Share

CHAPTER 06 : ARKADIA

Tepat pada saat matahari dengan malu-malu menampakan diri, mereka berempat akhirnya mencapai jalan masuk Arkadia yang begitu besar dan terhubung dengan dinding yang sama besarnya dan membentuk lingkaran yang menutupi seluruh wilayah Arkadia.

Saat Irisha melihat jalan masuk menuju Arkadia ini, dia hanya ingin mengatakan mengapa plakat nama yang begitu besar bertuliskan 'Arkadia' ini terpampang nyata namun tidak ada gerbang atau penutup apapun dibawahnya. Jadi, apakah ini memang pintu masuk menuju Arkadia atau dia yang salah memahami sesuatu?

Ataukah, memang semua ras bebas masuk ke Arkadia?

Apakah karena Arkadia adalah wilayah dimana semua ras terbiasa berbaur bersama, jadi siapapun bisa masuk ke sana?

Dia menatap Lucien dan Evander yang berjalan di sebelah kanan Archer, menimbang apakah dia harus menanyakan hal ini atau menyimpan pertanyaan ini sampai dia mendapatkan jawaban saat di masuk ke Arkadia nanti. Lantas dia merasa tidak ada salahnya jika dia bertanya saja sekarang.

"Em, Lucien.."

Lucien menatap padanya, "Ya?"

"Itu.. kenapa tidak ada gerbang atau keamanan sama sekali? Apakah karena semua ras bebas masuk?"

"Oh, mereka yang belum pernah datang ke Arkadia akan menanyakan hal yang sama saat melihat jalan masuk ini, tidakkah ini lebih terlihat seperti papan nama saja, bukan pintu atau gerbang?"

Irisha mengangguk, "Itu benar, ini tidak terlihat seperti jalan masuk sebuah wilayah."

Lucien tersenyum, "Ini mungkin hanya terlihat seperti papan nama biasa, tapi jalan masuk ini satu-satunya cara untuk memasuki Arkadia, disini terdapat portal yang tidak bisa dimasuki bagi mereka yang terlarang bagi Arkadia."

Terlarang?

Dia menatap sungguh-sungguh pada Lucien, "ah, sebuah portal. Tunggu, Siapa yang terlarang bagi Arkadia, dan sebelum itu apa arti dari terlarang ini? Bukankah semua ras dapat berbaur di Arkadia ini?"

"Arkadia adalah wilayah damai, dan memiliki pemimpin yang dianggap sebagai raja disini, maka dari itu tentu saja Arkadia memiliki peraturan dan cara sendiri untuk menjaga keamanan seluruh Arkadia."

Lucien berhenti sebentar, sebelum melanjutkan : "Mereka yang terlarang bisa jadi adalah pelanggar yang dibuang dari Arkadia, sehingga mereka tidak bisa menggunakan portal lagi. Bisa juga, Hybird ataupun mahkluk lain yang belum memiliki kemampuan pengendalian diri tidak bisa melewati portal."

"Tunggu sebentar, pelanggar macam apa itu sampai mereka dibuang?"

Lucien berpikir sebentar, "Itu bisa berupa membunuh, melukai atau merugikan rakyat Arkadia, maka keputusan raja dapat berupa hukuman pengasingan atau pembuangan."

Irisha terdiam, "Lantas bagaimana cara memasuki portal ini?"

"Kau hanya perlu melewatinya, jika kau tidak terlarang maka dengan sendirinya kau akan masuk ke dalam Arkadia."

Dia tiba-tiba merasa takut. Bagaimana jika ternyata dia tidak bisa masuk ke dalam Arkadia? Karena dia sendiri sebenarnya bukan berasal dari dunia ini. Apa yang harus dia lakukan jika dia terlarang di Arkadia ini? Kemana dia harus pergi? Apakah dia akan membuat semua bantuan dan kebaikan Archer, Lucien juga Evander akan sia-sia?

Dia sedikit cemas.

Tanpa sadar dia mengeratkan genggaman tangannya di baju Archer, sementara Archer yang merasa bajunya sedikit tertarik menatap tangan di pinggangnya dan tersenyum, "Apakah kamu takut?"

Irisha tersadar dan mendongak, "A-apa?"

"Kau takut akan menjadi bagian dari yang terlarang karena kau tidak memiliki ingatan sama sekali?"

Secara logika mungkin memang begitu seharusnya.

"Bagaimana kau...?"

"Bukankah Evander pernah memberitahumu bahwa semua yang kamu pikirkan tergambar di wajahmu." Archer kemudian tertawa.

Sementara Evander tersenyum di sisi lain.

"Kau tidak berbakat untuk menyembunyikan apa yang kamu pikirkan." Sahut Evander.

