Share

Batch 7 : Godaan Darris dan Pertemuan Bersama Alena

Dennis membersihkan tenggorokannya. Ia akhirnya menuruti, saran bundanya untuk bertemu Alena. Wanita yang akan ia jadikan masa depan.

Hari ini, Dennis hanya memakai pakaian santai, kemeja kotak-kotak kecil garis merah dengan warna dasar dongker dan celana jeans belel. Dennis juga memakai topi, sebelum berangkat ke restoran yang dijanjikan, ia pergi dulu ke rumah bundanya, dan banyak mendapat wejangan.

"Bunda jadi ingat papah kamu saat masih muda. Sama persis." Dennis hanya berdiri kaku di sana, melihat mata bundanya yang sudah berkaca-kaca. Wanita yang sudah berumur tersebut, hanya memakai daster rumahan, dengan warna biru les merah. Dennis melihat ke arah ayahnya yang duduk tenang, tak banyak bicara sama seperti dirinya.

"Pokoknya bang, kali ini harus jadi. Jangan kaku-kaku amat jadi orang. Kalau bingung mau ngomong apa, chat bunda, biar bunda ajarkan kata-katanya." Darren terkekeh, pada tingkah istrinya. Ada saja, kelakuan ajaibnya, yang membuat hidupnya tak pernah sepi.

"Hm."

"Abang, kalau bunda dapat laporan dari Alena yang nggak-nggak, bunda merajuk dan bawa Danish hidup sama bunda sekalian Bella juga." Dennis mengerutkan dahinya. Ancaman bundanya, selalu membuatnya tak bisa mengelak apapun.

"Anak orang bunda."

"Biarin! Siapa suruh, nggak mau cari pasangan. Biar abang tahu, kalau hidup abang itu kesepian."

Dennis melirik ke arah jam tangan yang melingkar di tangan kanannya. Lelaki itu memandang ayahnya dan bundanya bergantian. Ia tak banyak berharap pada pertemuan kali ini, yang pasti semua Dennis lakukan demi bundanya. Perintah sang raja hutan adalah mutlak.

"Yaudah, pergi dulu." Dennis mencium pipi bundanya.

"Semangat bang, bunda nggak mau kamu kesepian. Umur abang udah lebih dari cukup buat punya pasangan bang." Dennis mengangguk. Cepat luluh, jika bundanya yang berbicara.

"Bentar." Dennis berdiri, melihat ke arah bundanya yang berlari ke belakang. Ia menatap ayahnya, yang hanya diam.

"Papa nggak bisa bilang apa-apa. Kamu tahu yang terbaik buat hidup kamu. Cuman, coba ikutin saran bunda. Bunda sayang anak bunda semuanya, bunda lakuin semua buat kalian bahagia. Papah sangat tahu bundamu, dia manusia paling baik, dia mau nolong siapa aja walau tak kenal. Apalagi buat kebahagiaan anak sendiri." hati Dennis menghangat. Ia bersyukur mempunyai keluarga yang luar biasa. Walau kelakukan keluarganya bar-bar dan suka berisik, tapi Dennis menyanyangi semuanya.

"Ya." Darren hanya bisa tersenyum. Tak tahu kenapa putra sulungnya begitu tertutup dan sangat kaku. 

"Kalau punya masa lalu yang buat abang kayak gini, cobalah berdamai. Abang nggak bisa terus-terusan menyiksa diri." Dennis memandang lekat ayahnya. Mungkin ayahnya bisa merasakan, apa yang ia rasakan.

"Ya."

"Nah ini, udah susah bangat bunda nyarinya. Nih lihat bang. Bunda sampai bongkar semua barang, topi papah. Coba pakai, mana tahu bisa gaet cewek cepat." Ilona mengibas-mengibas topi yang ia berhasil ia bongkar di dalam koper. Topi milik Darren saat masih muda.

"Udah bersih. Nah, coba pakai." Ilona tersenyum dan memberi topi tersebut pada Dennis. Dennis memperhatikan topi yang rupanya senada dengan kemeja yang ia pakai.

