Share

Chapter 4

Setelah Lucien mempersiapkan semua yang diperlukan, Esmelth itu menghampiri Lucy yang sedang bermain dengan Evrard. Kedekatan Lucy dan Evrard sudah cukup membuat Lucien terbakar cemburu. Sering kali Lucien memarahi Lucy tanpa sebab dan semua itu hanya bisa dimaklumi oleh Evrard.

"Kita berangkat, tidak ada waktu lagi untuk bermain," ujar Lucien sambil melewati Evrard dan Lucy.

Evrard mengangkat Lucy dan membiarkan Lucy duduk di bahu kanannya. Selama Lucy merasa senang, tidak akan ada masalah untuk Lucien dan Evrard. Mereka bertiga mulai memasuki kota, Lucy yang baru pertama kali melihat kota begitu terlihat bersemangat. Tidak ada yang melirik Lucy atau kedua Esmelth yang bersama dirinya. Karena Lucien sudah memerintahkan para penduduk untuk mengabaikan mereka jika sudah memasuki kota.

Tujuan mereka kali ini adalah Hutan Ant yang berada di daerah Kerajaan Night Crow yang berada di daratan Husberg. Perjalanan membutuhkan waktu empat sampai tujuh bulan dengan berjalan kaki dan menaiki kapal untuk menyeberangi lautan. Karena rute yang cukup jauh membuat mereka harus siap dengan segala kemungkinan.

"Jadi, kota seperti ini?" tanya Lucy dengan wajah berbinar-binar.

"Ya, apa Anda ingin membeli sesuatu sebelum kita meninggalkan kota?" tanya Evrard.

"Aku ingin membeli permen," jawab Lucy yang terlihat begitu bahagia.

Evrard sudah mengetahui jika Lucy tidak pernah diizinkan ke kota. Lucien tidak akan pernah membiarkan Lucy tersakiti oleh manusia. Dan juga Lucy merupakan buronan dari Kerajaan Xeravine.

Evrard membelikan permen lolipop berwarna pelangi dan memberikannya pada Lucy. Lihatlah wajah Lucy yang kini berbinar-binar, begitu manis dan imut. Siapa pun yang melihatnya pasti akan langsung jatuh hati padanya. Tak terkecuali Lucien yang sudah jatuh hati entah sejak kapan.

Setelah selesai membeli perlengkapan, Lucien langsung memberi isyarat kepada Evrard untuk segera keluar dari kota Venesia. Mudah saja bagi mereka berteleport, tetapi mereka lebih memilih menikmati perjalanan daripada pergi dengan satu kedipan mata.

"Sudah puas melihat-lihat kota?" tanya Lucien pada Lucy yang sedang sibuk memakan permen di tangannya.

Lucy hanya mengangguk sambil terus menggigit permen lolipop di tangannya. Lucien hanya mengembuskan napasnya lega. Hampir saja para penduduk kota membungkuk hormat padanya. Lucy pasti akan bertanya-tanya jika hal itu terjadi.

"Master, apa Anda menyukai boneka?" Pertanyaan Evrard membuat Lucy menghentikan makannya.

"Tidak," jawab Lucy sambil kembali memakan permen lolipop di tangannya.

Lucien seketika membeku saat melihat ekspresi Lucy yang sesaat berubah. Ia memang tidak pernah memberikan boneka pada Lucy karena gadis kecil itu selalu meminta buku untuk dibaca.

"Paman, turunkan aku," ujar Lucy dan Evrard langsung saja menurunkan gadis itu.

Lucy langsung berlari ke depan sambil merentangkan kedua tangannya menikmati semilir angin berhembus menerpa tubuhnya. Lucien langsung saja mendekati Evrard, kali ini Jendral miliknya harus berhati-hati dengan setiap perkataannya.

"Kau harus hati-hati pada setiap pertanyaanmu, Evrard," kata Lucien membuat Evrard menoleh.

"Ada apa?" tanya Evrard tidak mengerti.

"Jika kau melihat ekspresi Lucy tadi, kau pasti akan meminta ampun berkali-kali," jawab Lucien sambil mengamati Lucy yang terlihat senang di depan sana.

"Apa maksudmu, My Lord?"

"Ekspresi yang ditunjukannya tadi adalah ekspresi kesakitan yang mendalam."

Evrard membeku seketika, ia tidak menyadari jika pertanyaan sepele seperti itu dapat membuat masternya terlihat begitu kesakitan. Gadis berusia 7 tahun sudah memiliki ekspresi seperti itu, entah apa yang terjadi semasa hidupnya.

