Anna mengusap wajahnya kasar. Luke sudah tidak ada di sana. Dia tidak boleh menangis, hanya karena gertakan saja. Luke tidak boleh melihat kelemahannya. Kegilaan Luke pasti akan lebih menakutkan jika melihatnya cengeng seperti ini. Lalu kenapa dirinya harus lemah? Pertarungan yang sebenarnya, belumlah dimulai.
Anna melangkah perlahan menuju dapur. Tenggorokannya terasa kering karena menangis dan berteriak-teriak tadi. Setelah ini, dia harus belajar mengendalikan diri sebelum mengalami gejala penyakit darah tinggi di usia muda. Itu sangat tidak baik untuk kesehatannya. Bisa-bisa, rencana Luke untuk membuatnya gila sukses besar. Tidak! Dia tidak akan membiarkan Luke berhasil.
Setelah meneguk segelas air dingin untuk meredakan tubuhnya yang memanas, Anna lantas bangkit kemudian melangkah menuju tangga.
Tap!
Langkah Anna sontak saja berhenti ketika melihat ketukan sepatu mengkilap di depannya. Kepalanya mendongak, dan di depannya sudah berdiri Luke dengan tampang sangar dan menakutkannya.
“Apa?” tanya Anna dengan lemah kemudian membuang muka. Dia terlalu lelah untuk berdebat sekarang.
“Mau ke mana kamu?” pertanyaan Luke, membuat Anna tertawa.
“Ke penjara,” jawab Anna seadanya. “ya, ke kamarku lah. Karena aku memilih menjadi pembantumu!” tegas Anna.
“Bagus. Kamu sadar diri. Sekarang, buatkan aku kopi!”
“Tapi, aku lelah. Aku ingin istirahat.”
Luke tertawa tipis—mengancam. Dengan kejam, Luke menjambak rambut panjang Anna dan menariknya sampai-sampai membuat Anna meringis—kesakitan. “Kamu lupa apa statusmu? Kamu bukan Tuan putri lagi. Kamu pembantuku sekarang! Jadi, patuhi semua perintahku, mengerti!”
“Sakit Luke,” rintih Anna sambil memegang tangan Luke yang masih menarik paksa rambutnya.
“Katakan! Kamu akan mematuhi semua perintahku!”
“I-iya. Aku akan mematuhi semua perintahmu. Tolong, lepaskan rambutku. Ini sangat sakit Luke,”
Luke melepaskan jambakan nya di rambut Anna. Matanya yang tajam, menatap Anna penuh selidik. “Awas saja, jika kamu berniat meracuniku,” tegas Luke membuat Anna meringis.
“Apa kamu pikir, aku tidak akan berubah menjadi wanita baik lagi?” mendengar perkataan Anna, Luke lantas tertawa terbahak.
“Ular tetaplah Ular. Bagaimana pun tempat tinggal dan statusnya sekarang. “
Cukup. Anna memilih berbalik arah ke arah dapur, sebelum Luke mengatakan hal-hal yang lebih kejam dan menyakitkan. Sepertinya, dia harus menuruti semua perintah Luke dari pada membantah, kemudian berdebat dan berakhir Luke yang menyakitinya dengan kata-kata kasar juga menyakiti fisiknya seperti tadi.
Anna menyeduh kopi permintaan Luke dengan cepat. Sebelum Luke marah dan melakukan sesuatu yang tidak dia inginkan. Setelah selesai, Anna membawa kopi yang diseduhnya tadi ke lantai atas di mana kamar Luke berada.
Tok, tok, tok!
“Luke, ini kopinya. Mau aku letakkan di mana?” tanya Anna di balik pintu. Anna masih belum berani masuk ke dalam sebelum mendengar perintah dari sang majikan. Bisa-bisa, majikannya itu naik pitam.
Tok, tok, tok!
Anna mengetuk pintu lagi. Berharap Luke segera membuka pintu sebelum kopi yang dibawanya dingin. Bisa-bisa, Luke memerintahnya untuk membuat lagi dan kapan dia bisa ber istirahat?
Anna kehilangan kesabaran. Dengan memantapkan hati, Anna memutar kenop dan mendorong pintu itu sampai terbuka lebar.
“Luke, kamu di dalam?” cicit Anna begitu masuk ke dalam.
Sepi dan sunyi. Tidak ada sahutan ataupun jejak keberadaan Luke di dalam kamarnya. Entah sedang berada di mana pria menakutkan itu sekarang?
Anna terpaku. Matanya berlarian ke sana kemari menatapi setiap jengkal arsitektur kamar Luke yang dominan berwarna putih. Hanya Putih saja, tidak ada warna cat dinding atau perabotan dengan nuansa warna berbeda di sana.
