Share

Batch 6 : Antara Jei dan Alena

Terdiam. Berdiri kaku.

Dennis melakulan hal ini dalam waktu yang ia sendiri tidak memastikan, ia hanya berdiri di kuburan. Ya, kuburan seseorang yang takkan pernah ia lupakan hingga sekarang, bayangan dan penyesalan terus menghantuinya.

Laki-laki minim ekspresi itu hanya berdiri disana, sambil membaca berulang-ulang nama yang tertulis dan batu nisan tersebut, dan berharap ketika hitungan ke 100, nama itu bisa berubah. Nyatanya, sudah 342 kali Dennis membaca nama itu, tetap sama. Nama seseorang yang sangat membekas hingga sekarang. Teman masa kecil, yang membuat Dennis terus belajar agar menunjukan pada 'sosok' tersebut, ia layak diperhatikan. Tapi, saat gadis itu meinggalkan dunia fana itu, apa yang ia rasakan hanya tertahan dan tiggal di angan.

Bahkan, sudah berdiri lama, lelaki itu tak pernah dapat melupakan bayang-bayang dan penyesalan. Dennis berjongkok, dan hanya mengelus-elus kuburan, ia tak bisa berbicara sekata-pata, karena ia tahu gadis itu mengenalnya lelaki pendiam, yang tak banyak bicara.

"Apakah dengan membuatkan sebuah gambar, kamu bisa mengerti?" Dennis akhirnya membuka suaranya, tiba-tiba lelaki itu kepikiran ingin melukis tangan potret gadis yang membuatnya tak bisa berpaling. Dennis menarik napas panjang, berharap setelah ia berhasil menunaikan ini, ia bisa melupakan gadis yang telah berpisah alam dengannya.

"Mungkin saya bisa menuangkan semua perasaan saya pada lukisan itu, maaf selamanya kamu tak pernah memdengar dari bibir saya. Saya bukan lelaki romantis yang pandai mengekspresikan perasaanya. Puluhan tahun saya menahan semua ini, berharap kamu mengerti dan tenang di alam sana." Dennis terdiam beberapa saat, ia tak menyangka bisa berbicara sepanjang itu. Padahal, ia biasanya hanya punya keyword dalam kamusnya. Ia bukan manusia ekpresif.

"Kalau kamu mau tahu. Saya sudah punya anak." Dennis jadi sumringah, lelaki itu merasa bangga dan dadanya dipenuhi kebahagiaan, memikirkan bayi mengemaskan yang sudah ia anggap anak sendiri.

"Mungkin akan saya kenalkan kalau sudah sedikit besar. Dari baru berumur 6 minggu, masih sangat merah. Tapi dia bayi yang mengemaskan." Dennis masih tersenyum.

"Saya harap, kamu bisa dengan tenang bersitirahat di sana. Semoga saya bisa melupakan kilasan memory puluhan tahun silam, dan kembali menjalani hidup normal. Nana ingin menikah, tapi tidak boleh melangkahi saya. Walau saya tak pernah mempermasalahkan, jika Nana menikah duluan. Tentu kamu masih ingat, saat bersama Nana dulu. Dia juga merindukan kamu." Selaki apapun, dan sekaku apapun, seseorang masih memiliki hati, pasti bisa tersentuh. Dennis—lelaki itu menengadahkan kepalanya ke langit dan menahan sesuatu yang membuncah. Tak sadar, tubuh Dennis bergetar. Ia memegang nisan itu menahan tubuhnya, mungkin orang yang melihat, bisa tahu, bagaimana hati Dennis merasa begitu terpukul.

"Ayo... Dennis main! Jangan takut sama orang."

"Dennis... mana Nana?"

"Nih, satu buat Nana. Nah, ini khusus buat Dennis." Gadis mengeluarkan permen tangkai berwaran hijau khusus buatnya, dan warna pink untuk Ilana. Dan Dennis hanya bisa berterima kasih dalam hatinya, ia tak bisa menegekspresikan apa yang ia rasaakan.

Saat, mereka berbagi bekal, saat gadis itu tersenyum, ia pintar dan selalu mengajak Dennis mengobrol, walau di dalam kelas, Dennis tak pernah punya teman, karena ia tak pandai mencari teman. Semua orang menjauhi Dennis kecuali gadis itu.

