannya melebihi Daddy-ku sendiri.
"Ada apa ini?" Suara kakakku Daniel benar-benar menyelamatku, tanpa terasa aku mengembuskan napas lega.
"Bukan hal yang penting, adikmu ini ingin merasakan lehernya patah, makanya dia naik ke atas pohon dan menjatuhkan diri," kata pamanku mendramatisir keadaan.
Aku menganga tidak percaya, tentu saja aku langsung membantah perkataannya. "Itu tidak benar, aku memang naik pohon, hanya tidak sengaja jatuh."
"Tapi kamu memang tidak becus naik pohon, jadi apa namanya kalau bukan berniat mencelakakan diri? Untung aku berhasil menangkapmu tepat waktu, kalau tidak. Ck, ck, ck." Paman Pete memandangku sambil menggeleng-gelengkan kepalanya seolah mengejek.
"Jadi? Kamu habis jatuh? Apa ada yang sakit?" tanya kakakku terlihat khawatir sekaligus marah. Uhhh, aku benci kalau Daniel sudah memandangku seperti itu, mengisyaratkan seolah aku bocah bandel yang harus selalu diawasi.
"Kenapa menatapku seperti itu? Kamu akan memarahi aku juga?" tanyaku sambil memandang Daniel cemberut.
"Tentu saja aku marah, kamu, kan, memang selalu ceroboh dan seenaknya sendiri, untung ada Uncle Pete, kalau tidak bagaimana? Aku yakin saat ini kamu sudah masuk rumah sakit karena patah tulang atau kepala yang bocor."
Tu ... kan benar, kakakku itu sama saja, selalu berlebihan, Ini salah, itu salah, sampai kesel sendiri, Walau niatnya baik, sih, mau melindungi dan memanjakan aku, tapi kalau seperti ini over dosis juga akunya.
"Kakak berlebihan tahu enggak! Aku hanya naik pohon bukan panjat tebing, lagian bisa enggak sih, enggak usah terlalu menasihatiku, kita hanya berjarak 5 menit, bukan 5 tahun," protesku padaDaniel.
"Ehemm, kita berjarak 5 tahun," ucap pamanku menyeringai senang.
Aku menatap pamanku semakin kesal. "Kalian tahu apa maksudku, kalian itu memang menyebalkan." Aku menghentakkan kakiku dan langsung berbalik pergi, kesal sekali rasanya, diperlakukan seolah-olah aku ini tidak bisa apa- apa.
"Jojoooo." Dan panggilan laknat itu, aku juga benci. "Sudah berapa kali aku bilang, jangan panggilakuJ Jojo panggil Jack ingat Jack!" Aku berbalik memandang mereka tajam.
Daniel memandangku dengan senyum sabar. "Akan aku ambilkan."
Aku mengernyit tidak mengerti.
"Kamu naik ke atas pohon pasti ingin mengambil sesuatu, kan? Kamu mau apa? Biar aku yang ambilkan." Aku tahu Daniel sedang merayuku, tapi sialnya dia juga tahu aku pasti dengan senang melupakan kekesalanku.
"Aku mau itu." Tunjukku pada sebuah apel yang berada di ujung pohon. Daniel tersenyum lebar melihatku yang masih betah memasang tampang cemberut, dia mengacak rambutku sayang.
"Itu, kan, di istana banyak Jojo!" kata Paman Pete. membuat mood-ku jatuh lagi.
"Tapi, kan, tidak semerah dan sebesar itu," jawabku keras kepala.
Daniel tertawa, entah tertawa melihat kekeraskepalaanku, atau tertawa mendukungpamanku.
"Sudahlah, jangan kesal, tunggu di sini. biar aku ambilkan."
"Tidak usah, biar aku saja."
"Dia itu adikku, jadi biar aku saja yang ambilkan," bantah Daniel dan langsung berjalan ke arah pohon yang aku naiki tadi. Walau mereka menyebalkan, tapi, mereka sangat lucu kalau sedang berebutan seperti itu. Aku jadi merasa menjadi anak paling beruntung di dunia karena disayangi oleh mereka.