"Aku akan berhati-hati," jawab Evrard.

"Kalian lama sekali," teriak Lucy di kejauhan sambil mengembungkan kedua pipinya.

Lucien dan Evrard hanya tersenyum melihat master mereka yang terlihat imut seperti itu. Lucien langsung berlari dan menggendong Lucy sedikit melempar tinggi ke atas dan kembali menangkap tubuh mungil gadis itu.

Malam hari telah tiba, Evrard sudah selesai dengan kayu bakar di hadapannya dan Lucy sudah selesai memasak untuk dirinya sendiri tentunya.

"Mengapa tidak Lord Lucien yang melayani Anda, Master?" tanya Evrard.

Lucy menatap kesal ke arah Evrard, sudah berkali-kali ia katakan untuk memanggil namanya saja, tetapi esmelth kedua miliknya itu selalu saja memanggilnya master.

"Cukup sekali saja aku hampir mati karena memakan masakannya," jawab Lucy sambil kembali memakan sup hangat di tangannya.

"Ahh, aku tidak heran jika seperti itu. Lord Lucien selalu dilayani, jadi sudah pasti tidak akan bisa memasak apa pun," jawab Evrard membenarkan.

"Hei kalian, aku bisa mendengarnya!"

"Kami memang sengaja mengatakannya sekeras mungkin agar kau mendengarnya, Lucien," jawab Lucy acuh.

"Kalian menyebalkan," jawab Lucien sambil memeluk Lucy dari belakang.

Hari ini sudah pasti akan terasa dingin karena akan segera musim hujan. Lucien merentangkan sebelah sayapnya dan mulai memeluk Lucy.

"Lucien, aku belum selesai memakan makananku," gerutu Lucy.

"Aku lapar," jawab Lucien yang langsung saja menyambar bibir kecil Lucy.

Evrard hanya menggelengkan kepalanya meski ditutupi oleh sayap, ia mengetahui apa yang dilakukan oleh Lucien. Lucien jarang berinteraksi seperti itu kepada seorang wanita sekalipun. Waktu semakin berlalu, ia yakin Lucy sudah tertidur bersama dengan Lucien.

Pada umumnya para Esmelth memang tidak membutuhkan tidur. Bagi mereka tidur hanyalah untuk membuang-buang waktu. Berbeda dengan Lucien, Lucien membutuhkan tidur untuk mengendalikan seluruh kekuatannya yang hilang karena sudah lama tersegel di Hutan Lugia.

Kabut terlihat semakin tebal dan membuat Evrard waspada pada sekelilingnya. Pria bersurai putih itu bangkit berdiri dan mulai memasuki kabut dengan tatapan datar.

"Berani-beraninya kalian mengganggu Master," gumam Evrard yang langsung menghilang ditelan kabut.

Tidak lama kemudian Evrard kembali dengan tubuh penuh bercak darah. Dengan sekali sentakan tangannya, air keluar dari dalam tanah dan membersihkan tubuhnya.

"Master akan takut jika melihatku berlumur darah," gumam Evrard.

Setelah merasa bersih ia kembali duduk dan mengamati sekitarnya yang semakin sunyi. Hingga akhirnya angin pagi mulai menerpa wajahnya, ia melihat Lucien yang sudah terbangun sedikit membuka sayapnya.

"Kau tidak menghabiskan semuanya?" tanya Lucien.

"Aku takut membangunkan Master dan Anda, Lord Lucien," jawab Evrard.

"Habisi semua sebelum mereka menyerang," titah Lucien sambil menatap Lucy yang memeluknya erat.

"Sesuai perintah Anda," jawab Evrard yang langsung menghilang.

Lucien mengembuskan napasnya, ia tahu Lucy sedang bermimpi buruk. Lucy selalu memeluknya erat hingga tidak mau dilepas jika sedang bermimpi buruk. Andai ia bisa memasuki mimpi gadis kecil itu, mungkin ia sudah membuat mimpi Lucy lebih indah daripada biasanya.

"Apa yang kau mimpikan, Lucy?" gumam Lucien yang menatap khawatir ke arah Lucy.

Lucy tidak pernah menjawab jika ditanya tentang mimpi-mimpinya setelah bangun tidur. Gadis itu hanya tersenyum lalu mengalihkan pembicaraan. Kedua iris Lucy terbuka kala Lucien sedang memperhatikan dirinya dengan tatapan sendu.

"Selamat pagi, Lucien," sapa Lucy sambil melepas pelukan di tubuh Lucien.

