Share

CHAPTER 02 : CENTAUR ARCHER

Semenjak mereka mulai berjalan hingga saat ini mereka belum saling memulai percakapan, Irisha sendiri sibuk memikirkan tentang bagaimana cara menemukan keluarganya jika mereka sudah sampai di Arkadia, dia bahkan tidak yakin apakah dia memiliki keluarga disini. Bagaimana jika dia berusaha keras untuk mencari mereka, padahal kenyataannya dia tidak punya, itu buang-buang tenaga namanya. 

Untuk melupakan masalah yang membuatnya semakin pusing ini, Irisha memutuskan untuk memulai percakapan dengan Centaur yang sudah membantunya ini.

"Apakah kau tidak perlu meminta izin pada Centaur yang lain?"

Centaur itu menjawab dengan santai sambil berjalan, "aku sudah menyampaikannya pada mereka."

"Kapan?" Seingatnya Centaur ini belum pergi kemana pun sejak dia bertemu dengannya tadi.

"Sejak aku menawarkan padamu untuk pergi ke Arkadia, aku menyampaikannya melalui pikiranku."

"Bisakah seperti itu? Itu hal yang hebat."

"Kami Ras Centaur biasa melakukannya."

"Begitukah? Maafkan aku yang tidak mengetahuinya."

"Tenang saja. Jika ada yang ingin kau tahu, kau bisa bertanya padaku. Aku akan menjawabnya jika aku bisa."

"Baiklah, terima kasih."

"Tidak masalah, jika kamu merasa takut akan terjatuh kamu bisa berpegangan pada pinggangku, tidak perlu merasa canggung. Kurasa kita sekarang menjadi teman bukan?" Sembari mengatakan hal itu, Centaur ini meraih tangannya dan meletakkannya di pinggangnya.

"Teman? Tentu saja. Aku sangat beruntung bisa berteman denganmu."

Centaur itu tertawa, "Tapi aku hanya seorang Centaur biasa, kau yakin tidak akan merasa malu berteman denganku, apalagi dengan bentuk tubuhku ini?"

"Bukankah kamu mengatakan bahwa di Arkadia manusia dan makhluk-makhluk seperti kalian sudah biasa hidup bersama? Jadi seharusnya tidak ada masalah." Lagipula, dia juga sangat bersyukur memiliki Centaur baik ini untuk menolongnya, dan bahkan secara teknis juga menjadi teman pertamanya di dunia ini. Seandainya bukan dia dan justru makhluk tidak jelas lain yang bertemu dengannya, apakah dia masih bisa bernafas dan duduk di atas kuda seperti sekarang? Dia tidak yakin.

"Memang begitu. Hanya saja aku tidak biasa membaur dan jarang pergi ke Arkadia, jadi aku tidak seperti Centaur yang ada disana. Aku lebih sering berada di Magnesia."

"Kau cukup ramah menurutku, seharusnya tidak akan sulit untuk membaur di Arkadia. Dan juga, jika aku punya keluarga kau pasti akan disambut di sana."

"Begitukah? Mungkin aku akan sering ke Arkadia mulai dari sekarang karena ada teman seperti kamu di sana." Kata Centaur itu sambil tertawa.

"Tentu saja, aku akan dengan senang hati menyambutmu."

Kemudian mereka tertawa bersama.

Tanpa sadar mereka terus bercakap-cakap selama perjalanan, sesekali Irisha juga akan menikmati pemandangan di hutan yang tidak sepenuhnya menakutkan, terkadang dia menemukan beberapa bunga yang sangat indah, atau pohon yang unik dan menarik. Sejujurnya dunia ini tidak seburuk yang dia kira. 

Dia harus belajar untuk menerima dunia ini yang jelas berbeda dengan dunia darimana dia berasal, dan mulai untuk beradaptasi. Dia masih memiliki kepercayaan besar bahwa dia seharusnya masih bisa kembali, hanya saja ... jika mungkin dia tidak pernah bisa kembali maka dia tidak bokeh berakhir menyedihkan di dunia ini karena ketidaktahuannya.

Pada tengah hari, Centaur itu membantunya memetik beberapa buah di hutan untuk dimakan dan juga mengatasi rasa haus. Buah ini berwarna orange cerah dan juga ada yang sedikit kecoklatan, ukurannya hanya sekitar satu genggaman tangan dan berbentuk bulat.

"Buah ini, apa namanya?" Tanya Irisha sambil mengigit buah ini perlahan. Rasanya cukup manis dengan sedikit asam dan cukup segar. Air yang terkandung didalamnya juga cukup untuk mengatasi rasa hausnya.

