Share

Chapter 1

Dua tahun berlalu setelah kejadian terbelahnya Benua Ecentra. Benua yang yang menghubungkan Kerajaan Xeravine dan Yantra itu kini harus benar-benar terpisah oleh lautan.

Lucy yang kini berusia 7 tahun hidup berdua dengan Esmelth miliknya. Mereka berdua tinggal di pinggir Hutan Lugia agar jauh dari pusat keramaian. Lucien benar-benar tidak ingin Lucy terluka karena ulah manusia lainnya.

Pagi ini pun mereka berdua terlihat berada di dalam sebuah rumah tua yang cukup nyaman mereka tinggali.

"Lucien, sarapan sudah siap!" teriak gadis kecil itu setelah meletakkan beberapa macam hidangan di atas meja makan.

Seorang pria bersurai hitam yang kini tengah tertidur di sebuah sofa ruang tamu, sama sekali tidak bergeming saat gadis itu memanggilnya.

"Lu-ci-en!" panggil gadis itu lagi.

Dengan malas kedua iris rubi pria tampan itu terbuka. Pria itu tersenyum saat melihat gadis kecil itu menghampirinya dengan tatapan kesal.

"Sarapan sudah siap, mengapa kau masih tidur di sini?" tanya gadis itu sambil menarik tangan kiri pria tampan itu.

"Lucy, aku mengantuk," jawab pria itu sambil menarik Lucy ke dalam pelukannya.

"Aku lapar, cepat temani aku makan," jawab gadis kecil itu sambil mencubit hidung Lucien.

"Baiklah, Masterku yang manis," jawab Lucien sambil mengecup pipi gadis kecil itu.

Lucien langsung saja menggendong tubuh Lucy dan menuju ruang makan. Memakan makanan manusia tidak bisa membuat Lucien kenyang. Karena pada umumnya para Esmelth memakan mana tuannya.

"Kau memasak makanan sebanyak ini, apa kau sedang lapar, Lucy?"

"Aku ingin kau juga memakannya, meskipun tidak akan membuatmu kenyang," jawab gadis kecil itu seperti biasa.

Lucien hanya tersenyum sambil mengusap kepala gadis kecil itu lembut. Selama delapan bulan Lucy belajar memasak untuk dirinya sendiri. Karena Lucien tidak bisa memasak, membuat Lucy harus bekerja ekstra dalam bertahan hidup.

Untuk keperluan sehari-hari, Lucien akan pergi ke kota untuk bekerja. Entah apa yang dilakukan Lucien, Lucy hanya menerima bahan makanan dan buku setelah Lucien kembali.

"Lucien, apa kau akan pergi ke kota hari ini?" tanya Lucy setelah menghabiskan sarapannya.

"Ya, aku sedang mencari informasi tentang keberadaan semua pengikutku," jawab Lucien sambil menyeruput teh hijau miliknya.

"Apa aku boleh melihat kota?" tanya Lucy sambil mengayunkan kedua kakinya.

Lucien menatap iris kelam milik Lucy, ia tidak ingin Lucy terluka. Karena mana miliknya yang banyak itu dapat mengundang para Esmelth untuk menjadikan tuan mereka. Lucien menarik napasnya lembut.

"Tidak untuk sekarang, Lucy. Kau belum bisa mengendalikan mana milikmu yang menguar di sekitar tubuhmu. Bahkan aku selalu ingin memakan mana-mu, meskipun nyatanya mana milikmu tidak akan berkurang jika aku terus memakannya," jawab Lucien.

"Baiklah." Lucy selalu patuh apa yang dikatakan Lucien.

Lucien jelas tidak ingin diperintah oleh siapa pun, tetapi sampai saat ini Lucy tidak pernah memerintahkan sesuatu yang berarti padanya. Dan semua itu membuat Lucien merasa senang sekaligus hampa.

"Kita akan pergi jika kau bisa mengontrol mana milikmu," ujar Lucien sambil menjentikkan jarinya.

Tiba-tiba saja tubuh Lucy berpindah pada pangkuannya. Kilatan senang di dalam bola mata gadis cantik itu membuat hatinya merasa nyaman.

"Aku akan berusaha," jawab gadis kecil riang dan memeluk tubuh Lucien.

"Manis," gumam Lucien sambil menyerap mana pada tubuh Lucy.

Lucien melepas pelukannya dan menarik wajah Lucy hingga berhadapan dengan wajahnya. Tanpa kata kedua bibir itu mulai bersentuhan. Inilah salah satu cara Lucien memakan mana milik Lucy.

Lucy yang belum mengerti apa pun hanya menuruti Lucien. Dalam ciuman mereka, Lucien selalu membisikkan kata-kata dan memasukkannya dalam alam bawah sadar Lucy.

