Share

Chapter 2

"Beraninya kau menyentuh Lucy!" ujar Lucien dan langsung bergerak cepat untuk menendang pria bersurai perak yang sedang mencekik Lucy.

"Uhuk ... uhuk." Lucien langsung saja menangkap tubuh Lucy ke dalam pelukannya.

Brakk

Tubuh pria itu menabrak pohon hingga hampir tumbang. Pria bersurai putih itu tersenyum lalu bangkit berdiri. Melihat siapa yang kini di hadapannya membuat seringaiannya semakin melebar. Pria itu mendekat dengan Lucy yang mulai menyembunyikan wajahnya di dada bidang Lucien.

"Akhirnya Anda terbebas, Lord Varoksya," ujar pria itu sambil bertekuk lutut memberi hormat pada Lucien.

Lucien hanya berdecih lalu membalikkan tubuhnya menuju rumah kecil yang ia tempati bersama Lucy. Lucien mengelus lembut punggung Lucy, tubuh gadis itu sedikit gemetar dengan apa yang baru saja terjadi.

"Lucy, tenanglah aku bersamamu, pria itu hanyalah serangga," gumam Lucien sambil mengecup kepala Lucy.

"Lord Varoksya," panggil Elmesth bersurai putih itu.

"Diamlah, aku akan menenangkan Masterku terlebih dahulu," jawab Lucien tajam dan hanya melirik lewat ekor matanya saja.

Tubuh pria bersurai putih itu menegang seketika, ia semakin menunduk dalam ke arah Lucien tanpa berkata. Lucien menurunkan tubuh Lucy di batas ranjang, gadis kecil itu masih terlihat ketakutan. Bagaimana tidak, kini di lehernya saja sudah mulai terlihat membiru.

"Maafkan atas kelancangan temanku, Lucy. Ia tidak berniat menyakitimu," ujar Lucien mencoba menenangkan.

Lucy hanya diam dan kedua tangannya mulai ia rentangkan ke depan. Lucien mengangkat satu alisnya, sepertinya Masternya itu tidak akan melepaskannya malam ini. Lucien tersenyum lalu mulai menggendong tubuh kecil gadis itu. Jika saja anak kecil itu bukan Lucy, sudah dipastikan Lucien akan melemparnya sejauh mungkin. Lucien tidak menyukai manusia lemah, terkecuali Lucy yang merupakan masternya.

"Manja seperti biasanya," bisik Lucien sambil mencium leher Lucy untuk menghilangkan luka memar di leher gadis itu.

"Huft." Lucy hanya memalingkan wajahnya.

"Jangan seperti itu, kau membuatku selalu ingin memakanmu," jawab Lucien sambil bangkit berdiri dengan Lucy yang berada di gendongannya.

Lucien kembali keluar rumah dan masih mendapatkan pria bersurai putih itu masih bersujud ke arahnya.

"Namaku sekarang adalah Lucien, atas pemberian Master. Jadi berhenti memanggil nama lamaku," ujar Lucien sambil melihat reaksi terkejut dari esmelth bersurai putih itu.

"Masuklah, aku ingin mendengarkan penjelasanmu kali ini." Lucien kembali masuk dengan membawa Lucy.

"Yes, My Lord," jawab pria bersurai putih itu.

Esmelth itu memasuki kediaman Lucy dan Lucien dengan sedikit gugup. Lucien dan Lucy duduk di sofa yang biasa untuk Lucien tiduri. Pria bersurai putih itu kembali berlutut di hadapan Lucien dan Lucy.

"Pertama-tama, maafkan hamba karena telah lancang menyerang Master Anda, Lord Lucien," ujar pria bersurai putih itu sambil membungkuk dalam.

Lucien melirik ke arah Lucy. "Lucy, tangan atau kepala?" tanya Lucien pada gadis kecil di pelukannya.

"Tangan," jawab Lucy yang tidak mengerti maksud dari pertanyaan Lucien.

Senyuman Lucien mengalihkan perhatian Lucy, tanpa Lucy sadari tangan kiri pria bersurai putih di hadapan mereka berdua terputus begitu saja. Pria bersurai putih itu menahan rasa sakit di tangannya yang mulai mengeluarkan banyak darah.

"Pilihan yang bagus, Lucy," jawab Lucien dan Lucy hanya menatap tidak mengerti ke arah senyuman Lucien.

"Jika kau memilih kepala, pria itu akan mati," lanjut Lucien menjawab pertanyaan yang terlihat jelas tercetak di wajah lucu gadis kecil di pangkuannya.

"Siapa Paman itu?" tanya Lucy sambil menatap pria bersurai putih itu menunduk sambil menyembunyikan tangannya.

"Perkenalkan, Master. Hamba adalah pengikut Lord Lucien sejak beribu-ribu tahun yang lalu. Anda bisa memanggil saya sesuka Anda," jawab pria tampan bersurai putih itu.

Lucy kembali melirik ke arah Lucien yang menatap pria di hadapannya dengan ekspresi datar.

"Lucien, dia temanmu?" tanya Lucy dengan polosnya.