"Oh, buah ini disebut Kauki, bukankah rasanya cukup baik? Setidaknya lebih baik daripada kita kelaparan."

"Ini sangat baik. Ini pertama kalinya aku makan buah segar seperti ini." Kata Irisha, sambil tersenyum.

"Baguslah, itu berarti seleraku tidak buruk."

"Apakah kau sering memakan buah ini?" tanya Irisha sambil menoleh ke arah Centaur itu.

"Ini buah favoritku," jawab Centaur itu sambil tersenyum.

"Astaga, sebuah kehormatan untuk bisa memakan buah favorit dari teman baruku."

"Tidak masalah. Jika kau suka, makanlah lebih banyak."

Irisha terdiam sebentar, kemudian dia langsung menatap Centaur yang berada tidak jauh darinya itu." Kita sudah menjadi teman sejauh ini, jadi bolehkah aku bertanya siapa namamu?"

"Oh, benar! Namaku Xantha Archer, kau bisa memanggilku Xantha."

"Apakah boleh jika aku ingin memanggilmu Archer?"

"Tentu saja, tidak masalah."

"Tentang namaku, aku akan memberitahumu saat aku ingat, bagaimana?" Irisha memutuskan untuk tidak mengatakan nama yang sebenarnya sampai dia memastikan apakah dia memiliki nama lain di dunia ini, karena jika benar dia menempati tubuh orang lain maka tubuh ini pasti memiliki namanya sendiri. 

"Tidak masalah. Aku akan menunggu sampai saat itu karena kita sudah berteman kurasa tidak ada masalah." Kata Archer sambil melempar biji Kauki yang berwarna coklat dan berukuran kecil ke sembarang arah.

"Archer?" Irisha menatap Archer dengan pandangan menyelidik.

"Ya? Kenapa kau melihatku seperti itu? Kau tidak mungkin menyukaiku secepat ini kan?" Canda Archer sambil mengedipkan matanya. Rasanya sangat menyenangkan untuk bercanda dengan teman barunya ini, karena biasanya dia hanya memasang wajah kaku saat berjaga di perbatasan. Bahkan saat berada di Magnesia, dia hanya bersikap santai saat bersama dengan keluarganya saja. Entah bagaimana gadis ini berbeda hingga dia bisa bersikap santai di hadapannya.

"Astaga, aku baru tahu bahwa para Centaur memiliki sikap percaya diri yang sangat tinggi." Irisha menjawab sambil tertawa. "Aku hanya merasa penasaran, kenapa kamu mau membantuku? Maksudku, aku hanya orang asing dan bahkan aku hampir menerobos perbatasan ras mu, bukankah seharusnya aku mendapat hukuman?"

Archer terdiam, "Kau hanya hampir dan belum sepenuhnya menerobos, dan pada awalnya aku ada di sana untuk mengingatkanmu karena itu sudah tugasku. Kemudian aku pikir, tidak masalah jika aku menolongmu karena aku tidak mungkin membiarkanmu terus berada di sana dan mendapat beberapa masalah dari rasku."

Dia mengangkat alisnya, "Tunggu, kau bilang itu tugasmu, jadi ... kau seorang prajurit?"

"Benar, aku prajurit penjaga perbatasan. Ya, hanya prajurit tingkat rendah sebenarnya."

Irisha terkejut, "Jadi kenapa kamu justru meninggalkan posisimu dan pergi membantuku? Bagaimana bisa pemimpin mu mengizinkan hal itu?"

"Kenapa tidak? aku bilang aku harus membantu seorang gadis manusia untuk kembali pulang. Kau terlalu menyedihkan untuk dibiarkan kembali sendirian." Archer menjawab sambil tertawa.

"Aku rasa pemimpin mu akan salah mengira kau akan mengantarkan kekasih manusia mu pulang." Kata Irisha sambil memasang wajah kesal, namun sebenarnya hatinya merasa terhibur karena candaan Archer setidaknya dia bisa melepaskan dirinya dari puluhan pertanyaan yang bertumpuk di kepalanya.

"Prajurit seperti kami jarang memikirkan tentang pasangan, apalagi pemimpinku sangat mengenalku jadi dia pasti tidak pernah terbesit untuk memikirkan tentang hal seperti 'aku mengantar kekasih manusia ku pulang' lagipula hubungan silang seperti ini masih jarang yang mencapai sakral." Jawab Archer dengan yakin sembari sedikit tersenyum.