Archer kemudian menambahkan, "Tidak ada yang perlu di khawatirkan, aku yakin kamu bisa memasuki portal ini."

Irisha terdiam sebentar, dia hanya merasa ragu. "Dan... Bagaimana jika aku tidak bisa melakukannya?"

Lucien tertawa, "Maka kau bisa bergabung menjadi seorang Rover seperti kami, aku dan Evander tidak keberatan melindungimu."

Dia juga ingin tertawa mengetahui bahwa itu bukanlah ide yang buruk, hanya saja kebaikan Archer yang rela mengantar dirinya sampai dengan selamat ke Arkadia tidak bisa menjadi sia-sia begitu saja karena dia tidak bisa memasuki Arkadia. Itu benar-benar tidak bisa.

Melihat gurat keraguan masih jelas terpampang di wajah Irisha, Archer tidak bisa tidak menghela nafas, "Kau takut apa yang aku lakukan untuk membantu mu akan sia-sia jika ternyata kau tidak bisa memasuki Arkadia?"

"A-anu.. aku hanya merasa ragu." Irisha menunduk.

"Apakah kau meragukan dirimu atau sebenarnya kau sedang meragukan ketulusan ku?" Archer bertanya dengan nada tegas.

Irisha mengangkat wajahnya dengan terkejut dan langsung menggelengkan kepala dengan cepat, "Ti-tidak.. tentu saja tidak. Aku tidak pernah meragukan kebaikanmu, justru aku sangat berterima kasih untuk itu."

"Lantas kenapa kau masih merasa ragu? Tidak ada yang akan menjadi sia-sia, bahkan jika kau tidak bisa memasuki Arkadia. Aku membantumu karena aku ingin, bukan karena aku ingin timbal balik apapun. Dan seperti yang dikatakan Lucien, kau bisa menjadi Rover jika kamu mau, kamu bisa kembali kapan pun untuk mengunjungiku"

Irisha mengangguk.

Evander angkat bicara setelahnya, "Sebelum itu, kita coba memasuki portal ini dulu."

Kemudian dia mengulurkan tangan untuk membantu Irisha turun dari belakang Archer, mengingat keadaan kakinya yang belum membaik sejauh ini. Tanpa ragu Irisha memegang tangan Evander dan turun dengan perlahan.

Mereka perlahan mendekati portal dan mengambil langkah untuk masuk, sebelum mereka benar-benar masuk dia merasa gugup dan menutup matanya. Tanpa sadar, dia juga mengeratkan pegangan pada tangan Evander.

Merasakan genggaman yang begitu erat pada tangannya, Evander menurunkan pandangannya dan menatap kedua tangan mereka yang sedang bertautan. Dia tersenyum.

Setelah beberapa langkah Evander memberitahunya, "Kau bisa membuka matamu."

Mendengar ucapan Evander, Irisha sangat ingin membuka matanya. Tapi dia masih merasa ragu, dia tidak merasakan perubahan apapun di sekelilingnya meskipun dia masih menutup matanya. Apakah mereka masih ditempat yang sama? Apakah itu berarti mereka tidak bisa melalui portal? Mereka tidak bisa masuk Arkadia?

Mau tidak mau dia harus membuka matanya untuk melihat kenyataan.

Saat matanya terbuka, "Ini... Kita berhasil..??"

Bukankah tempat ini berbeda dengan tempat mereka berada sebelumnya, dihadapan mereka saat ini adalah perumahan, dengan berbagai macam ukuran, dan juga bentuknya pun berbeda beda.

Namun, mengapa tidak ada manusia ataupun makhluk lain yang terlihat sejauh ini?

"Kenapa tidak ada satupun mahkluk selain kita?" Dia bertanya.

"Kau melupakan fakta bahwa ini masihlah waktu menjelang pagi, matahari belum muncul sama sekali, sedangkan penduduk Arkadia menandai waktu beraktifitas dengan munculnya cahaya matahari." Lucien menjelaskan.

"Ah, aku hanya terlalu gugup kurasa."

Lucien tergelak, "Yah, aku bisa melihat kegugupan mu, bahkan kau masih memegang tangan Evander sampai sekarang. Jadi, kau segugup itu?" Lucien menampilkan smirk menggoda pada Irisha, saat menatap kedua tangan yang masih bergandengan.

Irisha mengikuti arah pandangan Lucien dan mendapati kedua tangan mereka yang masih berpegangan. Dia segera melepaskan tangan nya dan merasa sedikit malu. Dia benar-benar melupakan tentang keadaan tangan mereka yang masih saling berpegangan, sejujurnya dia memang sangat gugup seperti dugaan Lucien sebelumnya.