Perasaan Dennis sedikit lega, saat ia mengutarakan apa yang ia rasakan. Dennis berjanji, setelah pulang dari ini, ia akan menggambar hadiah terakhir untuk gadis pujaannya. Ia merasa menyesal, kenapa harus jadi manusia kaku, dan tak pandai mengekpresikan apa yang ia rasakan seperti adik-adiknya? Dennis merasa beda sendiri di keluarganya, keluarganya itu sangat berisik, mulai dari induk sampai anak, tapi tak berlaku bagi dirinya. Dari gen siapa dirinya diambil? Terkadang Dennis ingin meragukan ia bukan anak kandung Ilona dan Darren, tapi melihat wajahnya yang sangat mirip dengan sang ayah dan dua adik kembarnya, Dennis kembali tenang, walau ia sendiri heran denhan sikapnha yang beda sendiri dari 3 saudara kandungnya.

"Saya pulang?" Dennis tersenyum pada nisan itu seperti orang gila. Hatinya sedikit lega, pada apa yang ia rasakan. Harusnya dari dulu, ia mengutarakan semuanya, mungkin semuanya takkan jadi seperti ini.

"Selamat tinggal Jae. Saya selalu menyayangi kamu." Dennis tersenyum masam. Dirinya terlalu pengecut, baru kali ini ia bilang sayang. Saat gadis itu masih hidup kemana saja dia? Dia menggeleng, bukan saatnya untuk menyalahkan diri sendiri. Mungkin sudah takdirnya begini.

"Kamu akan tertanam di hati Jae. Walau mungkin saya akan bersama wanita lain, semua demi bunda."

Perlahan, kaki Dennis meninggalkan kuburan terssbut dan disapa dengan angin yang sedikit kencang. Dennis tersenyum, Jei datang menemuinya.

__________________________________

Dennis yang tadinya cemberut, dan merasa frustasi karena kisah masa lalunya, langsung merasa segar kembali ketika, melihat Azyan yang sudah begitu rapi dan bermain bersama Baby Danish di ruang tamu. Bayi berumur 6 minggu, yang tak boleh diajak bermain, malah Azyan sudah tak sabar untuk bermain bersama bayi tersebut. Secepatnya, Azyan ingin menyuapkan Danish, bagaimana Azyan mengajarkan carany belajar berjalan, saat Danish tumbuh gigi, saat Danish belajar berbicara, belajar makan sendiri, belajar mengunakan semua indranya. Dan Azyan akan mengajarkan dan menjadi saksi agar bayi mengemaskan itu tumbuh kembangnya berjalan dengan baik.

"Cepat besar ya baby. Neny udah nggak sabar, mau lihat baby main, baby manja."

"Kalau udah besar, harus pintar, boleh manja, tapi nggak boleh berlebihan. Nenny akan buat baby merasa tenang, merasa nyaman. Baby jagoan, jangan takut pada apapun." Azyan melihat bibir mungil Baby Danish. Gadis itu rasanya ingin menggigit bayi merah itu karena sangat geram.

Azyan tak sabar, saat Danish sudah bisa bermain dengan mainan hingga membuat semua ruang tamu berantakan, atau saat Danish kesal karena mainannya tidak berbicara padanya. Azyan tersenyum, dengan terus menowel pipi Danish dan semua hal itu, tak luput dari perhatian Dennis, lelaki dewasa itu berdiri di depan pintu dan terus tersenyum.

"Sudah makan?" akhirnya Dennis bertanya, karena Azyan tak juga menyadari kehadirannya. Azyan dengan salah tingkah melihat ke tuan rumah dan hanya tersenyum malu.

Dennis mendekati Azyan. Lelaki dewasa itu duduk dan melihat Danish yang tengah tertidur pulas tak terpengaruh apapun. Terkadang, Azyan ingin baby Danish terjaga 24 jam, agar ia terus mengecohi bayi merah tersebut. Azyan paling suka saat Danish terbangun, apalagi mendengar suara tangisan Danish, semakin menambah semangat Irish.

Kedua manusia dewasa itu memperhatikan bayi yang mereka jaga sepenuh hati, dan tercetak jelas senyum penuh bangga diantara keduanya.

Tiba-tiba Dennis memandangi wajah Azyan. Di mata Dennis, Azyan tak terlalu cantik. Karena bagi Dennis, Bundanya--raja hutan, wanita paling cantik di dunia, disusul dua adiknya, Ilana dan Ilene.

Dennis pandangi dengan benar-benar saat Azyan tersenyum dan menampakan giginya, membuat ada ngelenyer aneh di dada lelaki itu. Dennis menggeleng, dan Azyan menangkap Dennis yang tiba-tiba menggeleng.

