"Anjirrr lah." umpat Darris. Tiba-tiba ia merasakan sesuatu yang keras mendarat tepat di kepalanya. Sakit tentu saja. Lelaki itu melihat benda apa yang melayang ke kepalanya, dan itu kunci mobil. Ia melirik ke sana, dan melihat tatapan abangnya yang ingin membunuhnya.
"Papa pulang. Anak lagi tidur, tuh mama lagi nyusuin." canda Darris sambil meringis, karena rasa kepalanya seperti mau copot. Sakit sekali.
Dennis masuk dan duduk di sofa ujung. Ia mengeluarkan ponselnya. Ia menelpon, dan menloudspeaker, ponsel tersebut.
"Gimana bang berhasil? Ah... bunda senang bangat nih, ada pencerahan." Darris menoleh pada abangnya, itu suara bundanya.
"Jangan kasih uang ke Darris selama seminggu. Dia bicara tak senonoh, bahkan mau buat mesum!"
"Ada apa ini?" suara Ilona di ujung terdengar panik. Darris hanya menganga. Gila! Abangnya nekat, dan jika ancamannya uang, ia tak bisa buat apa-apa. Karena ia tak punya penghasilan sendiri seperti abangnya.
"Darris berbicara tak senonoh pada Azyan." adu Dennis.
"Bicara apa dia?"
"Bunda tanya sendiri, pada anak kesayangan bunda." Darris sudah mencak-mencak, menendang karpet empuk itu seperti anak kecil.
"Darris! Pulang kamu!" Darris hanya bisa menelan ludahnya. Jika suara bundanya sudah begitu, tentu saja hukumannya baru saja dimulai.
Azyan tak tega menatap Darris yang wajahnya seperti ingin menangis. Ia berharap Darris masih punya tabungan, atau Ilene berbaik hati berbagi bersama kembarannya, atau diam-diam Darris bisa meminta pada ayahnya. Karena, Azyan tahu karakter keras bundanya. Setiap kata yang diucapkan wanita itu semuanya terjadi, bukan hanya gertakan.
"Abang, becanda doang etdah. Sensi amat, makanya cari bini, biar nggak panas hati, liat anak muda mesraan."
"Pulang!"
"Abang... bunda tuh serius, aku pasti nggak dapat uang seminggu. Apes bangat dah, bunda kejam, abang kejam. Udah kek anak tiri." sungut Darris.
"Pulang sana."
"Abang..."
"Pulang!" Darris menarik tasnya dan pulang. Azyan melihat Darris dengan rasa tak tega. Laki-laki itu wajahnya berubah, menahan marah dan kecewa di saat bersamaan. Dennis keterlaluan, padahal niat hati Darris hanya bertanya. Dia remaja normal, tapi melakukan hal senonoh seperti dan sampai nekat, itu tidak akan terjadi, ia bisa disembelih bundanya. Bahkan, Darris pacaran saja, sudah ada larangan tak boleh ada adegan kissing. Menjadi anak bungsu dan kesayangan, tentu saja hal apa yang dilakukan, tak luput dari perhatian bundannya.
Bunda Darris terlalu detail, bahkan, Darris masih diperlakukan seperti anak kecil. Sebelum laki-laki itu tidur, bundanya masuk kamar dan memastikan semua tugas kuliah dikerjakan sebelum ia menutup mata. Bahkan, bundanya yang membuat jadwal Darris. Alasannya, agar hidup disiplin. Padahal, Darris tak suka jika terlalu diatur. Hal itu juga berlaku untuk kembarannya. Bundanya, akan masuk ke kamar berdua. Bahkan, tak boleh memegang ponsel sebelum semua pekerjaan selesai. Didikan bundanya terlalu keras dan begitu disiplin, Darris seperti berada di bawah rumah militer. Bundanya, seperti ditaktor.
"A-apa, nggak keterlaluan bang?" tanya Azyan gugup. Ia tahu, Darris hanya bercanda. Dan memang seumuran Darris, memang wajar berbicara seperti itu.