Saat mereka masih sibuk untuk saling mengoda, sebuah teriakan terdengar menuju ke arah mereka.

"Isaura...!!! Kau akhirnya kembali." Sebelum Irisha sempat berpikir untuk menjawab ataupun menemukan sosok yang memanggil namanya di dunia ini itu, sebuah pelukan erat jatuh padanya.

Archer maupun Lucien dan Evander hanya tertegun untuk sesaat, mereka perlu beberapa saat untuk menyadari apa yang baru saja terjadi. Siapa yang tiba-tiba memeluk isaura?

Evander yang sebelumnya berencana untuk mengambil tindakan untuk menolong isaura mengurungkan niatnya saat mendapati bahwa sosok yang memeluk isaura adalah seorang perempuan yang cukup pantas untuk menjadi ibunya.

Sebenarnya Evander sedikit tenang menyadari itu bukanlah seorang laki-laki.

Sementara itu disisi Irisha, yang mungkin sekarang dia merasa harus terbiasa menyebut dirinya dengan nama Isaura. Dia yang dipeluk sedemikian rupa tanpa mengetahui siapa yang melakukannya, merasa tidak tau harus melakukan apa. Namun, dia merasa lega mengetahui bahwa yang memeluknya adalah seorang manusia dan bukan mahkluk apapun yang bisa saja memiliki pemikiran untuk menjadikan dia sebagai bahan untuk sarapan.

Dia mengarahkan pandangannya pada Archer, meminta bantuan.

Archer menatap wanita yang memeluk isaura di depannya itu, "Ekhem, maaf boleh aku tau siapa anda? gadis yang saat ini kau peluk... Dia mengalami sesuatu di hutan dan dia kehilangan ingatan saat aku menemukannya."

Wanita yang semula memeluk isaura segera mengangkat kepalanya dan memandang Archer, kemudian memandang wajah gadis di hadapannya yang penuh dengan kebingungan.

"Isaura... Bagaimana ini bisa terjadi padamu? Apa yang sudah terjadi kepadamu? Kau tidak ingat dengan aku...  ibundamu?"

Dia terkejut, wanita yang sebelumnya memeluknya ini adalah ibundanya? Bagaimana bisa dari sekian banyak kebetulan, dia harus ditakdirkan bertemu dengan ibunda nya terlebih dahulu, jelas ibundanya ini adalah sosok yang paling mengenal sosok isaura. Bagaimana jika dia menyadari bahwa putrinya ini berbeda dengan sebelumnya? Bagaimana jika dia tahu bahwa dirinya bukanlah putrinya?

"Aku sudah menunggu selama berhari-hari, aku meminta bantuan teman-teman ku untuk menemukan mu, tapi tidak ada yang bisa menemukan keberadaanmu. Aku hampir putus asa dan hanya mampu bersujud memohon sang Odin mendengar doaku, sampai akhirnya aku merasakan keberadaanmu yang sangat dekat. Kau ada disini akhirnya, Isaura anakku akhirnya kembali dengan selamat. Bahkan jika kamu kehilangan ingatanmu, kamu tetap anak ku."

Dia tidak tau lagi harus mengatakan apa, "Anu... Ibunda.. maafkan aku karena melupakan semuanya. Aku hanya tau bahwa namaku Isaura."

Wanita yang menyebut dirinya sebagai ibundanya itu menggelengkan kepalanya, "Tidak masalah, kita bisa memulai semuanya lagi dari awal. Mengetahui kau kembali dengan selamat, itu sudah sangat cukup untukku."

Wanita itu kemudian mengalihkan pandangannya pada ketiga laki-laki yang berada di samping putrinya sebelumnya, "Dan mereka adalah... ?"

Isaura akhirnya teringat dengan keberadaan mereka, "Mereka orang yang sudah menolongku, sekarang mereka teman-temanku."

Lucien angkat bicara, "Namaku Lucien, aku seorang Rover, senang mengetahui isaura memiliki Ibunda sepertimu."

Wanita itu tersenyum, "Kau cukup berbakat untuk membuat seseorang merasa tersanjung."

Evander juga melangkah maju, "Aku Evander, juga seorang Rover."

Archer mau tidak mau juga melangkah maju, "Aku Archer, Dan aku seorang Centaur."

Wanita itu menganggukan kepala, "kalian bisa memanggilku Jasindha, dan seperti yang kalian dengar, aku Ibunda Isaura. Aku sungguh berterima kasih pada kalian karena sudah berbaik hati untuk menolong anakku. Kalian harus singgah sebentar di rumah kami yang sederhana. Setidaknya biarkan aku menunjukan rasa terima kasihku."