"Kenapa bang?"

"Ah, tidak. Sebaiknya saya mandi saja." Dennis beranjak, dan terus memikirkan perintah bundanya. Hidup adalah pilihan, apa ia tak boleh memilih untuk melajang seumur hidup?

Dennis sama sekali, memikirkan tentang pasangan.

Dennis masuk ke dalam kamar mandi, menghidupkan shower dan air mulai menyapu tubuh.

Alena.

Tiba-tiba nama itu terlintas begitu saja, saat Dennis menggosok rambutnya. Alena teman Ilana, tentu saja gadis itu berkelas. Apa Dennis suka permpuan model seperti itu? Jika dirinya saja, hanya orang sederhana. Dennis tak suka hidup glamor, yang penting semua kebutuhannya sudah terpenuhi, bagi Dennis semuanya sudah cukup.

Sapuan terakhir. Dennis berjalan dan mengambil handuk yang tergantung. Lelaki dewasa itu berkaca di depan cermin di kamar mandi, sambil memperhatikan jambangnya yang sudah tumbuh kembali.

Dennis mengambil alat cukur eletrik, menekan tombol on, dan mulai menjalankan di sepanjang rahangnya dan daerah atas bibir. Dennis terus memikirkan perempuan-perempuan yang berjasa dalam hidupnya, apalagi kata-kata bundanya. Bundanya termasuk orang yang pemaksa, jika tidak dituruti, maka bundanya akan semakin mengamuk.  Tapi, apa Dennis harus menemui Alea? Sedangkan hati laki-laki itu mati.

Dennis merasai bulu-bulu di sekitar wajahnya bersih, dan mencuci wajahnya. Dennis kembali ke kamar, lelaki itu membuka wall in closet, ia tak suka boros, tapi semua ini bundanya yang lakukan, kata bundanya, ia harus jadi laki-laki yang merawat diri, agar banyak wanita yang mengejar. Dan sampai sekarang, tak ada yang mengejar diriny. Apa mungkin Dennis terlalu tertutup, hingga tak ada yang berani mendekati dirinya? Apa dirinya terlalu menyeramkan?

Dennis memakai kemeja berwarna putih polos dan hanya memakai celana rumahan berwarna dongker. Lelaki itu menggosok air yang ada di kepalanya. Akhirnya, Dennis memutuskan turun.

Kamar Dennis berada di lantai atas, sedangkan kamar Azyan dan Danish, berada di bawah, kamar luas yang langsung menghadap ke depan rumah.

Dennis ingin sarapan, walau rasanya sudah telat. Ketika melewati kamar Azyan, terlihat gadis itu sedang berbicara dengan Danihs. Tanpa sadar, Dennis tersenyum dan kakinya menuntun masuk ke dalam kamar tersebut. Aroma bayi langsung masuk ke dalam hidung Dennis kala kakinya menginjak pintu.

"Hai baby ganteng. Udah bangun, udah mandi, ganteng bangat. Mamam nanti aja ya, main dulu, nanti kalau udah mamam tidur lagi. Hari ini, buka mata satu jam, nanti baru tidur." Dennis hanya mampu tersenyum dan menggeleng, ia juga merasakan hal yang sama, tak rela ika waktu Baby Danish lebih banyak dihabiskan untuk tidur, padahal mereka ingin bermain dengan bayi merah itu. Dennis sudah tak sabar, Danish mengunjak usia 4 bulan atau 6 bulan, agar semakin aktif dan Dennis tak terlalu menciumnya.

Tanpa sadar, Dennis sudah naik ke atas ranjang. Dennis mendongak kepalanya dengn tangan sambil trsenyum melihat Danish yang

hanya mengerjapkan matanya.

"Nanny nggak mau kasih makan, main dulu, nanti tidur terus." ujar Azyan dengan nada merajuk.

"Jangan jadi ibu tiri yang kejam." Azyan dengan cepat menoleh, Dennis ada di sampingnya. Lelaki ini, selalu saja membuatnya nyaris copot. Akhirnya Azyan hanya tersenyum malu-malu.

"Baby tidur terus, nggak papa ya daddy." Bulu-bulu di seluruh tubuh Azyan langsung berdiri, baru kali ini ini ia berani bicara seperti itu pada Dennis.

"Boleh mommy." jawab Dennis dengan suara dibuat seperti anak kecil. Tanpa sadar, keduanya tertawa bersama, dan kompak melihat ke arah baby Danish yang menggeliat kecil.