"Tidak! Biar dia nggak sembarangan bicara. Itu saja dia merendahkan kamu, bahkan bisa masuk kategori melecehkan. Pelecehan verbal." Azyan menggeleng. Dia merasa tidak dilecehkan. Wajar saja, karena memang posisinya sedang menyusukan anak, dan Darris itu suka iseng. Anaknya memang humoris, jadi bagi Azyan itu wajar.
"Kalau dia bicara lagi macam-macam, lapor kesini, biar saya koyakan mulutnya." Azyan hanya meringis. Ngeri, membayangkan jika Dennis benar-benar melaksanakan itu.
_____________________________________Sidang.
Darris sedang duduk di sofa berwarna putih, dan sang bunda yang sudah maju-mundur, siap menghukum anak bontotnya.
"Jadi?" Darris hanya memajukan bibirnya. Jika bersama bundanya, ia akan berubah jadi anak kecil, dan jadi anak yang sangat manja.
"Abang tuh sembarangan aja. Aris becanda doang etdah bun. Kan, Aris nanya Bella, rasa air susu. Nanya gitu salah?" Ilona berbalik memandang suaminya dan kembali ke anak bungsunya.
"Posisinya salah. Adek tuh laki-laki, Bella itu perempuan. Itu nggak etis, kecuali adek punya istri sendiri, boleh tanya ke istri. Pasti ujungnya ada kata mesum lain?" tuduh Ilona. Darris hanya menarik rambutnya. Bundanya sangat tahu dan hafal kelakukan anaknya. Dosa apapun yang dilakukan, ia akan tahu. Instingnya begitu memancar keras ke seluruh anaknya.
"Aris nanya, boleh nggak rasa air susu Bella. Tapi serius bunda, maksudnya bercanda. Tapi penasaran juga." Ilona hanya bisa menarik napas panjang. Anak bujangnya tidak salah, hanya saja kurang etis, rasa penasarannya membuat ia jadi laki-laki mesum.
"Bunda mengerti. Tapi, hukuman tetap berlaku. Seminggu tetap nggak dapat uang. Pakai duit tabungan kalau ada, nggak punya cari bagaimana caranya. Harus bisa tanggung jawab pada setiap ucapan."
"Papah..." Darris sudah melas, melihat ke arah ayahnya.
"Jangan dengarin papah. Kalau papah kasih duit ke dia dan ketahuan, jangan tidur sama bunda selama sebulan!" ancam Ilona. Darren hanya menggaruk lehernya. Ia sekarang yang diancam. Ia tak mau menelantarkan anak bungsunya. Tapi, ancaman yang diberikan istrinya sangat horor. Darren akhirnya memilih diam, lagian Darris sudah cukup dewasa untuk berpikir, apa yang keluar dari mulutnya, dan bisa bertanggung jawab.
"Bunda..." Darris bangun dan memeluk bundanya. Karena ia tahu, wanita yang telah melahirkannya tak bisa lama-lama marah padanya.
"Kali ini nggak ada ampunan. Bella juga punya perasaan. Pasti dia tersingung. Makanya mulutnya jangan jahat."
"Kan bunda yang ngajarin." sanggah Darris.
"Kamu ya." Ilona langsung mencubit perut putra bungsunya. Darris meringis, tak diambil hati tapi malah tertawa.
"Aris tahu kok, papah baik." Ilona yang sedang memeluk anaknya berbalik pada Darren yang hanya tersenyum.
"Jangan macam-macam ya papah. Bunda beneran nih, kalau papah mau kedinginan nggak papa, bunda ikhlas." Darris tertawa keras, ketika melihat ayahnya sekarang yang memasang wajah melas.
"Jangan tertawa kamu! Masih kena hukuman sekarang!" Darris langsung diam. Ia mencium pipi bundanya, dan ke belakang. Kembarannya sedang berpacaran dengan novel-novelnya. Ilene suka membaca, dan akhir-akhir ini, gadis itu mulai melebarkan sayapnya, dengan belajar menulis.
"Nanti, Aris malak duit Ai." bisik Darris langsung berlari menjauh. Sebelum ia mendengar suara bundanya yang berteriak.
"Kalau masih bunda dengar aduan, hukuman jadi sebulan!" Darris langsung masuk ke kamarnya.