Meja putih, ranjang putih, bahkan lemari pakaian Luke pun berwarna putih. Aneh. Anna semakin tidak mengerti dengan jati diri Luke dan bagaimanakah jalan pikirnya.
Dan figora yang berjejer di dinding putih itu, kenapa juga hanya berisi kertas putih?
Klik!
Anna memutar tubuh begitu terdengar suara pintu terbuka di belakangnya. Dan astaga. Luke berdiri di sana dengan kondisi—setengah telanjang?
Ya Tuhan, apa ini? Batin Anna sambil memutar tubuhnya kembali untuk menghindari suasana yang tiba-tiba canggung untuknya. Lebih tepatnya, nyaris seperti sebuah ancaman.
Rahang Luke mengeras. Bagaimana bisa Anna se lancang ini? Apa Anna lupa statusnya sehingga berani memasuki area pribadinya?
Anna mendadak gemetar, saat Luke melangkah mendekat ke arahnya. Anna tidak tau apa yang sedang di pikirkan oleh Luke. Tapi, merasakan bagaimana mencekamnya suasana di sekelilingnya, Luke pastilah sedang kerasukan setan pemarah seperti sebelum-sebelumnya.
“Apa yang kamu lakukan di sini?” bisik Luke membuat Anna meremas pinggir nampan yang di pegangnya kuat-kuat. Sungguh, Anna merasa sangat ketakutan sekarang.
“Aku tanya apa yang kamu lakukan di sini, budak?!” suara Luke meninggi. Anna memejamkan mata sambil menelan salivanya kasar. Dia tidak punya pilihan lain selain memberanikan diri untuk memutar tubuhnya dan menghadapi manusia kerasukan setan di depannya.
“Aku me-ngantarkan kopimu,” jawab Anna nyaris tak terdengar. Takut. Sungguh Anna merasa sangat ketakutan. Dia menunggu dengan berdebar. Kira-kira, apa yang akan Luke lakukan padanya atas apresiasi kelancangannya kali ini.
Tangan Luke menggapai gelas. Selanjutnya, dengan pelan Luke meminum kopi buatan Anna yang entah bagaimana rasanya.
Luke yang terdiam, membuat Anna penasaran. “Bagaimana rasanya? Apa e .... “
Byurrr!
Belum selesai pertanyaan Anna, Luke sudah lebih dulu menyiramkan kopi buatan Anna ke wajah Anna tanpa rasa kasihan.
“Aduh, panas. Hiks, hiks ...” Anna merintih sambil mengibaskan telapak tangannya di depan wajahnya yang terasa terbakar karena kopi panas tadi. Luke benar-benar kejam.
“Kamu itu tolol atau sengaja huh?!” teriak Luke sambil mencengkeram lengan Anna yang kecil. “kopi buatanmu itu rasa air! Kamu berniat merusak lidahku! Iya?!” cecarnya tak peduli Anna yang merintih kepanasan.
Anna merintih disela tangisnya yang menderas. “Aku akan belajar. Tapi tolong, beri aku air. Wajahku panas seperti terbakar,” pinta Anna memelas.
Luke berdecih pelan. Kemudian dengan kasar, Luke menarik Anna ke kamar mandi dan mengguyur tubuh Anna dengan se ember air dingin.
Anna mengusap wajahnya yang sudah terasa membaik. Kulit wajahnya tidak terasa panas lagi. “Terima kasih,” ucap Anna sambil memeluk tubuhnya yang basah kuyup.
“Jangan berharap lebih. Aku peduli karena kamu budakku. Jika terjadi sesuatu, uangku akan terbuang percuma untuk pembantu tolol sepertimu!” sinis Luke dengan tatapan matanya yang menakutkan. “anggaplah sebagai sebuah dispensasi, karena aku, Tuan yang bertanggung jawab atas pembantunya!” lanjutnya lalu pergi dari sana sambil membanting pintu dengan keras.
Anna menundukkan wajahnya dalam. Semoga saja, hatinya masih di kuatkan untuk bertahan di rumah ini sebagai bentuk kesepakatan.
***
Ting, Ting!
Anna yang saat itu sedang memasak makan malam, bergegas mencuci tangannya untuk melihat siapa tamu yang kira-kira datang malam-malam. Untuk masakannya kali ini, Anna yakin. Luke akan menyukainya walaupun tak banyak. Anna sudah mengikuti dengan detail, cara memasak makanan yang lezat lewat searching di youtube.
