Share

Bagian 2 - Dispensasi

Anna mengusap wajahnya kasar. Luke sudah tidak ada di sana. Dia tidak boleh menangis, hanya karena gertakan saja. Luke tidak boleh melihat kelemahannya. Kegilaan Luke pasti akan lebih menakutkan jika melihatnya cengeng seperti ini. Lalu kenapa dirinya harus lemah? Pertarungan yang sebenarnya, belumlah dimulai. 

Anna melangkah perlahan menuju dapur. Tenggorokannya terasa kering karena menangis dan berteriak-teriak tadi. Setelah ini, dia harus belajar mengendalikan diri sebelum mengalami gejala penyakit darah tinggi di usia muda. Itu sangat tidak baik untuk kesehatannya. Bisa-bisa, rencana Luke untuk membuatnya gila sukses besar. Tidak! Dia tidak akan membiarkan Luke berhasil. 

Setelah meneguk segelas air dingin untuk meredakan tubuhnya yang memanas, Anna lantas bangkit kemudian melangkah menuju tangga. 

Tap! 

Langkah Anna sontak saja berhenti ketika melihat ketukan sepatu mengkilap di depannya. Kepalanya mendongak, dan di depannya sudah berdiri Luke dengan tampang sangar dan menakutkannya. 

“Apa?” tanya Anna dengan lemah kemudian  membuang muka. Dia terlalu lelah untuk berdebat sekarang. 

“Mau ke mana kamu?”  pertanyaan Luke, membuat Anna tertawa. 

“Ke penjara,” jawab Anna seadanya. “ya, ke kamarku lah. Karena aku memilih menjadi pembantumu!” tegas Anna.

“Bagus. Kamu sadar diri. Sekarang, buatkan aku kopi!”

“Tapi, aku lelah. Aku ingin istirahat.”

Luke tertawa tipis—mengancam. Dengan kejam, Luke menjambak rambut panjang Anna dan menariknya sampai-sampai membuat Anna meringis—kesakitan. “Kamu lupa apa statusmu? Kamu bukan Tuan putri lagi. Kamu pembantuku sekarang! Jadi, patuhi semua perintahku, mengerti!”

“Sakit Luke,” rintih Anna sambil memegang tangan Luke yang masih menarik paksa rambutnya. 

“Katakan! Kamu akan mematuhi semua perintahku!” 

“I-iya. Aku akan mematuhi semua perintahmu. Tolong, lepaskan rambutku. Ini sangat sakit Luke,” 

Luke melepaskan jambakan nya di rambut Anna. Matanya yang tajam, menatap Anna penuh selidik. “Awas saja, jika kamu berniat meracuniku,” tegas Luke membuat Anna meringis. 

“Apa kamu pikir, aku tidak akan berubah menjadi wanita baik lagi?” mendengar perkataan Anna, Luke lantas tertawa terbahak. 

“Ular tetaplah Ular. Bagaimana pun tempat tinggal dan statusnya sekarang. “

Cukup. Anna memilih berbalik arah ke arah dapur, sebelum Luke mengatakan hal-hal yang lebih kejam dan menyakitkan. Sepertinya, dia harus menuruti semua perintah Luke dari pada membantah, kemudian berdebat dan berakhir Luke yang menyakitinya dengan kata-kata kasar juga menyakiti fisiknya seperti tadi. 

Anna menyeduh kopi permintaan Luke dengan cepat. Sebelum Luke marah dan melakukan sesuatu yang tidak dia inginkan. Setelah selesai, Anna membawa kopi yang diseduhnya tadi ke lantai atas di mana kamar Luke berada. 

Tok, tok, tok! 

“Luke, ini kopinya. Mau aku letakkan di mana?” tanya Anna di balik pintu. Anna masih belum berani masuk ke dalam sebelum mendengar perintah dari sang majikan. Bisa-bisa, majikannya itu  naik pitam. 

Tok, tok, tok! 

Anna mengetuk pintu lagi. Berharap Luke segera membuka pintu sebelum kopi yang dibawanya dingin. Bisa-bisa, Luke memerintahnya untuk membuat lagi dan kapan dia bisa ber istirahat?

Anna kehilangan kesabaran. Dengan memantapkan hati, Anna memutar kenop dan mendorong pintu itu sampai terbuka lebar. 

“Luke, kamu di dalam?” cicit Anna begitu masuk ke dalam. 

Sepi dan sunyi. Tidak ada sahutan ataupun jejak keberadaan Luke di dalam kamarnya. Entah sedang berada di mana pria menakutkan itu sekarang? 

Anna terpaku. Matanya berlarian ke sana kemari menatapi setiap jengkal arsitektur kamar Luke yang dominan berwarna putih. Hanya Putih saja, tidak ada warna cat dinding atau perabotan dengan nuansa warna berbeda di sana. 