Ia mengambil ponselnya dan menelpon Azyan.
"Iya."
"Bunda beneran marah. Aku nggak dapat duit masa. Mana setiap matkul, pasti banyak bangat tugas beli-beli, belum lagi praktikum." curhat Darris frustasi.
"A-aku nggak tahu. Tapi kalau butuh duit. Aku bisa bantu."
"Bukan gitu Bella. Bagaimana caranya menyadarkan abang, biar nggak suka ngadu kayak bocah." sungut Darris. Azyan hanya menggigit bibirnya sambil memeriksa ponselnya. Ia tak tahu, apa yang harus ia lakukan.
Gadis itu melirik ke samping Danish yang tertidur. Ia ikut berbaring, sambil menempelkan ponsel ke telingnya dan memegang tangan kecil Danish. Dan mencium-cium seperti orang gila. Hati Azyan sepenuhnya diisi dengan kehadiran Baby Danish. Danish pusat dunianya.
"Bilangin ke abang bocah, biar dia nggak usah ngadu. Manusia kaku gitu, nggak ngerti bercandaan. Hidupnya serius terus, entar mati berdiri, terlalu kaku." Azyan hanya mampu tersenyum. Terkadang ada benarnya juga. Entah kenapa, Dennis tak bisa lugas seperti saudaranya yang lain. Jika melihat sifatnya yang beda, orang bisa menduga Dennis anak pungut, jika wajahnya tak sama seperti ayahnya.
"Itu abang kamu, dia juga yang sering ngasih kamu duit."
"Malas anjirrr... punya abang bocah, dikit-dikit ngadu."
"Eits. Aku bilangin abang kamu ya."
"Nah kan, Bella juga udah tertular sama tuh manusia kaku." Azyan lagi-lagi menggeleng. Dan mencium pipi Danish begitu lama. Rasanya ingin mendekap bayi merah ini dengan erat, sampai lemas. Tapi Azyan sadar, tulang Baby Danish masih lunak.
"Nggak kok. Mungkin biar hati-hati lagi ngomongnya."
"Yaudah. Aku minta maaf pasal tadi, aku cuman bercanda. Manusia kaku, mana tahu bercandaan." Azyan tersenyum. Walau hidup Dennis kelewat serius, tapi gadis itu nyaman berada di sekeliling Dennis. Jika diizinkan, ia ingin menjadikan Dennis pelindungnya. Memikirkan perlakuan Dennis selama ini padanya, tanpa sadar Azyan mencium Baby Danish dengan gemas. Bayi itu langsung bergerak. Azyan langsung bangun, dan bersiap siaga, jika Danish akan menangis. Tapi, setelah bergerak, bayi itu tertidur lagi.
"Cepat besar." ujar Azyan, sambil mencium pipi Danish. Gadis itu memperhatikan bayi yang ia rawat seperti telur emas, ia semakin terlihat gendut. Baby Danish akan jadi bayi paling mengemaskan di seluruh dunia di mata Azyan ataupun Dennis.
"Bella." Azyan baru sadar, ia masih menelpon bersama Darris.
"Iya."
"Jangan lupa bilangin abang bocah."
"Iya. Nanti aku coba, kalau nggak berhasil, jangan marah ya. Kalau butuh duit, Darris bilang aja, aku ada tabungan."
"Oh bagus ya. Udah nggak tanggung jawab, sekarang tanpa dosa minta-minta." Azyan menelan ludahnya gugup, ketika Dennis mengambil ponselnya dan membalas adiknya dengan sengit.
"Aku doain, abang jadi bujak lapuk selamanya! Selamanya nggak dapat jodoh!"
Klik!
Ponsel itu dimatikan. Azyan yang duduk menghadap Baby Danish langsung merubah posisi duduknya. Gadis itu merubah posisi duduknya dan menghadap ke arah Dennis.
"Ngadu apa dia?" Azyan menggigit bibirnya dan menunduk. Ia menarik napas panjang, akhirnya mengangkat wajahnya dan melihat Dennis.