Mereka sudah berniat untuk menolak, tetapi mereka mendapati tatapan memaksa dari isaura, yang jelas sekali tidak menerima penolakan.

"Kami rasa tidak masalah, kami juga tidak sedang buru-buru. Kurasa kami akan sedikit merepotkan mu."

Jasindha tersenyum, "Tentu saja tidak. Kemarilah, kalian bisa mengikuti aku. Rumah kami tidak begitu jauh. Hanya berjalan sebentar."

Mereka berlima akhirnya berjalan bersama menuju rumah Isaura.

Isaura sendiri bisa merasakan bahwa wanita yang disebut jasindha, atau ibundanya ini memang sangat menyayangi putrinya. Dia memegang tangan isaura dengan erat untuk membantunya berjalan, karena keadaan kakinya. Dan dia merasa bersalah lagi.

Dia muncul di dunia ini, menempati tubuh ini, memiliki semua yang dimiliki oleh sosok Isaura ini. Lalu bagaimana dengan Isaura yang asli? Kemana dia pergi? Atau apakah dia sudah meninggalkan dunia ini?

Isaura berusaha mengalihkan pikirannya dan memandangi Arkadia yang akan menjadi tempat tinggalnya selanjutnya.

Arkadia ini sangat indah, rumah-rumah sederhana namun sangat menyenangkan untuk dilihat oleh mata. Pepohonan juga tumbuh dengan subur di sekeliling mereka. Bunga-bunga berterbangan terbawa angin yang sejak tadi terasa berhembus di sekitar mereka.

Lucien yang melihat Isaura terdiam sejak tadi kemudian bertanya, "Kenapa kau diam saja? Bukanya kamu harus senang karena akhirnya kamu memiliki keluarga. Kamu tidak perlu merasa cemas harus menjadi Rover bukan?"

"Ah, aku hanya terlalu senang. Jadi aku tidak tahu harus berkata apa."

"Jadi kau sangat senang, hm?" Lucien mengoda.

Kemudian melanjutkan, "Kami akan segera pergi setelah mengantarmu kemari, kau tidak sedih?"

Isaura terkejut, "Kalian akan segera pergi? Kalian tidak ingin tinggal selama beberapa hari? Ku mohon kalian harus tinggal setidaknya satu atau dua hari."

Josindha mengangguk setuju, "Isaura benar. Tinggallah untuk beberapa hari."

Lucien berpikir sebentar, sebelum menjawab ajakan dari Isaura dan ibundanya. "Aku dan Evander adalah seorang Rover, secara alami kami bisa datang dan pergi sesuka hati. Kami tidak dikejar oleh tugas atau apapun itu. Kami bisa tinggal selama kami mau dan pergi selama kami ingin. Tapi biar aku bertanya dulu apakah Evander memiliki tujuan selanjutnya atau tidak untuk memutuskan apakah kami bisa tinggal."

Isaura dan jasindha mengangguk, "Tentu saja, silakan."

Lucien beralih pada Evander yang sedang mendengarkan pembicaraan mereka, kemudian bertanya. "Bagaimana?"

Evander berpikir untuk sesaat sebelum dia menganggukkan kepala, "Tidak masalah."

Isaura yang sejak tadi menunggu jawaban Evander menghela nafas lega kemudian senyum mengembang di wajahnya. "Itu bagus. Bagaimana dengan mu Archer? Apakah kau bisa meminta pada pemimpinmu untuk diberi liburan selama beberapa hari?"

Archer menutup matanya untuk sesaat, "Aku sedang bertanya padanya... Baiklah, kurasa tidak masalah untuk beberapa hari saja."

Isaura tersenyum senang, "Setidaknya pemimpinmu mengerti bahwa aku harus menunjukan rasa terima kasih atas pertolonganmu. Kau meninggalkan tugasmu hanya untuk mengantarku kembali ke Arkadia, itu tidak boleh di sia-siakan. Kau mengatakan bahwa kau jarang datang ke Arkadia, bukankah ini waktu yang tepat?"

Jasindha menyela, "Tunggu, dia meninggalkan tugasnya? Jadi siapakah Centaur baik hati ini?"

"Ah, aku lupa memberitahumu ibu... Archer seorang prajurit."

Archer menambahkan, "Hanya prajurit penjaga perbatasan Magnesia."

"Apa bedanya... Kau masih tetap seorang prajurit."

Jasindha tertawa kecil melihat interaksi mereka dan memutuskan untuk menengahi mereka, "baiklah kalian bisa melanjutkan perdebatan itu nanti, kita sudah sampai di rumah."

Dan didepan mereka berdirilah rumah keluarga Isaura.

✓✓✓

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status