Meja putih, ranjang putih, bahkan lemari pakaian Luke pun berwarna putih. Aneh. Anna semakin tidak mengerti dengan jati diri Luke dan bagaimanakah jalan pikirnya. 

Dan figora yang berjejer di dinding putih itu, kenapa juga hanya berisi kertas putih? 

Klik! 

Anna memutar tubuh begitu terdengar suara pintu terbuka di belakangnya. Dan astaga. Luke berdiri di sana dengan kondisi—setengah  telanjang? 

Ya Tuhan, apa ini?  Batin Anna sambil memutar tubuhnya kembali untuk menghindari suasana yang tiba-tiba canggung untuknya. Lebih tepatnya, nyaris seperti sebuah ancaman. 

Rahang Luke mengeras. Bagaimana bisa Anna se lancang ini? Apa Anna lupa statusnya sehingga berani memasuki area pribadinya? 

Anna mendadak gemetar, saat Luke melangkah mendekat ke arahnya. Anna tidak tau apa yang sedang di pikirkan oleh Luke. Tapi, merasakan bagaimana mencekamnya suasana  di sekelilingnya, Luke pastilah sedang kerasukan setan pemarah seperti sebelum-sebelumnya. 

“Apa yang kamu lakukan di sini?” bisik Luke membuat Anna meremas pinggir nampan yang di pegangnya kuat-kuat. Sungguh, Anna merasa sangat ketakutan sekarang. 

“Aku tanya apa yang kamu lakukan di sini, budak?!” suara Luke meninggi. Anna memejamkan mata sambil menelan salivanya kasar. Dia tidak punya pilihan lain selain  memberanikan diri untuk memutar tubuhnya dan menghadapi manusia kerasukan setan di depannya. 

“Aku me-ngantarkan kopimu,” jawab Anna nyaris tak terdengar. Takut. Sungguh Anna merasa sangat ketakutan. Dia menunggu dengan berdebar. Kira-kira, apa yang akan Luke lakukan padanya atas apresiasi kelancangannya kali ini. 

Tangan Luke menggapai gelas. Selanjutnya, dengan pelan Luke meminum kopi buatan Anna yang entah bagaimana rasanya. 

Luke yang terdiam, membuat Anna penasaran. “Bagaimana rasanya? Apa e .... “

Byurrr! 

Belum selesai pertanyaan Anna, Luke sudah lebih dulu menyiramkan kopi buatan Anna ke wajah Anna tanpa rasa kasihan. 

“Aduh, panas. Hiks, hiks ...” Anna merintih sambil mengibaskan telapak tangannya di depan wajahnya yang terasa terbakar karena kopi panas tadi. Luke benar-benar kejam. 

“Kamu itu tolol atau sengaja huh?!” teriak Luke sambil mencengkeram lengan Anna yang kecil. “kopi buatanmu itu rasa air! Kamu berniat merusak lidahku! Iya?!” cecarnya tak peduli Anna yang merintih kepanasan. 

Anna merintih disela tangisnya yang menderas. “Aku akan belajar. Tapi tolong, beri aku air. Wajahku panas  seperti terbakar,” pinta Anna memelas. 

Luke berdecih pelan. Kemudian dengan kasar, Luke menarik Anna ke kamar mandi dan mengguyur tubuh Anna dengan se ember air dingin. 

Anna mengusap wajahnya yang sudah terasa membaik. Kulit wajahnya tidak terasa panas lagi. “Terima kasih,” ucap Anna sambil memeluk tubuhnya yang basah kuyup. 

“Jangan berharap lebih. Aku peduli karena kamu budakku. Jika terjadi sesuatu, uangku akan terbuang percuma untuk pembantu tolol sepertimu!”  sinis Luke dengan tatapan matanya yang menakutkan. “anggaplah sebagai sebuah dispensasi, karena aku, Tuan yang bertanggung jawab atas pembantunya!” lanjutnya lalu pergi dari sana sambil membanting pintu dengan keras.

Anna menundukkan wajahnya dalam. Semoga saja, hatinya masih di kuatkan untuk bertahan di rumah ini sebagai bentuk kesepakatan. 

***

Ting, Ting! 

Anna yang saat itu sedang memasak makan malam, bergegas mencuci tangannya untuk melihat siapa tamu yang kira-kira datang malam-malam. Untuk masakannya kali ini, Anna yakin. Luke akan menyukainya walaupun tak banyak. Anna sudah mengikuti dengan detail, cara memasak makanan yang lezat lewat searching di youtube. 

Anna memutar kenop pintu. Dan begitu pintunya terbuka, alangkah terkejutnya Anna begitu melihat tamu di depan pintu adalah ... 

“Pe-ter?” 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status