Share

Bagian 7 - Kejamnya Luke

Sepanjang perjalanan, Anna membuang muka sambil melihat kendaraan yang berlalu-lalang memadati kota. Di sampingnya, Luke sedang fokus menyetir dengan tampang sangarnya. Jangan tanya, bagaimana takutnya Anna sekarang. Gerak-gerik Luke, menandakan jika sebentar lagi dia akan mendapatkan hukuman. 

Sungguh Anna tak menyangka, Luke akan berada di mansion utama. Dia kira, Luke sedang di kantor atau di club bersenang-senang dengan makhluk jadi-jadian seperti Selena. 

Anna melirik Luke kilas. Sepanjang perjalanan, tidak ada yang bersuara dari kubunya maupun dari pihak si menakutkan. Sehingga, suasana di dalam mobil semakin terasa mencekam. 

Menyadari, jika Anna menatapnya, secara mendadak,  Luke menginjak rem dan ....  dug! Anna yang tidak siap, harus terantuk ke dashboard mobil. 

“Aduh! Kamu sudah gila ya?” sungut Anna sambil mengusap keningnya yang merah. 

Luke menoleh dengan matanya yang tajam. Seringaian tipis di bibirnya membuat Anna ngeri saja. “Kamu melanggar aturan. Kamu benar-benar keras kepala dan aku sudah muak! Kamu ingin menantangku huh?!”  suara Luke meninggi. Dia benar-benar marah. Anna berani melanggar peraturannya yang berarti, sudah berani mempermainkannya. 

“Keluar dari mobilku, se-karang!”  

Anna menyipitkan matanya. “Kamu tidak serius ‘kan? Ini sudah malam dan untuk sampai ke rumah masih sangat jauh. Apalagi, di jam seperti ini, akan banyak preman-preman yang mabuk di jalanan,” cicit Anna dengan lemah. Dia tidak ingin, Luke menunjukkan kekejamannya sekarang. Jika saja dia punya uang, dengan senang hati dia akan turun dan melempari wajah menyebalkan Luke dengan uang kemudian pulang naik taxi mewah. Tapi, sepeser pun dia tak punya. Jadi, angan-angannya tadi hanya akan menjadi mimpi dan semoga, Luke tidak memberinya mimpi buruk. 

“Aku bilang, ke-luar!” tegas Luke dengan kesangarannya. “kamu tidak ingat apa statusmu?! Kamu pembantuku dan aku Tuanmu! Jadi, keluar sekarang atau aku akan melemparmu keluar!” 

“Luke, aku mohon. Biarkan aku pulang denganmu. Bagaimana jika terjadi sesuatu padaku? Di sini, daerah rawan penjahat.”

“Siapa peduli? Bukankah, setiap pekan kamu menidurinya banyak pria? Jadi apa salahnya, jika kamu juga meniduri preman-preman di luar sana.”

Anna mengerjap. Luke menjadikan penolakannya tadi malam sebagai senjata. Benar-benar, sialan. 

“Kamu marah soal semalam?” tanya Anna dan Luke malah tertawa pelan. 

“Bodoh! Kamu kira, cuma kamu satu-satunya yang bisa aku tiduri heh?” kekeh Luke. “c’mon ... Di dunia ini, masih banyak wanita berkelas dan aku bisa beli dengan uang.”

Oke. Anna mempermalukan dirinya sendiri, kali ini. Bisa-bisanya dia menganggap Luke terbawa perasaan soal semalam. Sedangkan di luar sana, banyak sekali wanita yang mengantre untuk mendapatkan kencan malam bersama suaminya yang menyebalkan itu. Dan di rumah pun, sudah ada contohnya. 

“Luke—“

“Keluar atau aku lempar?!” 

Ancaman nyata Luke, membuat Anna memilih keluar sendiri dari pada harus merasakan kerasnya aspal. Begitu pintu tertutup, mobil Luke melaju kencang. Luke benar-benar meninggalkannya di jalanan itu sendirian. Tanpa uang, hanya sendirian memeluk tubuhnya yang kedinginan oleh hembusan angin dalam pekatnya malam. 

Luke tetap melajukan  mobilnya kencang. Tak peduli dengan Anna di jalanan sana meskipun hujan mulai turun dengan derasnya. Anna harus dia beri pelajaran setimpal, agar tidak berani melanggar aturannya lagi. Bisa-bisanya, Anna mempermainkan nya seperti ini? 

“Nikmati hukumanmu. Besok, Akan ada mimpi yang lebih buruk dari ini, Anna ....”

****

Anna berlari menghindari hujan. Tubuhnya sudah basah kuyup karena tak kunjung menemukan tempat untuk berteduh. Dan akhirnya, di depan sebuah toko yang sudah tutup, Anna memilih berteduh dari hujan deras yang di sertai, oleh kilat yang sesekali menyambar. 

“Ya Tuhan, berengsek sekali suamiku itu,” cicit Anna sambil memeluk tubuhnya yang menggigil—kedinginan.

Entah sudah jam berapa sekarang. Kendaraan umum sudah tidak ada. Bahkan, kendaraan tak banyak berlalu-lalang. Orang-orang, pasti enggan keluar rumah di saat cuaca seperti ini. 