"I-itu bang. Boleh abang bilang lagi ke bunda. Kasian dia, nggak bisa buat tugas nanti. Biasanya banyak tugas."
"Memang kamu pikir saya nggak pernah kuliah?" balas Dennis sengit. Azyan hanya bisa menunduk. Lelaki itu naik ke atas ranjang. Azyan hanya menggigit bibirnya. Dennis menarik napas panjang, melirik pada Baby Danish dan Azyan bergantian. Mungkin, keseringan bersama, lama-lama Danish mirip Azyan.
"M-maksudnya, dia nggak salah."
"Dia salah! Jangan biasakan dikit-dikit bercanda. Bercandaan, pasal kayak gitu nggak lucu sama sekali. Itu namanya pelecehan verbal. Kamu harusnya merasa risih, kalau boleh tampar saja." Dennis malah mengajarkan anak orang untuk berbuat kejam.
"I-iya."
"Biar aja. Kalau boleh, hukumannya ditambah, biar dia tahu, bercandaan masalah tubuh orang atau apapun, itu nggak bagus."
"Jangan bantu dia. Kalau saya tahu, Zyan bantu tuh cecungut, saya pisahkan Zyan dan Danish." Azyan mencebikan bibirnya. Enak saja! Anaknya mau dipisahkan, ia tak rela. Danish itu hartanya, Azyan tak pernah sudi, orang lain mengambil alih Baby Danish darinya.
"Saya serius ya Zyan." Azyan hanya merengut kesal. Sejak kapan, lelaki ini tak pernah serius? Dennis itu kelewat serius, dan sekarang ia bilang serius. Jadi, serius yang selama ini ia tunjukan hanya bercandaan? Seriusan? Bagaimana bisa? Azyan jelas, sema sekali tak mengerti pikiran Dennis. Yang ia tahu, lelaki itu begitu serius.
Melihat Azyan yang terdiam dan seperti orang linglung, Dennis tersenyum tulus ke arah Azyan. Seperti magnet, Azyan ikut tersenyum walau masih juga merasa kesal.
"Saya mau tidur disini." tanpa dosa, Dennis sudah berbaring di samping Danish yang tertidur. Padahal, Azyan juga ingin mengistirahatkan tubuhnya, sekarang ia merasa tak nyaman.
"Kalau mau tidur, tidur aja Zyan. Nggak saya apa-apakan." akhirnya, Azyan membaringkan tubuhnya, di samping Dennis, dengan Baby Danish di antara mereka.
Azyan masih memikirkan pasal tadi. Dennis yang marah, karena bercandaan Darris, padahal menurut Azyan itu hal wajar. Apa benar, Darris melakukan pelecehan terhadapnya? Padahal ia tak merasa dilecehkan sama sekali. Wajar Darris bertanya seperti itu, karena memang posisinya ia sedang menyusukan Danish. Apa hal itu tabu? Wajar sih, Dennis memang tak bertanya macam-macam padanya, saat laki-laki itu melihatnya menyusukan Danish, Dennis tidak berpikir macam-macam. Apa Dennis kelaianan? Atau memang otak Darris yang kelewat mesum? Azyan tak mengerti dengan sifat dua saudara kandung yang sangat bertolak belakang tersebut.
"Zyan." panggil Dennis pelan. Azyan membuka matanya, dan melihat ke arah Dennis. Tiba-tiba lelaki itu menysupkan jari-jarinya, pada jari Azyan. Degupan jantung Azyan semakin tak sehat. Bahkan, ia bisa mendengar sendiri, degupan jantungnya yang bekerja 10 kali lebih kuat.
"Zyan."
"I-iya."
"Apa yang kamu pikirkan?"
"B-boleh abang jangan berlebihan ke Darris? Pasti dia stress sekarang."
"Kenapa kamu harus membelanya? Dia salah!"
"Abangnya harusnya tahu, adik abang suka bercanda."
"Bercanda yang tak mikir perasaan orang lain."
"I-iya, maaf."
"Jangan minta maaf, jika kamu tak melakukan kesalahan." Azyan hanya mengangguk.
"Saya serius, jika kamu membantu dia, saya jauhkan kamu dan Danish."
