Share

Chapter 3

Satu bulan telah berlalu setelah kehadiran Evrard. Pria bertubuh kekar dan tampan itu kini lebih dekat dengan Lucy. Gadis kecil itu selalu mendapatkan pelajaran baru setiap harinya dari Esmelth barunya.

"Paman, hari ini apa yang akan kau ajarkan padaku?" tanya Lucy setelah membersihkan piring kotor.

"Master, kau harus banyak berlatih untuk melihat ekspresi orang lain. Setiap orang memiliki dua buah topeng yang selalu mereka pakai. Tapi tidak jarang juga banyak yang memakai topeng untuk bertahan hidup."

"Topeng itu sendiri adalah sifat atau perilaku palsu yang ditunjukan kepada orang lain. Apa kau mengerti?" tanya Evrard.

Lucy mengangguk antusias, menandakan ia mengerti. Ia memang sudah belajar banyak dari buku tentang apa yang dikatakan Evrard padanya. Lucien yang melihat interaksi antara Lucy dan Evrard tersenyum simpul.

Ia mengetahui sifat Evrard yang sulit dekat dengan orang lain, tetapi dengan Lucy pria bersurai putih itu terlihat menikmati kedekatan mereka berdua. Meski kadang ia harus menahan rasa cemburu karena Lucy sering kali memeluk tubuh Evrard.

Lucien belum berani membawa Lucy ke kota, ia lebih memilih untuk menutupi keberadaan Lucy. Dan lagi pula ia akan pergi meninggalkan kota untuk mencari para Jendral miliknya.

"Evrard," panggil Lucien yang sedang berbaring di sofa.

"Ada apa?" tanya Evrard yang mendekat ke arah Lucien.

"Kita akan berangkat beberapa hari lagi, kau harus membuat batu pemanggilan di Hutan Lugia. Kita akan pergi dari sini, tidak mudah menemukan mereka dengan mencari satu per satu. Karena itu aku akan membuat altar pemanggilan. Ajarkan Master bagaimana cara mengalirkan mana dengan stabil. Master akan mencari para Jendral lainnya," jawab Lucien, Evrard mengangguk mengerti.

"Sesuai perintahmu, My Lord," jawab Evrard sambil membungkuk hormat dan kembali mendekati Lucy.

"Master, aku lapar. Apa boleh?" tanya Evrard dengan wajah datarnya.

"Bagaimana caramu memakan mana-ku?" tanya Lucy yang kini mulai berpikir.

"Anda cukup menggenggam tanganku," jawab Evrard, dan memang cara termudah adalah dengan menggengam tangan sang master untuk para Esmelth memakan mana tuannya.

"Bagaimana jika Paman memelukku?" tanya Lucy dan membuat Lucien membuka kedua matanya.

"Lucy, apakah tidak cukup aku memelukmu?" Lucy hanya menjulurkan lidahnya dan kembali menoleh ke arah Evrard.

Evrard menghembuskan napasnya kasar, jika ia menolak Lucy akan menangis. Jika ia tidak menolak jelas Lucien akan melemparnya sejauh mungkin. Akhirnya Evrard memilih menggendong tubuh Lucy, dan gadis kecil itu langsung memeluk tubuh kekar Evrard.

"Lucy, kau mengesalkan!" Lucien langsung beranjak pergi keluar rumah.

"Mengapa Lucien marah padaku?" tanya Lucy pada Evrard.

"Sepertinya Lord Lucien cemburu padaku, Master. Lord Lucien memang tidak suka berbagi," jawab Evrard sambil mengelus kepala Lucy lembut.

"Cemburu?" Evrard mengangguk.

"Apa kau sudah belajar tentang sejarah, Master?" tanya Evrard.

"Aku sudah banyak belajar banyak buku, tentang sejarah sudah aku pelajari sejak dulu. Jadi kau tidak perlu khawatir, Paman," jawab Lucy sambil memainkan surai putih milik Evrard.

"Master, apa kau ingin ikut ke dalam Hutan Lugia? Aku mendapatkan tugas membangun batu pemanggilan dari Lord Lucien," tanya Evrard.

"Ya, aku mengingat seluruh wilayah Hutan Lugia. Mungkin aku bisa membantumu, Paman," jawab Lucy sambil tersenyum lebar.

"Bagus, karena akan berbahaya jika aku menghanguskan Hutan Lugia hanya untuk mencari letak yang bagus membangun batu pemanggilan," jawab Evrard.