"Kau adalah pengantinku, Lucy."

Setelah merasa cukup, Lucien melepaskan ciumannya. Melihat Lucy yang hanya tersenyum lalu memeluknya, membuatnya gemas dan tidak sabar menunggu Lucy tumbuh besar.

"Baiklah, aku akan pergi dulu. Ingat perkataanku, kau tidak boleh jauh-jauh pergi dari tempat ini. Mengerti?"

Lucy hanya mengangguk dengan antusias. Gadis itu turun dari pangkuan Lucien lalu mulai membersihkan meja makan. Lucien bangkit dari kursi dan langsung berjalan keluar rumah, tidak lupa ia mengusap kepala Lucy terlebih dahulu seperti biasanya.

Lucien terlihat memang memanjakan Lucy, tetapi semua itu memanglah keinginannya. Memanjakan masternya sendiri bukanlah hal sulit untuknya, terlebih lagi kini ia akhirnya memiliki master meski seorang anak kecil yang tidak bisa memakai sihir, tetapi diberkahi mana yang berlimpah.

Lucien kembali menuju kota, tanpa Lucy ketahui kota tersebut sudah dalam kuasa Lucien. Para Esmelth begitu tunduk padanya, mereka lebih takut pada Lucien daripada master mereka sendiri. Karena itu, dengan mudah Lucien menduduki kursi paling tinggi dalam kota itu.

Kota Venesia, kota paling pinggir Kerajaan Yantra yang hampir berbatasan dengan Hutan Lugia. Itulah kota yang Lucien kuasai, tidak sedikit yang memberontak untuk mengusir Lucien. Akan tetapi, setelah mereka tahu siapa Lucien, mereka memilih mundur dengan segera.

"Lord Lucien, apa kabar Anda hari ini?" sapa salah satu penduduk sambil membungkuk hormat pada Lucien.

"Cukup baik, Masterku cukup berbelas kasih padaku hari ini," jawab Lucien seperti biasa.

Para penduduk mengetahui jika Lucien adalah Esmelth dengan kekuatan tak terbatas. Esmelth yang selalu dipuja-puja dan tidak pernah ada yang bisa menjadikannya Esmelth pribadi. Raja dari semua para Esmelth, ia adalah Lucien. Meski saat ini telah lahir Raja baru bagi para Esmelth, semua itu tidak mengurangi kharisma milik Lucien yang merupakan mantan Raja.

Sebelumnya ia bernama Varoksya, tetapi setelah menjadi Esmelth milik seseorang maka namanya akan berganti sesuai dengan yang diberikan oleh sang master.

"Apa ada hal yang bisa kami bantu, My Lord?" tanya pria tua itu.

Lucien menggelengkan kepalanya, ia lebih memilih mencari tahu pada para Esmelth lain daripada manusia biasa.

"Perintahkan para Esmelth untuk berkumpul di istana," jawab Lucien yang langsung saja menghilang dari hadapan pria tua itu.

Istana yang disebut Lucien adalah istana milik Earl Greent El Forki, yang memimpin Kota Venesia, Elvanta, Lucbresia, dan Dandelio. Dalam sekejap Lucien sudah tiba dan duduk di meja kerjanya, yakni ruang kerja Earl Greent El Forki. Ia bebas mengeluarkan sihir yang ia miliki selagi Lucy tidak melarangnya.

"Lord Lucien, Anda sudah datang sepagi ini," sapa pria paruh baya yang baru memasuki ruangan yang cukup luas itu.

"Master membangunkanku pagi sekali, dan aku juga memiliki beberapa urusan dengan para Esmelth di kota ini," jawab Lucien sambil kembali menutup kedua matanya karena masih mengantuk.

"Mengapa Master Anda tidak tinggal di istana? Bukankah lebih baik jika Master Anda tinggal di tempat yang nyaman?" tanya pria itu hati-hati.

Lucien membuka kedua matanya dan menatap tajam pria paruh baya itu. "Bukan urusanmu, Tuan Greent," jawab Lucien.

Seketika pria paruh baya itu bersujud dan memohon ampun atas kelancangannya.

"Ampuni atas kelancangan hamba, My Lord." Lucien kembali menutup kedua matanya.

"Pergilah, aku menunggu para Esmelth di sini," jawab Lucien, dan sang Earl mengangguk lalu memohon undur diri.

Ketika Lucien benar-benar tertidur, para Esmelth mulai berdatangan. Mereka tidak berani bersuara atau bahkan bergerak dari tempat mereka setelah datang. Hingga akhirnya Esmelth terakhir datang dan saat itu juga Lucien membuka matanya.

"Kalian sudah berkumpul?" tanya Lucien sambil menatap sekitarnya.

"Kami semua telah hadir atas perintah Anda, Lord Lucien," jawab mereka serentak sambil membungkuk memberi hormat.