"Kalau saya yang merajuk?" tanya Azyan.
"Saya layani, sampai mana kamu kuat merajuk." Azyan mecebikan bibirnya. Dennis tertawa begitu lebar. Ia mencubit pipi Azyan.
"Kayak gitu, kamu seperti Danish."
"Kan ibu dan anak. Wlee!" Azyan menjulurkan lidahnya. Dennis tertawa.
"Ibu dan anak yang sama mengemaskan." Azyan tersenyum, wajahnya memerah. Tak pernah, Dennis sehangat ini, bahkan mereka sangat intim sekarang. Sudah seperti suami-istri.
"Zyan pernah ciuman?" semua darah yang mengalir ke seluruh tubuh, sekarang kembali berkumpul di kepala Azyan. Bahkan menelan ludah saja, Azyan sudah merasa tak sanggup.
"A-abang pelecehan." tuduh Azyan polos. Dennis malah tertawa keras. Lelaki dewasa itu menggeleng.
"Kan beda konteks. Si cecungut itu, bilangnya mau merasa air susu. Itu melecehkan, harga diri sebagai seorang wanita. Kalau ciuman, itu masalah pribadi."
"Berarti ini pribadi saya." jawab Azyan.
Tiba-tiba Dennis sudah bangun dari ranjang. Laki-laki itu duduk. Tangan keduanya masih bertaut, Azyan bisa merasakan tangan keduanya sudah berkeringat.
"Saya mau mencium kamu." pinta Dennis. Tanpa sadar, Azyan malah terbangun. Ia juga duduk seperti Dennis, masih dengan Danish yang berada di antara keduanya.
"Boleh?" Azyan tak bisa menelan ludahnya. Kepalanya makin berdenyut. Ia harus menahan diri, jika ia pingsan lagi. Akan sangat memalukan.
Tanpa sadar, wajah keduanya mendekat. Azyan sudah merasakan napas Dennis di wajahnya. Bibir keduanya menempel, Azyan membuka mulutnya terlebih dahulu, dan menutup matanya, saat lidah Dennis bertamu di dalam mulutnya. Keduanya mulai melebur dengan perasaan masing-masing.
Satu hal yang tanpa disadari oleh keduanya, rasa itu mulai menjalar.
____________________________________Uhuk, emak nggak liat ya ๐ท๐ท๐ท๐ท. Mata emak ketutupan helm proyek ๐๐๐๐๐.
Bagaimana part ini? Kalian terhibur?
Jangan lupa tinggalkan komen dan rate ya bebeh.
Love you guys๐๐๐๐๐๐๐๐๐.
See you.
Baca yg lain juga ceritaku, masih sepi๐๐.
-Guten Tag Mommy (tersedia versi Eng)
-I Was Never Yours (tersedia versi Eng)-Bukan Pelakor- Remuk
- My Sexy Editor ( Cerita Ilene)
- Unspoken Pain ( Cerita Ilana)
- So I Love My EX ( Cerita Daeeis)
- Kissing My EX Husband
Familier.Dennis semakin menelan salivanya. Lelaki itu merasa dalam hidupnya, tak pernah berciuman dengan siapapun. Tapi, ia merasa seperti sudah pernah berciuman sebelumnya. Dengan siapakah? Mustahil, jika ia pernah berciuman dengan Azyan, padahal mereka baru kenal satu bulan terakhir.Dennis memiringkan wajahnya, meraup apa yang ada dalam mulut Azyan yang bisa ia sedot. Laki-laki itu meremas rambut tebal Azyan. Ia suka rambut Azyan."Em..." tanpa sadar Azyan mendesah. Ciuman ini membuatnya mabuk. Gadis polos dan pemalu dan tak melekat pada dirinya, Azyan menyambut ciuman dengan rakus. Gadis itu menutup matanya, membiarkan perasaannya makin mengakar. Walau tak ada yang tahu bagaimana perasaan Azyan pada Dennis.Keduanya tak ingin ada hari esok."Sorry." Azyan masih menunduk, ia tak berani menatap Dennis. Demi apa, ia terbawa perasaan membalas ciuman Dennis. Walau Dennis yang memulai, harusnya