"Makasih."

"Jangan lupa, lapor perkembangannya kesini. Udah tak sabar, bunda gendong cucu." Ilona mengedipkan matanya, pada putra sulungnya. Dennis hanya mengembuskan napas lelah.

"Kan bunda sudah punya Danish."

"Bunda mau rumah ramai. Jadi, abang harus buat banyak anak. Kalau boleh kembar, kayak adik kamu." Dennis melirik lagi ke ayahnya yang hanya mampu tersenyum, karena tingkah ajaib istrinya.

"Yaudah abang pergi dulu."

"Semangat bang! Alena itu cantik bangat, bunda tuh tahu, mana wanita cantik sama biasa aja. Selera bunda tuh tinggi." Dennis hanya berjalan keluar.

"Bang, ditunggu kabar baik!" Ilona berteriak lagi. Dennis hanya menggeleng. Ilona berbalik dan melihat ke arah suaminya yang duduk di bangku kebesarannya.

"Papah, apa kita perlu nambah adik buat Ai?" goda Ilona sensual, berjalan ke arah Darren, dengan tatapan liar, Ilona langsung naik ke pangkuan suaminya. Ilona memengangi wajah suaminya, ia tak pernah bosan memandangi wajah suaminya, dan Darren hanya bisa menelan ludahnya.

"Ayo pah. Bunda, mau nambah adik buat Ai aja. Anak bunda, nggak bisa produktif kayak kita." Ilona menarik suaminya ke dalam kamar. Yang hanya diikuti Darren dengan senang hati.

_____________________________

Dennis masih menunggu Alena datang. Tadi ia sempat diganggu Darrisβ€”adiknya yang seperti dajjal. Cowok itu menggoda Dennis dan mengatakan ingin ke rumah Dennis ingin mengapeli Azyan yang berada di rumah bersama Baby Danish.

Laki-laki itu membuka ponselnya.  Dan apa yang membuat Dennis terpana, foto Azyan yang sedang mengendong Baby Danish sambil tersenyum tulus ke bayi merah tersebut. Danish merupakan nyawa tersendiri bagi Dennis.

Beep!

Ada sebuah pesan masuk. Adik laknatnyaβ€”Darris mengirim video Azyan yang sedang berberes rumah.

"Kita live ya guys... buat cewek-cewek di luar sana yang udah ngejar dan kode ke aku, maaf bangat bukan nggak mau. Kalian tak tahu, aku udah punya istri.." terlihat Darris yang mejeda kalimatnya dan seperti orang yang pura-pura berpikir keras. Dennis mengepalkan tangannya. Adiknya memang dajjal, berwujud manusia.

"Nah, istri aku. Selama ini, kami diam-diam aja. Kan masih muda, lagian Bella juga nggak mau semua orang tahu. Dan lihatlah keajaiban terakhir, ini anak aku dan Bella."

Slap!

Dennis langsung meletakan ponselnya dengan kasar. Ada saja tingkah jahil adiknya yang membuat ia kesal. Saat mereka masih kecil, ia sering diisengi oleh Ilana, saat beranjak dewasa, Ilana tak lagi jahil, malah sifat jeleknya menurun ke adiknya Darris.

Bungsu di keluarga raja hutan tersebut sangat jahil, mungkin karena ia anak bungsu, jadi semua perhatian tertuju padanya.

Dennis melihat ke arah ponselnya yang bergetar. Dan masih saja Darris menganggunya, karena kesal akhirnya Dennis memblokir saudara kandung yang sama jenis kelamin.

Dennis melihat keadaan sekeliling, dan melihat ke arah wanita cantik yang sudah berdiri di sana. Wanita dengan rambut tebal, terawat, lipstik merah khas menggoda. Cantik. Sangat terawat. Benar, bundanya tak salah memilih wanita cantik.