Aku melihat Daniel dengan lincah menaiki pohon tanpa kesulitan sama sekali, tapi ada yang aneh di sini.
"Uncle, ini tidak adil! Kenapa dia boleh naik pohon sementara aku tidak?" protesku akhirnya keluar lagi.
Paman menoleh ke arahku dan memasang senyum mengejek.
"Karena dia hebat, sedang kamu payah," katanya enteng, tu kan bikin emosi, menyesal aku sudah memprotesnya.
"Kakakkkkk Uncle menghinaku," teriakku pada Daniel yang sudah berhasil memetik apel dari pohonnya dan mulai turun.
"Dasar tukang ngadu," ucap pamanku semakin mengejek.
"Kakakkkkkkkk." Aku cemberut lagi dan semakink kesal
Daniel menghampiri diriku. "Sudah sudah, Unclep pasti hanya menggodamu saja," hibur Daniel berusaha merayuku lagi, awalnya tidak berhasil, tapi saat apel yang aku inginkan berada di depan mataku, kekesalanku langsung lenyap tidaktersisa.
"Terima kasih, Kakak," ucapku dengan memasang wajah semanis mungkin, Daniel langsung tersenyum dan mengacak rambutku lagi.
Aku melihat pamanku mendengkus, tapi dia ikut tersenyum. "Lain kali kalau mau sesuatu bilang, jangan seperti tadi main panjat sembarangan, kalau ada apa-apa kan kita juga yang khawatir."
"Iya, maaf, Uncle." Aku menyadari aku ceroboh dan mereka melakukan itu karena mereka terlalu menyayangiaku.
"Ayo kembali, tadi Mommy mencarimu," ajak kakakku dengan refleks langsung merangkulku, sedang tidak lama kemudian aku merasakan Uncle Pete ikut merangkul dari sebelahnya, tentu saja aku langsung memeluk merekaberdua.
"Aku sayang kalian," ucapku senang.
"Iya, kami juga," ucap mereka kompak, aku tertawa dan mereka ikut tertawa, akhirnya kami terus bercanda dalam setiap langkah menuju istana.
Itulah aku.
Identitas pertamaku.
Nama : Jhonathan Cohza Cavendish.
Usia : 7 Tahun.
Status : Putra mahkota kerajaan Cavendish.
Aku, dikelilingi orang yang mencintai dan menyayangiku, mereka selalu rela mengorbankan apa pun demi kebahagiaanku.
***
TBC
Enjoy Reading.***Aku berjalan menelusuri lorong istana dengan riang, bermaksud mengajak kakakku Daniel bermain di taman, tapi saat tidak mendapati dia di mana pun, akhirnya aku bermaksud menuju kamarnya, siapa tahu dia sudah kembali dari mana pun dia pergi tadi.Aku sengaja memilih masuk lewat pintu penghubung di kamarku yang memang langsung menembus ke kamarnya, membuka pintu sepelan mungkin agar bisa mengejutkan dirinya, aku melihat Daniel di sana sedang berbaring di ranjang, tapi tidak sendirian, ada Mommy bersamanya, karena rasa usil dan kepoku meningkat, akhirnya aku menunduk dan bersembunyi di balik rak buku, ingin tahu apa saja yang dibicarakan Mommy dan kakakku jika sedang berdua."Demammu sudah agak turun, tapi obat ini harus tetap dihabiskan, Mom tidak mau alergimu kambuh lagi." Perkataan Mommy membuatku mengernyit heran, Daniel demam? Kenapa tidak ada yang memberitahu aku kalau kakakku sedang sakit."Aku tidak apa-apa, Mom, justru aku
