Share

Bagian 6 - Pergi

Anna meneliti wanita, ahh—tepatnya, Pelacur suaminya yang saat ini sedang duduk manis di depannya.. Dari ujung rambut sampai ujung kaki, penampilan wanita itu, memang menunjukkan siapa dirinya, dan apa statusnya. Jadi tidak mungkin, jika Luke hanya berniat membohonginya. Wanita bernama Selena itu, benar-benar pelacur yang Luke sewa untuk menggantikan tugas yang seharusnya dilakukan olehnya sebagai seorang istri. 

Anna menarik nafasnya pelan. Boleh saja Luke menganggapnya sebagai pembantu, budak atau apa. Luke membencinya, juga tidak masalah. Tapi, membawa seorang wanita bayaran ke dalam rumah, saat dirinya masih sah sebagai istri dan nyonya penguasa rumah, tentu sangat tidak sopan dan tidak adil untuknya. 

“Sebaiknya kamu pergi. Tuan rumah yang ingin kamu kunjungi, sedang tidak ada di rumah,” ucap Anna dengan ramah, meskipun saat ini, dia sangat ingin mencakar wajah wanita yang sok cantik di depannya kini. Bagaimana tidak? Sejak datang beberapa menit yang lalu, wanita itu tiada hentinya menengok kaca untuk sekedar merapikan rambut atau mengecek ketebalan make up nya yang sudah setebal jalan aspal baru. Menyebalkan!

Wanita itu menoleh kilas dan tersenyum sinis sambil berkata, “Aku tau Nyonya.”

Mendengar jawaban wanita itu yang tak bersahabat, Anna merasa harus mengeluarkan taringnya agar wanita itu tau diri. Sedang berada di mana dan apa derajatnya di rumahnya ini. “Lalu, kenapa kamu masih di sini? Pergi! Atau aku akan mengusirmu secara kasar!” tegas Anna dengan kesal. 

Wanita itu berdecih sambil berkaca pinggang. “Pantas saja Tuan Luxander, tidak berminat padamu. Kamu kumal, kotor, kusam, non modis dan pemarah. Hey Nyonya! Hari gini, jika penampilanmu macam gelandangan dan mulutmu setajam bubuk cabai begitu, jangan heran jika suamimu lari ke pelukan wanita sepertiku.”

“Jaga mulutmu! Kamu hanya wanita murahan! Ingat itu!” Anna mulai tak bisa mengendalikan emosi. 

Wanita itu tertawa lebar. “Aku mengakuinya. Lagi pula, wanita murahan sepertiku yang mendapatkan pelukan suamimu. Bagaimana? Keren bukan?”

“Sialan!” Anna mengumpat kasar. Dia dikalahkan telak oleh Pelacur seperti Selena. 

Anna memilih pergi. Kekesalannya mencapai ubun-ubun. Sebenarnya, dia masih banyak stok kesabaran juga kata-kata tajam untuk menghujat wanita pelacur yang gayanya selangit itu. Tapi, Anna merasa—itu tidak penting. Lagi pula, hanya membuang-buang tenaga. Biasanya, wanita rendahan seperti Selena, tak punya urat malu dan entah masih punya harga diri atau tidak? 

Anna keluar dari rumah. Dia melanggar aturan suaminya. Biarlah apa konsekuensi dari tindakannya kali ini akan dia pikirkan nanti. Anna butuh udara segar dan merindukan seseorang. Dan dia, akan menemui orang itu sekarang. 

***

Anna menatap langit-langit kamarnya yang bergelantungan foto-foto kebersamaannya dan Jasmine sejak bangku SMA. Kamar yang dulunya menjadi tempat favoritnya dan Jasmine untuk saling berbagi cerita, suka dan duka. Kamar yang beberapa tahun yang silam ia tinggalkan karena rasa benci yang sampai membutakan mata hatinya. 

“Hiks!” tangisan Anna pun pecah. Begitu banyak kenangan yang sudah dirinya dan Jasmine buat bersama. Dan kenangan itu tidak akan mungkin hilang begitu saja walaupun sudah berbeda tahun dan usia.  Semuanya masih tetap sama seperti biasanya. Nyatanya, persahabatan yang Jasmine jalin bersamanya, adalah persahabatan yang tulus tanpa alasan materi ataupun ketenaran. 

Tapi, apa yang sudah dia lakukan pada Jasmine? Apa balasannya untuk ketulusan hati Jasmine? Tidak ada. Anna sudah melakukan perbuatan yang tak akan ter maafkan begitu saja. Akibat dari keegoisannya, Jasmine kehilangan penglihatan juga ingatannya. 