Kedekatan Dennis dan Azyan sangat intens. Bahkan, tak ada rasa canggung di antara keduanya. Keduanya saling bertukar peran mengurus Baby Danish. Bayi berumur empat bulan, yang sedang belajar duduk. Semakin hari, Azyan dan Dennis semakin gemas dengan pertumbuhan bayi gendut tersebut.Seperti sekarang. Azyan sedang berjongkok, dengan Dennis yang berusaha menundukan Baby Danish walau bayi itu terjatuh lagi. Keduanya terus tertawa, ketika bayi merah itu hanya bisa mengikuti permintaan aneh-aneh orang dewasa yang sangat menyayanginya.Sekarang, Baby Danish sedang Dennis dudukan di sofa empuk dengan banyak bantal lembut yang mengelilinginya."Ahahaha nggak kuat, gendut bangat sih soalnya." Azyan menertawakan bayi merah yang membuat hari-harinya tak pernah sepi."Iya gendut." wajah Azyan memerah. Semakin hari, ia melihat Dennis semakin tampan. Terbesit rasa untuk memiliki lelaki itu begitu kuat. Tapi Azyan sadar, dir
"Selamat pagi bini." entah dari mana, Darris sudah berlari dan memintir leher Azyan. Bodohnya, Darris baru sadar kalau Azyan bukan kembarannya dan melihat abangnya yang melihatnya dengan melotot, siap melahap adiknya."Kebiasaan tuh tangan. Saya bilang bunda, jadi setahun nggak dapat duit!" ancam Dennis."Sorry, gue anak bontot, anak kesayangan mana bisa dihukum lama. Bunda mana tega." ujar Darris songong."Aduh..." cowok itu mengadu kesakitan, ketika kembarannya, sudah menendang masa depannya. Ilene menendang senjata Darris. Membuat cowok itu memegang miliknya. Azyan hanya ingin tertawa atau menangis melihat Darris yang kesakitan. Azyan melirik Dennis, laki-laki yang memakai topi warna hitam tersebut hanya diam dan memandang adiknya datar, tak ada ekspresi. Dan Darris berjalan terseok-seok menuju fakultasnya.Azyan mendekat ke arah Baby Danish yang membuka matanya. Bocah itu tak perlu digendong, ia punya baby
Cara Membuat Pria Bertekuk Lutut Tanpa Mengandalkan Fisik.1. Cerdas2. Independen3. Terorganisir4. AnggunAzyan merasa, sudah mengantongi 3 syarat di atas. Ia hanya perlu jadi yang terakhir, agar misinya berhasil, membuat Dennis bertekuk lutut. Karena baginya, ia bukan wanita anggun. Demi rencananya, Azyan harus menemui Alena. Ya, modus untuk melihat, seperti apa wanita anggun itu.Jadi, hari ini Azyan akan mengikuti Dennis berkencan. Menjadi seorang nanny, demi misinya, karena ia akan menjadi mommy seutuhnya untuk Danish, bukan lagi nanny. Walau orang lain mengenalnya sebagai nanny, bagi Azyan Danish anaknya, putra kandungnya. Karena ia yang memberi ASI, dan mengurus dengan tangannya sendiri, jadi Danish miliknya, bukan wanita lain. Kegoisannya sebagai ibu terusik, ketika anak semata wayangnya akan diambil orang. Dan ketika Danish besar akan mengenal Alena sebagai ibunya, bukan Azyan, padahal gadis itu yang meraw
Tak! Tak! Taaaakkkkkkkk....."Aduh..." ringis Azyan, baru tiga langkah ia sudah jatuh duluan, bahkan tali sepatu hampir putus."Nasib baik saya yang gendong Danish." omel Dennis mengulurkan tangannya, menarik Azyan yang terjatuh. Gadis itu hanya mengerucutkan bibirnya. Padahal, Azyan melakukan semua itu demi Dennis. Karena melihat bagaimana Alena dan Ilana memakai heels tinggi yang mengema, Azyan melebarkan sayapnya. Gadis itu diam-diam membeli heels, sebagai pemula Azyan membeli yang 8 cm, gadis itu belum berani menyentuh yang 12 cm. Tapi, baru tiga langkah, ia sudah jatuh.Hari ini Azyan memakai dress kembang-kembang motif bunga, agar ia terlihat seperti wanita sungguhan. Rambutnya ia gerai, dan memakai sedikit jepit rambut sebagai pemanis di rambut hitamnya.Walau sudah berdiri, Azyan oleng lagi. Beruntung, Dennis masih memegang tangannya."Buang aja sepatunya." Azyan diam-diam mengerutu, ta