"Kenapa dia besarnya lama sekali?" komplain Dennis.

"Saya juga merasakan. Udah nggak sabar dia besar, trus bisa ajak ngomong."

"Semoga jadi ibu terbaik buat Danish." wajah Azyan sudah merah, bahkan sampai ujung kaki sampai memerah. Azyan memaknai perkataan dengan makna lain. 'Semoga, selamanya jadi ibu untuk Danish.' Apa Azyan mengharapkan Dennis? Hanya ia yang tahu, bagaimana perasaan yang tersimpan di lubuk hati terdalam.

"Eh, itu udah nutup matanya." tegur Denish.

"Aduh, makan dulu. Dari bangun, trus mandi belum dikasih makan." Dennis hanya memperhatikan bayi mengemaskan yang memakai baju bayi berwarna putih bermotif.

Walau sudah sangat mengantuk, bayi merah itu tetap menyedot makanananya dengan semangat.

"Tadi bunda..." Dennis menjeda kalimatnya. Azyan memandang Dennis dengan banyak pertanyaan di kepalanya.

"Hm."

"Bunda, mau saya cari pasangan." seluruh darah berkumpul di kepala Azyan, membuat kepalanya berdenyut, tapi gadis itu berusaha menguasai dirinya.

"Yaudah coba aja bang." Dennis diam. Siapapun yang ia tanya, pasti menyarankan hal ini, padahal ia sama sekali tak menginginkan hal ini. Dennis nyaman hidup seperti ini, fokusnya hanya Danish.

"Maksud saya, apakah harus? Saya sedikit punya masa lalu, dan masih terbayang-bayang." Azyan masih berpikir, Dennis tak menyangka bisa berbicara selugas itu pada orang lain, biasanya ia hanya bicara pada Ilana.

"Kalau abang merasa butuh sosok istri, tidak ada salahnya mencoba. Masalah merawat semuanya, saya yang akan menangani baby. Baby tanggung jawab saya."

"Kalian tanggung jawab saya." potong Dennis cepat. Azyan diam, dan merasakan Danish tak lagi menyedot makanannya, gadis itu melepaskan sumber makanan Danish.

"Coba aja bang. Kalau nggak berhasil, bisa cari yang lain." Dennis mengangguk. Walau ia merasa sedikit terpaksa. Jujur, ia tak ingin ada orang lain yang masul dalam kehidupannya, apa yang Dennis miliki saat ini sudah lebih dari cukup.

"Alena. Namanya Alena." jantung Azyan semakin bertalu-talu, mungkin Dennis bisa melihat jika lelaki itu memperhatikan, bagaimana darah dengam cepat berpompa dan mengalir semua di kepala Azyan. Gadis itu merasa seperti ingin melayang.

"Hm?" tanya Azyan lemah, sambil memijit sedikit kepalanya, dari rasa aneh yang menyerangnya tiba-tiba. Ada apa ini?

"Bunda suruh kenalan sama Alena, teman Nana." Azyan melihat Dennis jadi dua orang. Ia melihat keadaan yang menghitam, walau masih bisa mendengar suara. Dennis tak menyadari apa yang Azyan rasakan.

"Bunda mau jodohkan saya dan Alena." detik itu, kesadaran Azyan menghilang. Tubuhnya sangat ringan, seperti melayang, walau ia masih bisa merasakan keadaan sekitar.

"Zyan. Zyan." Azyan tak bisa berbuat apa-apa, ketika mendengar suara Dennis yang panik.

Alena.

Azyan tak suka nama itu, apa Azyan harus jadi posesif, dengan menguntit Dennis, saat lelaki itu dalam masa perkenalan dengan Alena? Kenapa Azyan merasa tak rela, jika Dennis mencari perempuan lain dan Baby Danish diambil orang lain? Padahal ia hanya seorang pengasuh.

__________________________________

Otakku terlalu banyak merancang konflik untuk mereka, jadi nulisnya kaku bangat. Maafkan part gaje.

Emak belum bisa nulis lugas. Mungkin bawaan karakter juga.

Jangan bosan ya.

Komen dam kasih bintang ya :*

Comments (3)
goodnovel comment avatar
puritraveller
Tetap setia menunggumu
goodnovel comment avatar
puritraveller
Mak, aku menunggu lanjutan part ini
goodnovel comment avatar
puritraveller
Tetap semangat Mba. Part ini emang kurang greget sih menurut aku
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status