Irisha tertawa, "apakah ternyata teman baruku ini seburuk itu dalam hal wanita?" 

"Apa kau baru saja mengejekku?" Tanya Archer sambil melirik dan pura-pura marah.

"Tentu saja tidak, Archer temanku adalah prajurit yang sangat tangguh." Irisha menahan tawa.

"Kita baru saling mengenal kurang dari sehari, bagaimana kau yakin aku prajurit yang tangguh?" Archer melirik gadis yang tidak jauh darinya itu, sepertinya dimasa yang akan datang dia merasa bahwa dia tidak akan menyesal telah berteman dengan gadis ini.

"Hanya tebakan, tapi aku yakin itu benar." Archer menemukan tatapan gadis itu penuh dengan keyakinan.

"Yah, aku hanya prajurit tingkat dasar, tapi karena aku temanmu tentu saja aku harus tangguh." Archer merasa suatu saat nanti dia harus membalas keyakinan gadis ini.

"Percayalah, takdirmu pasti akan menjadi orang yang tangguh kelak."

Entah mengapa, Irisha merasa sangat yakin bahwa Centaur sahabatnya akan menjadi seperti yang dia katakan. Apa karena dia sudah menolongnya? Ntah lah dia sendiri tidak mengerti tindakannya ini.

Waktu semakin beranjak mendekati waktu sore hari dan Archer memutuskan bahwa mereka harus segera berangkat dan melanjutkan perjalanan supaya mereka segera mencapai perbatasan Arkadia paling lambat esok hari.

"Seharusnya kita bisa mencapai Arkadia esok menjelang pagi, semoga saja kita tidak mengalami gangguan di malam hari." Archer merasa perlu memberitahu hal itu pada gadis di belakangnya.

"Gangguan ... di malam hari?" Apakah itu gangguan perampok atau gangguan dari makhluk lain? Dia sendiri tidak yakin.

"Ya, terkadang ada beberapa makhluk dari ras lain yang mencari masalah di malam hari sebab kita berada di area hutan yang bebas, semua bisa datang dan pergi, apapun itu."

Apapun? Memangnya ada berapa banyak lagi ras di dunia ini?

Archer masih melanjutkan, "Terkadang kita juga akan menghadapi perampok yang merasa memiliki sebuah wilayah di hutan atau merasa berhak mengambil barang siapapun yang melewatinya.

"Perampok ini, apakah mereka dari ras manusia seperti aku?"

"Oh itu belum pasti. Terkadang beberapa Lycan juga akan merampok, ada juga Orc. Tapi jangan khawatir dengan keselamatanmu, mereka biasanya dari kalangan rendah dan aku masih bisa mengatasinya selama jumlah mereka tidak melebihi sepuluh orang."

Irisha menatap punggung Centaur didepannya ini, dia tidak mengira Archer akan sebaik itu padanya. Dia tahu dengan baik bahwa karakter seperti Archer bukanlah orang yang akan dengan mudah mengulurkan bantuan pada orang lain, dia mengerti hal ini. Tapi katakanlah bahwa dia sangat beruntung  untuk menerima kebaikan dari Centaur yang satu ini. 

"Apakah kamu pikir aku meragukannya? Kau seorang prajurit, aku yakin kamu bahkan bisa mengalahkan dua kali lipatnya." Irisha cukup yakin dengan intuisinya.

"Kalau begitu, apakah kamu meragukan kemampuanku?" Tanya Archer sambil melirik ke belakang.

"Kau temanku. Dan aku tidak pernah meragukan orang yang sudah menjadi temanku bahkan jika pada akhirnya mereka akan mengkhianati aku sekalipun."

Tiba-tiba Archer merasa hatinya menegang, "Apakah kamu kehilangan ingatanmu mungkin saja karena seseorang yang telah mengkhianati kepercayaan mu ini?"

"Eh? Aku tidak tau, aku melupakan semuanya. Bahkan ini terasa seperti aku terlahir kembali." Kata Irisha sambil memegang kepalanya. Dia sebenarnya merasa agak tidak enak karena harus berbohong pada Archer yang sudah baik padanya, tapi untuk mengatakan semua kebenaran padanya akan lebih tidak mungkin lagi. 