Lantas, apa yang Anna dapatkan dari semua kejahatan yang dirinya lakukan selama beberapa tahun silam? Juga tidak ada. Malah karena kejahatannya, ayah nya meninggal dengan cara yang tragis dan ibunya meninggal dengan cara yang tragis pula. Dan sekarang, hidupnya terjebak dengan seorang pria gila yang ber status sebagai suaminya. 

Kejahatan nya di kalahkan telak oleh kesabaran Jasmine dan dia tak mendapatkan apa-apa.

 Lalu dirinya? Tentu saja, saat ini dirinya hanya tinggal sebatang kara. Tidak ada ayah, tidak ada ibu, kerabat ataupun teman. Semuanya meninggalkan nya--sendirian.  Bahkan, pria yang menikahinya memperlakukannya layaknya pembantu rumah tangga. Atau lebih tepat di perlakukan layaknya seorang budak. 

Untuk harta peninggalan ayahnya, Anna tidak peduli. Sebagian harta milik ayahnya, sudah dia donasikan. Apalah artinya bergelimang harta, jika dirinya kesepian dan tidak memiliki seorang pun untuk berbicara ataupun berkeluh kesah. 

Anna bangkit dari tempat tidurnya. Kakinya melangkah keluar dengan perlahan. Setiap harinya, Anna selalu terngiang-ngiang suara ibu atau ayahnya. Bahkan, kilasan masa-masa Indah keluarga hangat mereka, melintas di pelupuk matanya. Anna tidak tahan. Lantas dia pun segera menutup mata dan menutup telinganya kemudian segera keluar dari rumahnya. 

Karena kesedihan nya yang mendalam, Anna memilih tinggal di neraka buatan Luxander, suaminya. Setidaknya, dia bisa bernafas sedikit lega. Menganggap kesabarannya saat di tindas oleh Luke adalah sebuah penebusan dosa. Tidak apa-apa asalkan dia jauh dari semua kenangan-kenangan itu. 

Anna memasuki mobilnya. Hari ini, dia akan menemui Jasmine dan kembali memohon ampunan. Kebetulan, Luke sedang tidak ada di rumah. Entah pergi ke mana suami brengseknya itu sejak kemarin. Jadi, dia punya kesempatan untuk membebaskan diri sejenak. 

Sedetik pun, dia tidak akan pernah menyerah untuk berusaha mendapat maaf dan bisa bersahabat dengan Jasmine kembali walaupun status mereka sudah lebih dari itu. Mereka adalah saudara ipar.  Kesalahannya pada Queen juga tak akan bisa di lupakan dengan mudah. 

Dan di sini lah Anna berada. Berdiri sendirian dengan nyali dan kepercayaan diri yang tinggi. Berharap Jasmine dan keluarganya mau membuka tangan untuk merangkulnya kembali. 

“Anna?”

Suara Queen yang bergetar saat memanggil Anna, membuat Anna sadar diri, jika Queen masih belum sepenuhnya menerima perbuatan jahat Anna yang sudah menindas Queen sampai Queen gila. 

Anna mendekat. Kepanikan yang bisa dia lihat dari raut wajah wanita-wanita di depannya, adalah bukti jika mereka menyetempelnya sebagai seorang penjahat. 

“Anna, kapan kau datang?” tanya Rose berbasa-basi. Rasa sakit hatinya masih belum sepenuhnya hilang. Tapi mau tidak mau, Anna adalah menantunya. Istri Luke, putra tertuanya. 

“Beberapa menit yang lalu.” Anna tersenyum kikuk. Masih tetap di posisinya tadi, tanpa berani mendekat sebelum diminta ataupun diperintah. 

Rose jadi serba salah. Di tempatnya saat ini, ada Kathe juga Queen yang menatap Anna dengan tatapan sinis dan ke tidak sukaan mereka. Dia pun mengerti, mereka belum bisa memaafkan kesalahan Anna.  Tapi, Anna di sana hanya sendiri dan sebatang kara. Tidak mungkin dirinya tak mengulurkan tangan untuk merangkul Anna yang kesepian. Apalagi Anna adalah Putri Axel. Tidak mungkin juga, Rose akan melupakan semua kebaikan dan perjuangan Axel untuknya. Ya, walaupun kesalahan Anna pada keluarganya sangatlah kejam dan tak bisa dimaafkan begitu saja. 

Anna menundukkan kepalanya. Jika saja, Jasmine tidak buta dan kehilangan ingatannya, pasti Jasmine akan menjadi orang pertama yang memeluknya dan memberikannya perlindungan juga rasa aman. 