Enjoy Reading.***"Aw.""Diam Kak, jangan gerak- gerak.""Kamunya juga pelan- pelan Jo. Awww sakittt.""Bodo, udah dibilang panggil Jack, jangan Jojo.""Iya, iya elah. Sini obatin lagi!" Daniel menunjuk pipinya yang masih memar.Mau tidak mau aku memberinya salep agar pipinya tidak semakin membiru. Ini sudah 5 bulan sejak aku dan Daniel diinjeksi obat aneh. Sejak itu semua berubah, tidak ada lagi main bersama.Daniel di Prancis, dan aku di Cavendish. Kami terpisah sangat jauh, tapi Daniel selalu berusaha menemuiku seminggu sekali, dan tentu saja dengan tubuh memar dan lebam.Karena aku sudah mengajukan diri sebagai pewaris kerajaan Cavendish, aku sekarang harus ekstra belajar agar bisa menjadi Raja yang baik kelak. Tapi setidaknya aku masih bisa merasakan hiburan saat aku bosan, masih bisa bermain dan bersantai. hanya jam belajarku saja yang bertambah.Tidak seperti Daniel kakakku. Aku melihatnya seperti tidak bi
Enjoy Reading.***"Bibi." Aku langsung berlari dan meloncat ke tubuh bibiku Pauline saat tahu dia datang ke Cavendish."Hay ... Jack." Bibi tertawa dan berusaha menahan tubuhku yang menerjangnya.Pletakkk!Awwww!Aku mengusap keningku saat satu jentikan mendarat di jidatku."Lihat tubuhmu, badan segede itu, main tubruk saja. Untung Pauline kuat, kalau tidak, sudah nyungsep berdua kalian," protes pamanku Paul sambil bersedekap memandangkun yang masih betah memeluk Bibi tersayangku, saudara kembar Uncle Paul a.k.a Kakak dari Daddy-ku.Aku cemberut dan memandang bibiku manja. "Uncle jahat Bibi.""Kakak, jangan seperti itu." Bibi Pauline memlototi Paman Paul, membuatku memeletkan lidah mengejeknya."Astagaaaa, jangan di manja lagi. Besok usianya sudah 8 Tahun, semakin ngelunjak nanti." Paman Paul memandangku protes."Dia boleh berusia 18 Tahun, dan aku akan tetap menganggapnya sebagai keponakan kecilku yang pa
Mengandung adegan kekerasan.Enjoy Reading.***Bukhhh!Aku tersentak kaget saat merasakan perih dan asin di bibirku. Aku mengerang pelan, menyadari seseorang baru saja memukul wajahku, tanganku terasa kebas karena terikat di atas kepala dan tubuhku berada pada posisi menggantung. Aku berusaha membuka mataku tapi semua terasa gelap. Mataku ditutup entah dengan kain apa, karena baunya sangat anyir dan membuatku mual."Bagus. Akhirnya kamu bangun juga Pangeran."Aku mengernyit berusaha mengenali suara itu. Tapi belum sempat aku bicara.Bukhhh, uhukkk!Satu pukulan keras mendarat di perut, membuatku memuntahkan semua sarapanku, rasanya sangat sesak dan secara otomatis air mataku membasahi kain penutup itu. Aku menangis, tentu saja, jangankan di pukul, di tampar saja aku tidak pernah."Katanya keluarga Cohza itu kuat, tapi ternyata satu pukulan saja bisa membuatmu muntah-muntah, dasar menjijikkan."Belum cukup keterke
Enjoy Reading.***GELAP.Tempat ini sangat gelap. Aku sudah membuka mataku selebar mungkin, tetapi tetap tidak mampu menemukan setitik cahaya pun di tempat ini. Apa aku buta? Aku berusaha menggerakkan jari tanganku yang terasa kaku. Aku meraba wajah dan menyentuh kedua mataku. Aku tidak buta, aku yakin itu. Aku bernapas dengan pelan dan mempertajam pendengaranku. Tidak salah lagi, itu suara hujan.Aku ada di mana? Apa aku masih di tempat penculikan? Jantungku langsung berdetak lima kali lebih cepat saat berusaha mengingat apa yang baru saja aku alami. Aku takut bukan karena kegelapan ini, aku takut dengan rasa sakit, aku tidak mau di siksa lagi.Tapi siapa? Kenapa aku tidak ingat siapa yang menyiksaku? Aku juga tidak ingat di siksa seperti apa, yang pasti aku masih ingat aku menjerit kesakitan dan para penjahat itu malah tertawa senang. Seolah penderitaanku adalah hiburan bagi mereka.Iya mereka. Walau samar tapi aku yakin mereka lebih dari