"Aku katakan padamu, aku bisa melawan dua puluh orang jika aku terdesak. Tapi saat ini ada kau, aku akan melindunginya bagaimana pun caranya. Karena aku teman pertamamu setelah semua. Tidak masalah kalau kamu tidak bisa mengingat kembali apa yang sudah kamu lupakan, apapun yang terjadi aku adalah temanmu." Archer mengatakannya sambil sedikit menoleh kebelakang untuk menunjukan ketegasan dari kata-katanya.

Dia terkejut. Namun, dia merasa bahwa dia bisa mempercayai Archer apapun keadaannya, orang seperti Archer adalah orang yang selalu dia harapkan ada di dunia tempat ia berasal. Orang yang akan selalu mendukungnya apapun yang terjadi padanya, melindunginya tidak peduli apapun yang terjadi. 

Menemukan Archer membuatnya menyadari satu pertanyaan,

Apakah dunia ini justru tempatnya yang sesungguhnya?

Dia menggenggam erat pada baju dari kulit di pinggang Archer, "Archer ... terima kasih. Aku seperti menemukan seorang kakak laki-laki."

Archer tertawa, "Apakah aku sebaik itu?"

"Lupakan saja. Karena kau tertawa aku merasa bahwa aku harus memikirkannya kembali. " Dia pura-pura merajuk.

"Astaga, adik perempuanku merajuk ternyata." Archer masih setia tertawa.

"Aku rasa di kehidupan sebelumnya mungkin saja kita memang bersaudara, kita belum ada sehari saling mengenal tapi kita sudah seakrab ini, rasanya ini tidak seperti diriku yang biasanya." Archer mengatakannya sambil menatap menerawang langit. 

Irisha terdiam sambil berpikir, "Kau percaya pada kelahiran kembali?" 

"Kenapa tidak, aku yakin para dewa di Asgard beberapa di antara mereka bertugas mengurus siklus kelahiran kembali, beberapa dewa yang pernah datang ke Magnesia juga pernah mengatakan itu. Namun kelahiran kembali selalu terjadi setelah ratusan atau bahkan ribuan tahun lamanya. Itulah kenapa selain dewa sangat sedikit yang bisa membuktikannya."

"Asgard ... tempat para dewa?" Irisha merasa dia akan belajar banyak hal mulai hari ini, banyak sekali istilah yang harus dia ingat di otaknya yang berkapasitas pas-pasan saja. 

Archer sedikit tertawa, "Kau bahkan tidak tau tentang Asgard? Sepertinya kau memang terlahir kembali setelah kepalamu terbentur. Asgard adalah bangsa tempat para dewa, dan hanya ada dua kata yang dianggap bisa menggambarkan Asgard 'Sangat Indah!'"

"Kau pernah ke sana?" Irisha cukup penasaran dengan Asgard ini, karena sepertinya inilah tempat yang dikagumi oleh semua ras. 

"Tidak pernah, aku hanya mendengar dari tetua kami yang pernah ke Asgard, karena tidak semua orang yang bisa masuk ke Asgard. Asgard adalah tempat para dewa tentu saja mereka tidak ingin beresiko merusak tatanan dunia Ygdrassil dan membuat Tuhan murka."

Irisha menangkap sesuatu, "Kau ingin ke sana?" 

"Apakah aku terlihat terlalu bersemangat? Sejujurnya aku hanya ingin membuktikan apakah semua cerita tentang Asgard itu benar, dan jika bisa sekali saja dalam seumur hidup, aku ingin melihat Sang Odin. 

"Dan ... siapa itu sang Odin?" Irisha merasa sangat bodoh. 

"Sang Odin adalah pemimpin para dewa di Asgard. Dia terkenal dengan kekuatan dan kebijaksanaan yang tidak bisa ditandingi siapapun, dan dia adalah teladan untuk para raja dan pangeran maka dari itu aku ingin melihatnya walaupun hanya sekali."

Mendengar cerita Archer, dia menjadi berpikir bahwa sebaiknya dia tidak pernah ke Asgard ataupun bertemu para dewa. Karena jika dia sampai bertemu dengan mereka dan kemudian mereka menyadari bahwa dia adalah manusia dari dunia yang berbeda, maka dia tidak tahu bagaimana nasibnya. 

"Baiklah, kita akan melanjutkan ceritanya nanti. Langit sudah mulai gelap, sebaiknya kita mulai mencari tempat yang nyaman beristirahat sehingga kau bisa tidur dan aku akan membuat api unggun untuk menghangatkan kita nanti." 

"Baiklah."

Kemudian, mereka berdua mulai meneliti tempat di  sekitar mereka yang terlihat cukup nyaman dan terlindungi untuk dijadikan tempat istirahat. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status