“Aku minta maaf pada kalian semua. Aku sudah menyadari semua kesalahanku. Memang aku tidak pantas mendapatkan maaf dari kalian, tapi aku mohon. Beri sedikit tempat untuk ku di keluarga ini, juga sedikit waktu untuk menebus semua kesalahanku pada Jasmine dan Queen.”

“ANNA!”

Suara tinggi bernada kejam yang selama beberapa hari sudah berhasil membuatnya hidup seperti di neraka membuat Anna bergidik. Kenapa suami brengseknya itu berada di sini? Anna kira, Luke sedang bersenang-senang dengan jalang-jalang nya yang bergonta ganti setiap harinya.              

“Lu—ke?” Anna kikuk, begitu Luke mendekat dan memeluk pinggangnya. 

“Siapa yang mengizinkan kamu keluar huh?!” bisik Luke sambil meremas kuat kulit pinggang Anna yang memakai celana jeans. 

“Sa—kit Luke!” rintih Anna pelan. Dia tidak bisa melawan ataupun menyuarakan perlawanan nya. Bisa saja, Luke melempar dirinya ke penjara dan membuat nama baik almarhum ayahnya tercemar. Tidak. Dia tidak mau semua itu terjadi. Sudah cukup dirinya mengetahui jika ayahnya meninggal karna di bunuh oleh ibunya sendiri. 

“Kamu berani melawanku lagi?” bisik Luke dengan ancamannya sehingga membuat Anna menggeleng cepat. “mau merasakan bagaimana cambuk hitam milikku lagi?” lanjut Luke membuat Anna kembali menggeleng. “jika seperti itu, jangan pernah menginjakkan kakimu di sini lagi. Kamu tau, di mata keluargaku kamu hanyalah sampah. Sampai kamu mati pun, tidak akan ada yang sudi untuk sekedar melihatmu apalagi memungutmu!”

Mata Anna buram oleh air mata. Bukan hanya perkataan Luke yang seperti menyayat hatinya dengan belati tajam. Tapi cengkeraman tangan Luke di kulit pinggangnya,  rasa-rasanya sudah terasa perih. Mungkin luka baru sudah dia dapatkan di sana. 

“Kami pergi. Sudah terlalu lama, kami meninggalkan rumah.” Perkataan Luke membuat Rose angkat suara. 

“Eh, kenapa buru-buru? Anna belum duduk dan ma-- Luke!” teriak Rose karena Luke sudah menyeret Anna keluar dari sana. 

Anna berjalan tertatih mengikuti langkah Luke yang besar. Luka karena pecahan beling di kakinya masih belum sembuh, entah luka baru apa lagi yang akan dia dapatkan setelah sampai di rumahnya nanti. 

“Paman!”

Langkah Luke berhenti begitu berpapasan dengan Davio. Cengkeraman Luke di pergelangan tangan Anna terlepas dan beralih mengusap lembut Puncak kepala Davio. 

“Paman pulang dulu. Lusa, kita main lagi oke?”

Davio mencebikkan bibirnya. Anna yang melihatnya pun menarik sebuah senyuman tipis. Davio yang merajuk sama persis dengan Jasmine. Anak kecil hasil buah Cinta Peter dan Jasmine itu sangat tampan dan manis. Inikah wujud janin yang berusaha dia lenyapkan dengan kejam 6 tahun silam? Mata Anna kembali berkaca-kaca. Kepada Davio pun dia sudah berdosa. 

“Aku ikut ke rumah Paman ya?” tanya Davio polos. 

Luke menggeleng pelan. Sambil melihat Anna dengan ekor matanya, dia berkata, “Jangan Dave. Di rumah Paman masih ada moster jahat. Nanti kalau mosternya sudah mati, Dave boleh menginap di rumah Paman. Oke?”

Anna menundukkan kepalanya. Dia tau siapa moster jahat yang di maksud oleh Luke. Moster itu adalah dirinya. Karena selama ini, memang dirinyalah yang merusak semua kebahagiaan yang harusnya menjadi milik Davio sejak kecil. 

Davio mengangguk. “Baiklah. Hati-hati di jalan Paman.”

Luke bangkit dan kembali mencengkeram tangan Anna dengan kuat. “Pasti otak busukmu sudah merencanakan sesuatu yang jahat lagi kepada keponakanku ‘kan?” 

“Tidak Luke!” sanggah Anna. “aku ingin menebus dosaku pada Davio.”

“Jangan menyebut namanya dengan mulut berbisamu! Jangan lupa. Kamu pernah berniat untuk melenyapkannya!” Anna bungkam. Tidak ada gunanya dia melawan Luke. Laksana batu melawan batu, pasti perdebatan mereka tidak akan ada akhirnya.  

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status