Makhluk mengemaskan. Jika bagi orang lain, makhluk paling mengemaskan itu kucing, bagi Azyan tetap anak semata wayangnya. Apalagi Danish yang perlahan bisa menyeimbangkan tubuhnya, sehingga bisa duduk. Bahkan, yang membuat Azyan makin geram, bayi itu sudah tumbuh gigi, yang membuatnya makin mengemaskan di mata semua orang. Bahkan kalau tak ingat Danish bernyawa, Azyan akan mencium bayi itu sampai lemas.Azyan membiarkan Danish menggigit apa yang ada di sekitarnya, karena gigi bayi itu sedang gatal karena proses tumbuh. Azyan sedang membereskan kamarnya, melihat bayinya semangatnya terus berkobar untuk belajar, bekerja. Semua karena Danish. Azyan bersyukur bayi ini masuk dalam kehidupannya.Azyan hanya mendudukan bayinya, dengan banyak bantal di sekelilingnya. Agar, Danish aman jika terjatuh.Azyan sedang melipat pakaiannya, dan merapikannya, menata kembali kamarnya, walau bagi orang lain, kamarnya rapi. Azyan tak suka meli
"Eum..." Azyan hanya bisa melenguh, ketika tanpa ampun Dennis melumat bibirnya. Padahal, posisi gadis itu sedang mengendong Danish. Azyan sedang di dapur ingin membuatkan susu untuk dirinya sendiri, ketika ia sedang sibuk. Dennis malah memberinya gendongan Danish, Azyan hanya menurut, tanpa tahu kalau Dennis tiba-tiba menciumnya tanpa ampun. Padahal, ada Danish di antara mereka. Mata bayi tak berdosa itu terbuka lebar.Dennis menyedot habis bibir Azyan. Ia seperti lapar dan haus akan bibir mungil tersebut. Bibir yang kalau dikerucutkan, akan berbentuk hati."Eumm..." Dennis juga masih mengeluh. Tak peduli, jika kehabisan napas sekarang. Mereka tak sadar, jika Danish terjepit di antara mereka. Dengan bayi itu mulai merasa sesak, dan bergerak gelisah, walau Azyan maupun Dennis tak sadar.Dennis semakin memiringkan wajahnya, dan memainkan rambut tebal hitam Azyan dan menciumnya dari berbagai posisi. Dennis mengabsen semua gigi kelinci Azyan. Gadis manis yang takkan bosan dipandang."Ahhhh
"Adek tunggu abang. Pokoknya jangan masuk dulu, sebelum abang datang. Ini penantian kita selama ini." lelaki itu terkekeh, masih melihat seorang wanita cantik di layar ponselnya, ia tersenyum begitu manis."Cepat abang..." suara rengekan di ujung telpon."Pokoknya tunggu abang. Iya, abang ngerti sayang.""Lima menit, abang tak sampe adek merajuk." lelaki itu hanya menggeleng sambil menatap layar ponselnya.Braaaaakkkk!!!!Bunyi kaca pecah bersahut-sahutan, dan suara seperti bom meledak, dan teriakan orang-orang di sekitarnya, membuat Dennis tak bisa tenang. Tubuh lelaki itu bergerak gelisah."Adek... adek.. jangan!" teriak Dennis."Zyan!" lelaki itu tersadar. Dennis terbangun, keringat membanjiri seluruh tubuhnya. Laki-laki itu mengucek matanya. Pukul empat subuh, ia bermimpi buruk. Seolah, sebuah memori kepingan puzle yang berantakan, dan tak bisa i