Lucien menoleh ke arah Lucy lalu mengecup bibir gadis itu singkat.

"Begitulah, jadi apa kau memaafkannya?" tanya Lucien, Lucy hanya mengangguk lalu mencoba turun dari pangkuan Lucien.

Gadis itu berdiri di hadapan pria bersurai putih itu dengan tatapan polosnya. Lucy tersenyum lalu mengelus kepala pria bersurai putih itu dengan lembut.

"Karena kau teman Lucien, aku memaafkan dirimu." Jawaban Lucy membuat tubuh pria di hadapannya sedikit menegang.

"Tapi ... jika kau salah satu dari mereka, Lucien akan membunuhmu," lanjut Lucy membuat Lucien menyeringai.

"Hamba bukan salah satu dari apa yang Anda maksud, Master." Jawaban pria itu membuat Lucy tersenyum dan langsung kembali ke pangkuan Lucien.

"Karena Masterku sudah berbaik hati memaafkanmu, maka aku akan kembalikan tanganmu," ujar Lucien sambil menjentikkan jarinya.

"Terima kasih atas belas kasih Anda, Master dan Lord Lucien," jawab pria bersurai putih itu sambil kembali membungkuk dalam.

"Baiklah, bisa kau jelaskan apa yang terjadi?" tanya Lucien.

Pria itu sedikit menegakkan tubuhnya dan menatap Lucien.

"Sejak Anda tersegel di Hutan Lugia, kami semua berpencar untuk mencari cara melepas segel Anda. Setelah beratus-ratus tahun akhirnya hamba merasakan kehadiran Anda. Hamba langsung pergi mencari keberadaan Anda dan akhirnya menemui wilayah yang Anda beri barrier. Saat itu juga hamba merasakan kutukan Anda berada dalam tubuh seorang gadis kecil. Hamba kira Anda telah terbunuh karena mana Master begitu besar. Dan Anda tahu apa yang selanjutnya terjadi," terang pria itu dengan tatapan memohon maaf ke arah Lucy.

"Membutuhkan waktu dua tahun untuk menemukanku?" Pertanyaan Lucien membuat pria bersurai putih itu terdiam.

"Maafkan hamba, My Lord," jawab pria itu.

"Aku hanya bertanya, tidak perlu dipikirkan," jawab Lucien sambil memejamkan kedua matanya.

"Aku hampir saja membunuhmu, Masterku sejak dulu sudah sering hampir terbunuh. Kerajaan Xeravine benar-benar mengirimkan banyak assassin untuk membunuhnya. Dan itu membuatku harus mengurung Master dalam barrierku selagi aku berada di kota," lanjut Lucien membuat pria bersurai putih itu membulatkan kedua matanya.

"Lucy tidak bisa memakai sihir meski ia sangat ingin, mana yang ia miliki telah menolongku untuk bisa terlepas dari segel dan akhirnya aku mendapatkan seorang master," jelas Lucien karena ia yakin jika pria bersurai putih itu akan bertanya-tanya mengapa Lucy dibuatkan barrier.

"Jika Anda mengkhawatirkan Master, hamba bisa melindungi Master ketika Anda pergi ke kota, Lord Lucien." Perkataan pria itu membuat Lucien kembali berpikir.

Lucy akan aman jika berada bersama pengikutnya yang setia itu. Akan tetapi, tentu saja pria itu tidak bisa memakai kekuatan penuh karena tidak memiliki master.

"Master?" Lucien mendapatkan ide, meski ia ragu jika Lucy akan sanggup melakukannya.

"Lucy, apa kau ingin membangun keluarga yang kau impikan?" tanya Lucien dan Lucy mengangguk antusias.

"Aku ingin," jawab Lucy sambil memeluk tubuh Lucien.

Lucien tersenyum sambil mengecup kepala Lucy. Pria bersurai hitam itu lalu menoleh ke arah Esmelth di hadapannya.

"Apa kau ingin menjadi salah satu Esmelth masterku?" Pertanyaan Lucien membuat pria bersurai putih itu membulatkan kedua matanya.

Seperti Lucien, para Jendral yang ia miliki tidak memiliki master. Mereka lebih mematuhi Lucien daripada para Magia.

"Tetapi–"

"Kau menolak?"

"Hamba tidak berani menolak, Lord Lucien."

Lucien tersenyum miring, ia kembali menoleh ke arah Lucy.

"Lucy, jadikan ia menjadi Esmelth milikmu." Lucy hanya mengangguk lalu turun dari pangkuan Lucien.

Lucy menatap pria nersurai putih di hadapannya. Tangannya terulur ke depan dengan pria itu mencium jemari Lucy.

"Namaku Lucy Atlanta Xeravine, dengan ini aku membuat kontrak denganmu," ujar Lucy sambil menyalurkan mana miliknya kepada pria berurai putih itu.

"Dengan ini, hamba menjadi Esmelth milik Anda, Master," jawab pria itu dan seketika cahaya putih menyelubungi tubuh pria itu.

"Dan namamu adalah ... Evrard!" ujar Lucy dan seketika cahaya itu mulai memudar dan menghadirkan wujud baru pria bersurai putih tadi.