Anna memutar kenop pintu. Dan begitu pintunya terbuka, alangkah terkejutnya Anna begitu melihat tamu di depan pintu adalah ...
“Pe-ter?”
Anna terdiam di muka pintu. Kenapa harus Peter yang berdiri di depannya? Dia menjadi serba salah sekarang. Perasaan bersalah dan cinta yang masih terselip rapat di dalam hatinya, berontak bersamaan ingin mencuat ke permukaan.“Kamu tidak ingin mempersilahkan aku masuk ke dalam?”Anna salah tingkah. Kenapa pesona Peter harus se kuat ini pada dirinya? Tidak. Ini tidak boleh lagi terjadi. Peter tidak mungkin dia impikan kembali untuk menjadi miliknya. Dia harus bisa merelakan Peter bahagia bersama Jasmine dan keluarga kecilnya. Yang artinya, Peter adalah adik iparnya sekarang.“I-iya. Silakan masuk,” jawab Anna kemudian mundur memberikan Peter ruang untuk masuk ke dalam.Setelah masuk. Peter lantas duduk di sofa sambil menyandarkan tubuhnya. “Luke di mana? Katakan, aku ingin bertemu dengannya.”Anna kembali di landa perasaan gugup. Sungguh, dia tidak menyangka. Peter masih akan sudi berbicara
“Mana kemejaku yang putih!?”Anna yang saat itu sedang mencuci piring, nyaris saja menjatuhkan piring di tangannya karena terkejut mendengar suara Luke yang tiba-tiba sudah menggelegar bagai petir menyambar.“Sudah aku letakkan di lemari pakaianmu!” jawab Anna dan Luke pergi begitu saja tanpa sepatah kata pun.Anna menghela nafasnya pelan. Tetesan demi tetesan air mata, tiba-tiba berjatuhan dari ujung hidungnya yang memerah karena terlalu lama menangis tadi malam. Baru dua hari dia tinggal bersama dan menjadi istri seorang Luxander. Luke sudah menyakitinya luar dan dalam seperti ini. Entah, sampai kapan dia bisa bertahan dan terus menghirup udara? Rasanya, tidak lama lagi, dia akan lebih memilih meng akhiri hidupnya saja.Anna memilih duduk dan menelungkupkan wajahnya di meja makan. Tubuhnya yang masih terasa sakit dan nyeri di mana-mana, membuatnya tak kuat lama-lama berdiri. Bagaimana dia akan menjalani hari-harinya j
Anna menutup dadanya yang terbuka dengan bantal. Piama tidurnya yang berpotongan dada rendah dengan serat kain yang agak transparan, tentu saja akan membuat hasrat kelelakian pria mana pun termasuk Luke tergoda.“Luke. Ini tidak benar.” Suara Anna bergetar. Sungguh, dia sangat ketakutan sekarang. Apa yang akan Luke lakukan, dia belum siap. Hubungannya dengan Luke hanya sebatas status saja. Demi menutupi niat Luke untuk membalas dendam. Jadi, untuk memberikan Luke hak sebagai suaminya, dia tidak mungkin bisa memberikan.Luke menyeringai—kejam. Tak peduli dengan teriakan Anna, Luke malah melepaskan kaos putihnya dan bertelanjang dada. Dengan beringas, Luke menarik kaki Anna sampai-sampai Anna jatuh telentang di bawah kungkungan tubuh Luke yang besar dan kekar.“Luke! Apa yang kamu inginkan?” ucap Anna sambil memberi sekat pembatas antara tubuhnya dan Luke dengan mendorong dada Luke dengan ke dua tangannya. 