"Aku lihatin dari tadi loh. Kayaknya serius bangat lihatin HP-nya." Dennis hanya mengangguk, pada sapaan ramah dari Alena.

Keduanya bersalaman. Alena duduk di depan Dennis dan memanggil waitress. Dennis memperhatikan kuku terawat milik Alena yang dicat berwarna merah terang.

"Jadi gimana kerjaan?"

"Lancar." Alena tersenyum. Ia sudah banyak kali mendapat laporan Bunda Dennis maupun dari Ilanaβ€”sahabatnya, bahwa abangnya manusia yang sangat kaku. Dan Alena tidak mempermasalahkan itu. Sudah lama, diam-diam ia memperhatikan Dennis, walau laki-laki itu tak pernah menyadari kehadirannya.

"Kamu?" Alena tersenyum, walau kaku, Dennis bisa membuka obrolan ternyata.

"Untuk sekarang masih jadi freelance model." Dennis diam, dan memperhatikan wanita cantik di depannya. Apa ini wanita masa depan yang bisa menjamin dan merawat Danish?

"Saya sudah punya anak." ujar Dennis langsung to the point.

"Aku tahu. Itu bukan anakmu, Nana udah cerita semuanya. Namanya Danish umur 6 minggu, punya pengasuh namanya Bella." Dennis seperti tak suka Alena menyebut Azyan dengan kata pengasuh. Ia merasa seperti 'rendah' padahal Azyan masih bisa mendapat masa depan yang lebih cerah lagi. Justru, gadis itu yang menyelamatakannya. Menjadi Nanny itu pekerjaan yang sangat mulia, setara dengan seorang ibu. Bagaimana mereka anak orang dengan sepenuh hati, walau bukan anak kandung sendiri.

"Aku mengerti, kalau emang nggak mau buru-buru. Aku juga masih nikmatin masa muda aku, kerjaan juga belum tetap." satu kata Dennis untuk Alena : songong.

"Ya."

"Sesekali, nanti ajak dong Danish. Aku suka anak kecil, ya walau belum bisa ngurus." Dennis memperhatikan Alena saat, gadis itu menyedot minumannya. Tiba-tiba gadis itu menarik sedotan dan meletakan di atas meja. Alena menatap Dennis yang memperhatikannya.

"Nggak boleh minum pakai sedotan, nanti cepat keriput." Dennis bisa menilai, Alena sangat menjaga penampilannya. Mungkin hal ini bisa dimaklumi dan sangat wajar, tubuh dan penampilan adalah aset utama menjadi seorang model.

Dennis menyesap capucino miliknya. Alena memandangnya lagi, cowok itu memandang lawannya datar. Tak ada getaran sama sekali, walau makhluk di depannya begitu cantik. Apa Dennis tak punya hati? Entahlah, ia sendiri tak bisa menjawabnya.

"Mungkin kapan-kapan, kita bisa berlibur bersama."

"Boleh."

"Aku tuh kenal bangat sama bunda kamu, papahmu juga, sama adik-adikmu juga, sudah akrab semuanya."

"Oh iya." Alena memutar-mutar gelas panjang bekas orange juice yang masih berisi setengah. Demi apa, otaknya mendadak tak berfungsi, karena jawaban Dennis yang begitu apa adanya. Ia harusnya mengulik kebiasaan dan apa kesukaan Dennis. Ilana bilang abangnya suka berenang, suka menggambar dan suka mengoleksi ikan. Dan kata Ilana lagi, hobby baru Dennis adalah merawat bayi. Alena jelas buta pasal bayi, bahkan sebelum kesini ia belum belajar materi, dan ilmu parenting agar bisa nyambung ngobrol bersama Dennis. Alena menyesal akan ini. Ia mengira, kebiasaannya tampil di depan publik, tak lagi masalah jika ia hanya berhadapan dengan Dennis sebiji, nyatanya ia salah besar.

"Jadi bayinya?"