"Terima kasih atas kemurahan hati Anda menerima hamba menjadi salah satu Esmelth milik Anda, Master," ujar Evrard sambil membungkuk hormat.

"Sekarang aku memiliki Paman," jawab Lucy sambil tersenyum senang.

"Eh, Paman?" Evrard mengerjakan kedua matanya tidak mengerti.

"Aku perintahkan dirimu untuk tidak berbicara formal kepadaku," jawab Lucy yang sudah mengerti ekspresi dari wajah Evrard.

"Tidak perlu terkejut seperti itu, perintah pertamaku juga seperti itu," jawab Lucien sambil menjentikkan jarinya dan Lucy kembali dalam pangkuannya.

"Apa tidak masalah, Lord Lucien?" tanya Evrard yang kini kebingungan.

"Bukankah kita keluarga?" Pertanyaan Lucy membuat Evrard mengangguk mengerti.

"Jadi Paman tidak perlu terlalu formal kepadaku. Aku hanya anak berusia 7 tahun," lanjut Lucy.

'Tetapi pemikiran Anda begitu dewasa, Master,' jawab Evrard dalam hati.

"Ikuti saja, berikan apa yang diinginkan Mastermu adalah tugas dari para Esmelth," ujar Lucien dan Evrard hanya bisa menghembuskan napasnya pasrah.

"Sesuai perintah Anda, Master," jawab Evrard sambil membungkuk hormat.

"Lucien, aku ingin kembali melatih mana milikku. Kau bisa berbincang dengan Paman," ujar Lucy sambil turun dari pangkuan Lucien.

"Jangan berlari, atau kau akan jatuh, Lucy." Lucien memperingati.

Lucy hanya tersenyum lebar dan berlari keluar rumah. Lucien kembali menoleh ke arah Evrard.

"Duduklah, kedudukan kita kini setara," ujar Lucien sambil mempersilakan Evrard duduk di sofa.

"Aku tahu kau heran dengan sifat Master kita," kekeh Lucien dan Evrard mengangguk membenarkan.

"Lucy dapat merubah moodnya dengan cepat. Ia akan cepat merasa tenang jika bersamaku. Dan juga aku rasa ia merasa kesepian sebelum aku bertemu dengannya. Karena itu keinginannya mudah ditebak, tetapi ia sulit percaya dengan orang lain. Aku harap kau mengerti keadaan Master," terang Lucien sambil memejamkan kedua matanya.

"Tentu saja, My Lord. Hamba akan selalu setia kepada Master dan Anda," jawab Evrard.

"Aku baru mengetahui sesuatu."

"Apa itu, Lord Lucien?"

"Lucy memiliki penglihatan yang tajam, hanya sekali melihatmu ia sudah mengetahui jika kau kuat."

"Apa maksud Anda?"

Lucien membuka kedua matanya lalu menatap datar Evrard yang kini menatap dirinya bingung.

"Makna dari namamu adalah kuat." Evrard tersenyum mendengar jawaban Lucien.

"Dan nama Anda sepertinya tidak berubah?" tanya Evrard dan Lucien hanya tertawa kecil.

"Jadikan itu rahasia kecil kita," jawab Lucien sambil tertawa kecil.

"Sepertinya kita harus mulai bergerak, aku tidak yakin Jendral lainnya dapat menemukanku dengan mudah," lanjut Lucien.

"Karena kutukan Anda berpindah, yang lain mungkin akan terkecoh sepertiku," jawab Evrard.

Lucien mengangguk, saat ini yang terpenting adalah mengumpulkan para Jendral miliknya. Untuk menjaga Lucy ia tidak bisa melakukannya sendirian. Kutukan yang ia miliki pun sudah berpindah kepada Lucy. Kutukan yang membuatnya kuat dan tidak tertandingi selama ini, keabadian.

Lucien menghembuskan napasnya, ia mengingat sudah berapa banyak assassin yang ingin membunuh Lucy saat gadis kecil itu sendirian. Memang mudah saat ini melindungi Lucy, tetapi ia tidak yakin di masa depan ia dapat melindungi masternya sendiri.

"Prioritas utama kita adalah melindungi Lucy, ia tidak bisa memakai sihir meski memiliki mana yang besar. Karena ia memiliki mana yang besar ia dapat melakukan kontrak dengan beberapa Esmelth, meski aku tidak mengetahui seberapa banyak ia dapat mengikat kontrak dengan para Jendral lainnya. Aku yakin di balik kekurangan memiliki kelebihan yang sangat besar," kata Lucien yang bangkit berdiri untuk melihat apa yang sedang dilakukan Lucy.

Evrard bangkit berdiri mengikuti langkah Lucien dan melihat Lucy yang kini sedang duduk dan memejamkan kedua matanya. Terlihat jelas mana yang gadis kecil itu miliki mulai terkendali meski tetap saja menguar di seluruh tubuhnya.

"Dan yang terpenting adalah kebahagiaan gadis kecil itu sendiri." Evrard mengangguk mengerti apa yang diinginkan Lucien.

"Aku akan membantu mewujudkannya, Lord Lucien."


***

        

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status