Mereka berdua keluar dari rumah dan mendapatkan Lucien yang sedang menatap lurus ke depan.

"Kalian pergilah, aku akan bermain sebentar," ujar Lucien tanpa menoleh.

"Kau tidak mengajakku, Lucien?" tanya Lucy sambil mengembungkan kedua pipinya.

"Nanti kita main bersama," jawab Lucien sambil mengusir halus dengan gerakan tangannya.

"Baiklah, Lord Lucien," jawab Evrard yang langsung saja melompat tinggi memasuki Hutan Lugia.

Seketika barrier milik Lucien pecah begitu saja dengan jentikan jemari Lucien. Beberapa langkah kuda terdengar mendekat dan benar saja mereka adalah rombongan dari Kerajaan Xeravine.

"Mencari sesuatu?" tanya Lucien sambil menatap datar para manusia di depannya.

"Lo-lord Varoksya, maafkan kedatangan kami yang tiba-tiba. Da-dan selamat atas kebebasan Anda," jawab salah satu Esmelth yang tentu saja mengenal Lucien.

"Namaku sekarang adalah Lucien, berhenti memanggil nama lamaku," jawab Lucien.

"Kami mencari seorang gadis kecil yang cacat, seluruh indera yang dimiliki gadis itu mati. Apa Anda mengetahuinya?" tanya Esmelth bersurai ungu itu.

Lucien mengangkat satu alisnya ia mengetahui siapa yang dimaksud Esmelth itu. Sudah pasti itu adalah Lucy, tetapi sayangnya Lucy tidak cacat seperti dulu lagi.

"Gadis itu telah mati dua tahun lalu setelah aku terbebas dari segel menyebalkan itu," jawab Lucien.

"Jangan bercanda, kami tahu gadis itu masih hidup dan tinggal bersama denganmu!" ujar salah satu Magia yang terlihat jika pria itu adalah seorang Jendral.

"Trago, jangan bicara yang tidak sopan pada Lord!" desis Esmelth bersurai ungu itu.

"Memangnya mengapa ia hanyalah mantan Raja dari para Esmelth, ia tetaplah Esmelth liar yang tidak bisa memakai sihir sesukanya karena ia tidak memiliki master!"

Saat itu juga tubuh Jendral itu terbelah menjadi dua. Lucien hanya menghembuskan napasnya kasar, berani sekali Magia sekelas Jendral menghina dirinya.

"Lo-lord Lucien, maafkan kesalahan Master hamba," ujar Esmelth bersurai ungu sambil membungkuk hormat.

"Halio, kau mendapatkan master yang menyebalkan," jawab Lucien masih dengan wajah tanpa ekspresi.

"Aku sudah memiliki master, jadi aku bebas menggunakan seluruh sihirku. Jadi, kalian ingin mati di tanganku atau pergi dengan keadaan hidup?" lanjut Lucien dan Esmleth bernama Halio itu hanya bisa mengangguk pasrah.

"Kami akan pergi, Lord Lucien," jawab Esmelth itu sambil pamit undur diri.

Setelah kepergian rombongan Kerajaan Xeravine, Lucien kembali membuat barrier di sekitar rumah itu. Ia akan menuju kota untuk melihat apa yang akan dilakukan para prajurit Xeravine setelah mengetahui jika sangat Jendral mati di tangannya.

Sementara Evrard dan Lucy sudah berada di tengah Hutan Lugia. Evrard merentangkan kedua tangannya sambil merapalkan beberapa mantra. Lucy memilih duduk di atas batang pohon yang tumbang sambil memperhatikan apa yang akan dilakukan Esmelth tampan di hadapannya.

Tidak lama kemudian tanah bergetar, terlihat sebuah batu hitam muncul dari dalam tanah dan semakin tinggi.

"Inikah batu pemanggilan? Apa kau akan membuat altar di tempat lain, Paman?" tanya Lucy sambil menatap batu hitam besar di hadapannya

"Benar, Master. Untuk membuat altar pemanggilan, kita harus membuat batu pemanggilan," jawab Evrard yang langsung menggendong tubuh Lucy untuk mendekat ke arah batu hitam itu.

"Kau harus membangun 3 batu pemanggilan lagi, bukan? Apa kita akan meninggalkan tempat ini?" tanya Lucy.

"Ya, Master. Kita akan berpergian beberapa hari lagi, kau bisa melihat kota seperti yang kau inginkan," jawab Evrard.

"Benarkah?" tanya Lucy dengan wajah yang berseri-seri.