Enjoy Reading.***2 BULAN SEBELUMNYA."Aku membunuh Jojo, aku membunuh Jojo, aku membunuhnya." Pete terus meracau memandang tangannya yang berlumuran darah dan memandang Jhonathan yang tergeletak di hadapannya.Pauline memandang Pete dengan wajah malas."Dia sudah meninggal Nona," ucap anak buahnya setelah memeriksa Jhonathan."Bagus, Pete ayo pergi."Pete menggeleng panik. "Tidak, jangan tinggalkan Jojo sendiri, kita harus membawanya ke rumah sakit."Plakkk.Pauline menampar lalu menjambak rambut Pete hingga wajahnya tepat di hadapannya."Adikku sayang, tenangkan dirimu, kamu tidak membunuh Jhonathan, kamu membunuh orang yang menyakiti Jhonathan." Pauline mengelus wajah Pete sayang dan menanamkan sugestinya."Sekarang tidurlah, kamu pasti lelah."Pete mengangguk patuh dan langsung berada di bawah pengaruh hipnotis hingga sepersekian detik setelahnya dia sudah tertidur.Pauline memandang anak
Enjoy Reading.***Aku terbangun saat mendengar suara Pak Ridwan yang akan mulai menerjang ombak bersama kapal demi mencari ikan. Saat ini masih dini hari, dan seperti bisa Emak sudah membantu menyiapkan beberapa keperluan Pak Ridwan.Saat ini aku berada di Kanigoro, Kecamatan Saptosari, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Lebih tepatnya di Pantai Ngrenehan dengan penduduk yang 75% berprofesi sebagai nelayan.Mereka akan berangkat melaut sebelum fajar, dan akan kembali saat tengah hari. Lalu hasil tangkapan biasanya akan langsung dibawa ke TPI (Tempat pelelangan ikan). Ada yang langsung dijual ke penadah untuk dibawa ke luar kota,a juga yang dijual eceran atau pengunjung yang berdatangan. Selain itu ada yang dijual matang. seperti Emak Rina.Emak memiliki warung makan di bibir Pantai Ngrengehan, biasanya hasil tangkapan Pak Ridwan, terutama ikan bawal akan dijual di warung Emak. Sedang sisanya dibawa ke TPI. Karena menu andalan di s
Enjoy Reading.***"Marco kamu bantu Emak cari Adek- adekmu ya, ini udah lewat makan siang, tapi adekmu masih main dan belum pulang."Aku mengangguk sambil mengikuti Emak ke arah pantai, tempat 4 M izin bermain tadi.Emak masih sibuk nanya nelayan di sekitar tentang keberadaan Marcell, Micell, Miko dan Millo saat aku merasa melihat mereka sejenak.Aku berjalan, dan memang benar itu 4 M. Tapi mereka tidak sendirian, ada 3 orang lain yang lebih besar. Sepertinya mereka seumuran denganku, dan aku mengenali salah satunya adalah anak dari Bos Kapal. Sedang dua lainnya teman sekelasnya.Kapal di sini memang sebagian besar adalah kapal sewaan, tapi ada juga nelayan yang memiliki kapal sendiri, dan syukurlah Bapak dan Emak salah satu yang memiliki kapal sendiri.Aku sering mendengar para nelayan mengeluh karena berpenghasilan rendah, kadang bahkan merugi karena hasil tangkapan tidak sesuai prediksi. Padahal mereka harus membayar sewa kapal da