Anna meneliti wanita, ahh—tepatnya, Pelacur suaminya yang saat ini sedang duduk manis di depannya.. Dari ujung rambut sampai ujung kaki, penampilan wanita itu, memang menunjukkan siapa dirinya, dan apa statusnya. Jadi tidak mungkin, jika Luke hanya berniat membohonginya. Wanita bernama Selena itu, benar-benar pelacur yang Luke sewa untuk menggantikan tugas yang seharusnya dilakukan olehnya sebagai seorang istri.Anna menarik nafasnya pelan. Boleh saja Luke menganggapnya sebagai pembantu, budak atau apa. Luke membencinya, juga tidak masalah. Tapi, membawa seorang wanita bayaran ke dalam rumah, saat dirinya masih sah sebagai istri dan nyonya penguasa rumah, tentu sangat tidak sopan dan tidak adil untuknya.“Sebaiknya kamu pergi. Tuan rumah yang ingin kamu kunjungi, sedang tidak ada di rumah,” ucap Anna dengan ramah, meskipun saat ini, dia sangat ingin mencakar wajah wanita yang sok cantik di depannya kini. Bagaimana tidak? Sejak datang beber
Sepanjang perjalanan, Anna membuang muka sambil melihat kendaraan yang berlalu-lalang memadati kota. Di sampingnya, Luke sedang fokus menyetir dengan tampang sangarnya. Jangan tanya, bagaimana takutnya Anna sekarang. Gerak-gerik Luke, menandakan jika sebentar lagi dia akan mendapatkan hukuman.Sungguh Anna tak menyangka, Luke akan berada di mansion utama. Dia kira, Luke sedang di kantor atau di club bersenang-senang dengan makhluk jadi-jadian seperti Selena.Anna melirik Luke kilas. Sepanjang perjalanan, tidak ada yang bersuara dari kubunya maupun dari pihak si menakutkan. Sehingga, suasana di dalam mobil semakin terasa mencekam.Menyadari, jika Anna menatapnya, secara mendadak, Luke menginjak rem dan .... dug! Anna yang tidak siap, harus terantuk ke dashboard mobil.“Aduh! Kamu sudah gila ya?” sungut Anna sambil mengusap keningnya yang merah.Luke menoleh dengan matanya yang tajam. Seringaian t
Luke sudah sampai di rumah. Dalam hatinya, sama sekali tak terbesit keinginan untuk menunggu atau memutar arah untuk menjemput Anna. Biarlah wanita itu mendapatkan hukuman atas kelancangannya. Anna sudah melewati batas, hanya gara-gara perhatiannya tadi pagi. Anna kira, dia akan luluh begitu saja? Cuih! Mimpi!Luke membuka pintu. Dan pemandangan di depannya, membuat bibirnya sedikit tertarik membuat senyuman tipis. Rasa kesal dan kepenatannya menghilang seketika. Selena, pelacur sexi yang dia booking untuk memuaskan sekaligus tinggal di rumahnya, sudah menunggunya dengan pose sexi. Wajah Selena yang cantik dengan gaun tidur merahnya yang berpotongan dada rendah dengan panjang sampai paha, membuat Luke bangga pada dirinya sendiri. Dia tidak salah memilih jalang, untuk membalas penolakan Anna. Selena tak kalah cantik dari Anna, walaupun sisi memesona Anna—sangat alamiah.Luke menutup pintu dan Selena sudah memeluknya dari belakang. Tubuhnya
Beberapa jam sebelumnya ...Alex yang tadi sempat melihat kedatangan Anna, bergegas untuk masuk ke dalam mansion. Entah bagaimana reaksi Queen atau Katherine melihat Anna berada di sana. Yang pastinya, istrinya Rose lah yang akan menjadi penengah di antara mereka.“Sweety, di mana Anna? Tadi, aku melihatnya datang?” tanya Alex begitu mendapati ruang tamu mansion nya, sudah sepi. Hanya ada Rose yang sedang merapikan mainan Davio yang tercecer di sofa.Rose duduk di sofa, lalu menepuk-nepuk sofa di sampingnya. Mengisyaratkan agar Alex duduk bersamanya.Alex tersenyum geli, kemudian mengikuti perintah wanita yang sudah menjadi ibu dari anaknya itu. “Kau semakin manis, Sweety,” Cup! ucap Alex sambil mengecup pipi kiri Rose.Rose sedikit tersentak, lalu memukul dada Alex dan celingak-celinguk tak jelas. “Alex! Ingat umur. Jangan bertingkah sep
“Anna bagaimana keadaanmu?” tanya Alex yang saat ini duduk di kursi di sebelah ranjang yang di tiduri Anna. Benar. Orang yang sudah menolong Anna dari kejahatan preman jalanan itu, adalah ayah mertuanya sendiri. Entah bagaimana ayah mertuanya itu, bisa berada di sana dan menolongnya? Sedangkan Luke? Bahkan sampai saat ini, Luke belum juga menjemputnya. Dasar suami brengsek! Anna yakin. Luke pasti sedang bersenang-senang dengan wanita jalang bernama Selena itu di rumahnya, tanpa peduli tragedi apa yang menimpanya karena Luke tinggalkan di jalanan. Sialan!Anna meringis pelan. Wajahnya juga terasa ngilu. Bahkan sudut bibirnya terasa nyeri. Preman-preman jalanan itu, benar-benar berniat menghancurkan dirinya. “Aku baik Paman. Terima kasih banyak sudah menyelamatkan hidupku.”Alex tersenyum tipis. “Sama-sama Nak. Oiya, kakimu belum boleh di gerakkan. Tulangnya sedikit retak