"Ya," jawab Evrard sambil tersenyum melihat tingkah lucu masternya.

"Aku sudah tidak sabar melihat kota," jawab Lucy.

Evrard mengecup kepala Lucy, entah mengapa jika bersama Lucy ia kehilangan jati dirinya yang dingin dan kejam.

"Paman," panggil Lucy.

Kini mereka sedang menikmati udara segar Hutan Lugia. Evrard mengangkat satu alisnya tanda menjawab panggilan Lucy.

"Paman, mengenal Lucien, bukan?" tanya Lucy.

Evrard memilih duduk di atas batang pohon yang tumbang untuk menikmati perbincangan dengan Lucy.

"Aku cukup mengenal Lord Lucien," jawab Evrard sambil mengelus surai pirang yang mulai memutih milik Lucy.

"Apa Lucien memang seseorang yang seperti itu?" tanya Lucy.

"Seperti apa maksudmu, Master?"

"Seperti yang kau lihat, ia sering kali bertingkah konyol hanya karena aku memilih Paman yang tidur bersamaku," jawab Lucy dengan polosnya.

Evrard menahan tawanya, ia tahu jelas sifat Lucien sejak pertama kali bertemu, tetapi setelah pertemuannya yang kedua kalinya ini, sifat Lucien berubah atau memang tidak diperlihatkan kepada Lucy.

Evrard mengingat jelas betapa mengerikannya Lucien, Esmelth yang terkenal tidak ada yang bisa memilikinya. Esmelth terkuat dan memiliki sifat yang sombong, temperamen, tidak sulit untuknya untuk membunuh manusia. Dan Lucien memiliki panggilan yang cukup dikenal seluruh daratan dunia, King of War.

Lucien akan membunuh siapa pun yang menghalangi jalannya. Ia pun sering diminta turut andil dalam peperangan melalui kontrak tertulis. Karena tidak ada yang bisa membuat kontrak antara magia dan esmelth dengannya.

"Lord Lucien berubah setelah bertemu denganmu, Master. Aku tidak tahu apa yang terjadi antara kau dan dia, tetapi aku yakin Lord Lucien sangat senang mendapatkan master seperti Anda," jawab Evrard.

"Apa Lucien selalu kesepian?" tanya Lucy.

"Mungkin, dari mana Anda tahu?"

"Saat pertama kali melihatnya kedua matanya, aku dapat melihat betapa dalamnya hatinya terluka karena kesepian. Aku tidak akan pernah meninggalkannya," jawab Lucy sambil tersenyum manis menatap langit.

"Karena Lucien ... dia adalah cahayaku."

Evrard terpanah saat melihat senyum Lucu yang begitu tulus. Kini ia mengerti mengapa Lucien sangat menjaga Lucy dan menginginkan kebahagiaan Lucy. Kini ia tahu alasan sebenarnya Lucien, pria arogan seperti Lucien bisa berubah seperti itu. Sudah dipastikan jika Lucien mencintai Lucy.

'Hmmm, aku sudah pernah dengar tentang percintaan esmetlh dengan magia. Mereka akhirnya terkena kutukan tidak bisa memiliki keturunan. Meski begitu, aku akan membantu Lord Lucien agar bisa selalu bersama dengan Master,' ujar Evrard dalam hati.

Tanpa mereka berdua ketahui, Lucien sedang mendengarkan perbincangan kecil Lucy dengan Evrard. Senyumannya terlihat dari bayang, kadang ia tidak mengerti jalan pikiran Lucy. Sebagai esmelth seharusnya ia dapat membaca pikiran Lucy yang selaku menjadi masternya, tetapi hingga saat ini, Lucien tidak bisa membaca isi pikiran Lucy yang sebenarnya. Gadis kecil itu terlalu pintar menutupi pikirannya dengan mengeluarkan isi pikirannya yang lain dengan tercetak jelas di wajahnya.

"Lucy, kau benar-benar ...." Lucien tidak melanjutkan kalimatnya saat melihat tubuhnya yang berlumur darah.

"Ahh, Lucy akan takut jika melihatku yang seperti ini."

Lucien menjentikkan jarinya, dalam sekejap semua darah di tubuhnya menghilang. Ia harus cepat pergi dari sana bersama Lucy dan Evrard. Pasukan Kerajaan Xeravine pasti akan bertambah untuk segera membunuh Lucy, setelah apa yang ia lakukan tadi.

"Mereka menyusahkan."



***

        

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Kikiw
seru. lanjut duluuu
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status