"Selamat pagi." Lucien langsung merubah ekspresi wajahnya dengan cepat.

"Ke mana Paman?" tanya Lucy setelah bangun dan tidak mendapati Evrard di sekitarnya.

"Mencari bahan makanan, sekarang kau mandi," jawab Lucien sambil membawa Lucy ke pinggir sungai yang tidak jauh dari mereka berada.

Lucy membuka pakaiannya dan langsung saja masuk ke dalam air. Lucien yang berada di pinggir sungai hanya memperhatikan punggung Lucy. Ia mengepalkan kedua tangannya saat melihat luka cambukan bahkan sayatan yang cukup besar yang berada di punggung gadis mungil itu. Entah apa yang sudah terjadi pada gadis kecil berusia 7 tahun itu.

Braakk

Lucien menoleh ke arah kanan dan mendapati Evrard yang baru saja datang dan menatap punggung Lucy.

"Kau menjatuhkan bahan makanan untuk Lucy," tegur Lucien yang tidak suka jika tubuh gadis miliknya dilihat orang lain.

"Ma-maaf," jawab Evrard gugup.

"Lord, apa yang terjadi pada punggung Master?" tanya Evrard yang penasaran.

"Aku tidak tahu, aku tidak mengetahui tentang masa lalunya. Yang aku tahu ia adalah seorang putri dari Kerajaan Xeravine. Ia memasuki Hutan Lugia dan bertemu denganku dengan keadaan tubuh penuh luka. Dan seseorang menyegel mana miliknya hingga semua indera miliknya lumpuh. Setelah segel itu hancur kau bisa lihat dirinya yang sekarang ini," jelas Lucien sambil menatap nanar ke arah Lucy yang sedang bermain air.

"Dan Anda terbebas dari segel yang membelenggu tubuh Anda?"

"Tidak, aku memintanya untuk menjadi masterku. Awalnya aku hanya mencoba untuk menolongnya karena ia pun tidak memiliki mana, tetapi ternyata tubuhnya mampu untuk menjadikanku Esmelth miliknya."

Evrard kini mengerti apa yang terjadi pada Lucien, jarang sekali Lucien ingin menolong manusia. Akan tetapi, Esmelth itu benar-benar mencoba menolong gadis kecil itu. Sesuatu perubahan yang cukup mencengangkan, dimana Lucien tidak akan membantu seseorang tanpa imbalan.

"Anda sudah banyak berubah dalam kurun waktu beberapa ratus tahun ini," ujar Evrard dan membuat Lucien tertegun.

"Tidak, aku berubah karena gadis kecil itu," jawab Lucien sambil bangkit berdiri dan menghampiri Lucy.

"Berhenti bermain air dan segera naik, kita akan segera berangkat setelah kau makan sarapanmu," kata Lucien sambil menarik tubuh Lucy ke dalam pelukannya.

Lucy hanya tertawa lalu membiarkan Lucien memakaikannya pakaian. Gaun sederhana yang dipakai Lucy agar tidak menarik perhatian orang lain.

Evrard memberikan bahan makanan yang akan dimasak Lucy. Gadis itu dengan cepat memasak dengan barang seadanya. Evrard menatap Lucy yang baru selesai memasak dan kini tengah menyantap hidangan makanannya.

"Master, apa yang Anda sukai dari Lord Lucien?" tanya Evrard.

"Semua yang ada pada dirinya, meski wajahnya tidak terlalu tampan," jawab Lucy yang langsung mendapatkan tatapan kesal dari Lucien.

"Padahal Lord Lucien termasuk kalangan Esmelth tertampan dan selalu dikelilingi para wanita. Baru kali ini ada yang mengatakan jika wajahnya tidak terlalu tampan," jawab Evrard sambil menahan senyumnya.

"Berhenti membicarakan wajahku."

Lucy tertawa bersama Evrard, jarang sekali mereka bisa membuat Lucien kesal seperti anak kecil.

"Kami memang sengaja mengatakannya agar kau mendengarnya," jawab Lucy untuk yang kedua kalinya, Lucien lantas mengejar Lucy yang lari menghindari Esmelth itu.

"Kembali kau, Iblis kecil!"

"Hahaha, coba saja tangkap aku."

Evrard menggelengkan kepalanya saat melihat Lucy sudah menghabiskan makanannya. Dan kini ia hanya tersenyum menatap interaksi kedua orang yang ia hormati.

"Semoga Master selalu tersenyum seperti itu," gumam Evrard.



***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status