"Oh, dia bayi yang sangat mengemaskan. Begitu cerdas, walau belum terlihat. Tapi setiap menatapnya suka tak tahan, mau dicium." Alena hanya menganga. Hampir 15 menit ia duduk bersama Dennis Nortman dan baru kali ini, ia melihat lelaki itu begitu ekspresif, gaya bicaranya yang santai, lugas dan terpancar jelas raut bangga. Dennis bangga, memiliki bayi Danish yang mengemaskan.

"Aku turut senang mendengarnya."

Dengan semangat Dennis mengangguk. "Tentu saja. Setiap orang tua pasti berbangga, memiliki bayi yang sangat mengemaskan."

"I bet, he's so adorable."

"He is." dengan cepat Dennis mengambil ponselnya dan menunjukan tangkapan layar Danish yang isinya ratusan. Dennis was a proud daddy.

"How cute he is." puji Alena tulus. Ia yang melihat Baby Danish lewat gambar saja, langsung jatuh cinta, bagaimana dengan Dennis yang bersamanya dan bisa memegang bayi mengemaskan itu.

"Gemesin." rasa bangga memenuhi rongga dada Dennis, ia tersenyum sumringah. Ia bangga, ia bangga menjadi orang tua dari seorang bayi yang sangat mengemaskan. Ia bersyukur masih diberi kesempatan bisa merawat dan merasakan langsung bagaimana mengurus Baby Danish.

"Kapan-kapan, ajak aku. Atau bisa bawa pas pertemuan kedua kita." Dennis hanya mampu tersenyum.

_____________________________

Niat hati mau leha-leha, karena Baby Danish sedang istirahat. Azyan juga manusia biasa, ia ingin merasakan bagaimana menjadi remaja normal lainnya. Menonton drama picisan, yang membuat ia merasai umurnya yang sebenarnya. Saat Azyan hendak marathon nonton drama Korea, Darris sudah berdiri di depan pintu. Cowok tampan itu, hanya memamerkan giginya.

"Nonton seorang-seorang, ajak abang." Azyan merasa tak nyaman, tapi Darris tetal masuk ke dalam, dan duduk di samping Azyan. Keduanya duduk lesehan di lantai, dan meletakan laptop berwarna abu-abu tersebut menyala. Azyan semakin merasa tak nyman, ketika ia mencium parfum Darris.

Drama diputar, dari adegan seorang wanita cantik yang baru saja turun dari mobil mewah. Wanita itu membuka kaca mata hitamnya, dan masuk ke dalam gedung mewah tersebut, dengan membungkukan badannya, pada orang yang ditemui.

"Bell." Darris mencolek-colek tubuh Azyan, membuat gadis itu makin tak nyaman. Azyan sedikit menjauh, ia melihat ke bawah. Mereka menduduki karpet empuk berwarna coklat.

Tiba-tiba Azyan teringat saat ia pingsan tempo hari. Ia terkena anemia. Tapi Azyan tak bilang pada Dennis, ia cepat merasa kelelahan. Saat Azyan tak bisa menguasai dirinya, Dennis hanya menepuk-nepuk pipinya. Azyan mendengar, tapi ia tak kuasa untuk bangun, akhirnya Azyan hanya menggenggam tangan Dennis yang hangat, perlahan membuat aliran darah yang mengumpul di otak, kembali normal, mengalir kel seluruh tubuh.

Ketika Azyan sadar, ia semakin menggenggam tangan Dennis kuat tak ingin melepaskan lelaki itu. Azyan ingin menjadikan Dennis tempatnya berlindung.

Air mata Azyan hanya mengalir saat Dennis bertanya, Azyan hanya memalu menggeleng. Ia tak ingin Dennis khawatir. Memangnya dia siapa, Dennis harus mengkhawatirkannya?

Azyan melirik pada Darris yang sudah larut dalam drama yang ada di laptop. Cowok itu menonton adegan, sepasang kekasih yang berbicara intim di bawah runtuhan bunga sakura. Darris menelan ludahnya, kapan ia bisa pergi berlibur mewah seperti itu bersama Azyan. Butuh berapa tahun ia menabung?