"Aku tidak akan berbasa-basi, katakan yang kalian ketahui. Di mana para jendralku berada?" tanya Lucien langsung.

"Setelah terbelahnya Benua Ecentra, banyak informasi yang terputus. Meski sudah dua tahun berlalu, kami belum bisa melacak teman kami di belahan lainnya, tetapi hamba pernah mendengar jika para Jendral tertinggi tengah berpencar untuk mencari cara agar Anda terbebas dari segel di Hutan Lugia. Menurut hamba, para Jendral akan menemui Anda secepatnya. Karena Anda sudah terbebas, pasti mereka dapat merasakan kehadiran Anda." Jawaban pria tua memakai pakaian ala penyihir di hadapan Lucien.

"Apa di antara kalian ada yang bisa melacak keberadaan mereka?" tanya Lucien dan seseorang mengangkat tangan kirinya lalu maju untuk berhadapan dengan Lucien.

"Master hamba bisa melacak keberadaan para Esmelth di dunia ini, My Lord," jawab pemuda bersurai merah sambil tersenyum lebar.

"Apa kau yakin? Di dunia ini memiliki 3 benua, Ecentra, Husberg, dan Qwenzy. Benua Ecentra sebelumnya ada 9 Kerajaan dengan 189 kota. Benua Husberg memiliki 7 Kerajaan dengan 156 kota. Benua Qwenzy memiliki 11 Kerajaan dengan 228 kota. Apa kau yakin Master-mu bisa melacak wilayah seluas itu?" tanya Lucien dan membuat wajah anak laki-laki itu memucat.

"Hamba tidak yakin seluas mana Master hamba bisa melacaknya, tetapi lebih baik untuk mencobanya terlebih dahulu, bukankah begitu, My Lord?" jawab anak laki-laki itu sambil menahan suaranya yang bergetar.

Lucien menyipitkan matanya lalu menghembuskan napasnya pelan.

"Bawa Master milikmu ke hadapanku," jawab Lucien pada akhirnya.

Anak laki-laki itu mengangguk antusias lalu menghilang dari hadapan Lucien. Lucien kembali menatap para Esmelth lainnya yang kini menunduk takut padanya.

"Kalian boleh pergi," ujar Lucien sambil bangkit dan menatap keluar jendela.

"Kami mohon undur diri, Lord Lucien," jawab mereka serentak.

Ruangan itu kembali senyap tanpa ada seorang pun di dalamnya, hanya Lucien yang masih menatap keluar jendela besar di belakang kursi kerjanya. Tidak berselang lama suara ketukan pintu terdengar. Lucien mempersilakan masuk dan mendapati seorang wanita paruh baya dengan anak kecil bersurai merah tadi.

"Kau yakin bisa melacaknya?" tanya Lucien tanpa berbasa-basi.

"Saya akan mencobanya, My Lord," jawab wanita paruh baya itu sambil membungkuk hormat.

"Apa Anda bisa mengalirkan sedikit kekuatan Anda pada tangan hamba?" Lucien mengangguk lalu menjentikkan jarinya hingga kekuatannya mulai mengalir dan menyelimuti tubuh wanita paruh baya itu.

Wanita paruh baya itu mulai merapalkan mantra sihir, tidak berselang lama kedua mata wanita itu mulai bercahaya beberapa saat dan kembali menjadi sedia kala.

"Hamba hanya menemukan beberapa dari mereka, My Lord. Selain itu hamba tidak bisa menjangkaunya," ujar wanita itu dan Lucien mengangguk mengerti.

"Katakan," titah Lucien dan wanita paruh baya itu mengangguk.

"Mereka berpencar, Benua Qwenzy saat ini ada 4 Esmelth. Mereka berada di Kerajaan Asiena, Golwery, Hirone, dan Javkel. Untuk Benua Husberg ada 2 Esmelth, mereka berada di Kerajaan Sesentra, dan Amunra. Untuk Benua Ecentra saat ini 3, 1 berada di Kerajaan Trensi dan 2 Esmelth di Kerajaan Yantra," jelas wanita patuh baya itu.

Lucien mengerutkan keningnya, jika ada Jendral miliknya yang berada di Kerajaan Yantra, mengapa tidak menemuinya langsung.

"Esmelth itu baru saja tiba di pinggir Hutan Lugia, My Lord," jawab wanita itu membuat Lucien membulatkan kedua matanya.

Dalam detik itu juga Lucien menghilang, dengan cepat Lucien berteleport untuk kembali ke tempat di mana master miliknya berada. Dan baru kali itu Lucien mengeluarkan aura membunuh yang amat kuat dalam hidupnya.

"Beraninya kau menyentuh Lucy!"





***

        

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status