"Bella ambil makan." walau Kesal, Azyan akhirnya mengangkat bokongnya dan membawa beberapa makanan ringan di hadapan mereka, beserta minuman.

Azyan langsung berlari ketika mendengar suara Baby Danish. Gadis itu dengan sigap memasuki kamar. Semuanya refleks. Azyan sudah tahu, jika menangis seperti ini, Baby Danish buang air atau minta makan, walau matanya terus saja tertutup.

Azyan memeriksa terlebih dahulu, popok bayi itu. Benar saja, segumpal cairan kuning sudah terkumpul di sana. Azyan membersihkan kotoran tersebut. Ia sempat menciumi Baby Danish dan mengganti baju bayi tersebut. Azyan selalu menjaga agar Baby Danish selalu wangi selama 24 jam, jangan ada bau masam. Ia sangat menjaga kebersihan. 

Setelah mengganti, Azyan membawa pakaian kotor dan melihat Baby Danish tertidur lagi. Saat melewati rak sepatu yang berantakan, Azyan mengemas semuanya.  Ketika gadis itu mendengar ocehan Darris.

"Nah, istri aku. Selama ini, kami diam-diam aja. Kan masih muda, lagian Bella juga nggak mau semua orang tahu. Dan lihatlah keajaiban terakhir, ini anak aku dan Bella." Irish hanya bisa menggeleng, pada ulah iseng Darris. Kali ini, siapa korban cowok itu. Karena berteman akrab dengan Ilene, membuat Azyan sangat hafal, bagaimana isengnya kembaran sahabatnya itu.

"Bella." Azyan medekat ke arah Darris. Laki-laki itu menyuruh Azyan melambai ke kamera di depan, tapi Irish menggeleng. Azyan memilih masuk ke dalam kamar, dan ingin menganggu Baby Danish.

Akhirnya, Azyan mengendong Baby Danish membawa keluar dan menyusukan bayi merah tersebut.

Tentu saja, Azyan menutup aset milikya dengan kain. Tak mungkin, ia membiarkan Darris melihat miliknya.

Darris yang seperti anak polos, dan menjadi anak kesayangan di keluarga raja hutan, membuat Ia menatap Azyan dengan menelan salivanya.

"Bella, rasa air susu itu kayak apa?" Azyan diam. Walau ia sedang menyusukan, tapi ia tak pernah merasakan air susunya sendiri. Jadi orang gila tentu saja, jika mencicipi air susu sendiri. Apa rasanya tidak aneh?

Darris yang masih duduk di karpet bawah, menapat Azyan yang begitu lihai mengurus anak.

"Bella, aku boleh rasa air susu Bella nggak?" pinta Darris sungguh-sungguh.

_____________________________

Emak susah bangat, buat karakter polos. Kalau nulis pasal mesum cepat bangatπŸ˜£πŸ˜£πŸ˜£πŸ˜”πŸ˜”πŸ˜”. Otak emak udah tak sehat.

Tandain typo ya. Biar emak edit nanti, sering terbalik, nama Azyan ke Irish. Soalnya karakter mereka sama-sama polos tak berdosa. Walau Irish gak lagi πŸ˜‚πŸ˜‚πŸ€”. Kejap lagi, kepolosan Azyan dinodai Darris πŸ˜‚πŸ˜‚πŸ˜‚.

Lebih suka Dennis-Azyan

Atau Azyan-Darris.

Emak suka yg mesum biar seru. Nggak sepi hidupnya πŸ˜‚πŸ˜‚.

Komen dan bintang ya😘😘😘😘😍😍😍. 

Comments (9)
goodnovel comment avatar
Sekar Mayanggani
suka Dennis Azyan
goodnovel comment avatar
Ellisa
Dennis β™‘ Azyan
goodnovel comment avatar
Sherin Eyin
wkwkqkqkkq sumpah ini adenya kampret bgt yaa
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status