Kruyuukkk ... 

Anna memegang perutnya. Dia lapar sekarang. Seharian dia belum makan, karena keberadaan makhluk jadi-jadian bernama Selena di rumahnya. Dan bagaimana dia bisa mengisi perutnya dalam kondisi begini? Jalan satu-satunya. Dia harus bisa bersabar dan berharap hujan segera reda agar bisa secepatnya pulang ke rumah. 

Beberapa jam berlalu. Hujan sudah mereda. Tinggal rintik-rintik hujan yang di temani oleh angin yang terasa dingin menembus ke tulang-tulang. Di jalanan sepi itu, Anna sendirian sambil memeluk erat tubuhnya. Siapa yang akan mengira, putri seorang billionaire terpandang sekelas, Axelendra Thomas berjalan sendirian seperti gelandangan di tengah malam?

Pyar!

Anna terkejut, ketika mendengar pecahan kaca. Dia menengadah, mencari sumber suara. Dan di depan sana, segerombolan preman jalanan, sedang mabuk sembari berjalan sempoyongan se arah dengan dirinya. 

Ya Tuhan, lindungi aku. Batin Anna. 

Anna terus melangkah di ujung kanan jalan. Dia menguatkan hatinya, dengan terus berdoa dan melangkah cepat-cepat. Setelah dia berpapasan dengan preman-preman itu nanti, barulah situasi mengancam ini akan berlalu. 

Anna menundukkan wajahnya dan terus melangkah. Berusaha untuk tak sampai terlihat oleh preman itu. Karena jika sampai terlihat, pasti lah hidupnya akan tamat. 

“Akhirnya ... “ lirih Anna begitu berhasil berpapasan dengan mereka. Tapi, baru beberapa detik Anna bisa bernafas lega, sebuah olokan membuatnya kembali ketakutan. Ini sebuah ancaman. Saat dia menoleh, para preman itu sedang melihat ke arahnya. 

Ya Tuhan, ini mimpi buruk. Anna menarik nafasnya dan lari se kencang yang dia bisa. Dan tentu saja, para preman itu mengejarnya. 

Di jalanan sepi itu, Anna sendirian dan tidak bisa meminta pertolongan pada siapa pun. Ini membuktikan, bagaimana brengseknya Luke dan bagaimana kejamnya pria yang ber status sebagai suaminya itu. 

Anna mulai kehabisan tenaga. Sedangkan, jarak antara dirinya dan preman itu sudah semakin dekat. Tubuhnya mulai terasa lemah dan bergetar karena kelaparan. Kepalanya juga terasa pusing dengan jantung berdebar. Sebentar lagi, dia pasti tertangkap. Dan benar, para preman itu berhasil menangkapnya yang jatuh tersandung di jalanan. 

“Mau lari ke mana, cantik?” ucap salah satu preman itu sambil memegang lengan Anna. 

Anna berontak dengan sisa tenaganya. “Tolong, lepaskan aku. Aku akan memberikan uang sebanyak yang kalian mau. Tapi, aku mohon. Lepaskan aku,” pinta Anna dengan memelas. Preman itu ada 3 orang. Entah, bagaimana hancurnya dia jika Preman-preman itu berhasil melakukan sesuatu yang tidak pernah dia bayangkan sebelumnya. 

Preman-preman itu tertawa keras. “Bagaimana mungkin kami melepaskan buruan yang berhasil kami tangkap? Hahaha ... Itu bodoh namanya. Lagi pula, kami memang butuh kehangatan di cuaca sedingin ini, hahaha .... “

Anna menendang selangkangan pria itu dengan kuat sehingga pegangan pria itu terlepas. Tapi, saat akan lari, preman yang satunya berhasil menangkapnya dan Plak! 

Preman itu menampar wajah Anna dengan kuat, sampai-sampai Anna jatuh telungkup di aspal. “Kau lebih suka kekerasan rupanya,” ucap preman yang menampar Anna. 

Anna menggeleng kuat sambil beringsut menjauh. “Tolong, jangan lakukan ini padaku.”

“Tenang saja, cantik. Semua wanita juga mengatakan hal yang sama. Tapi pada akhirnya, mereka juga akan menikmatinya. Hahaha .... “

“Tolong ...! Tolong ...!” teriak Anna saat ke tiga pria itu menyeretnya ke semak-semak di pinggir jalan. 

“Berteriaklah sepuasmu. Tidak akan ada yang mau menolongmu. Hahaha... “

Ke dua  preman itu memegang tangan Anna dan membaringkannya di tanah. Sedangkan preman yang satunya, yang tadi berhasil Anna tendang, berjongkok menatapi Anna dengan pandangan—menjijikkan.

“Kau berani melawanku?!” Plak! 

Anna menangis pilu. Wajahnya, harus merasakan kekejaman tangan kasar preman itu lagi. Belum sembuh, sakit yang dia dapatkan dari Luke semalam, kini dia mendapatkan sakit lagi dan tentunya mimpi buruk yang akan membuat hidupnya benar-benar hancur tak tersisa. 

Sungguh, Anna tak menyangka, hidupnya akan bernasib se tragis ini. Di perkosa oleh preman-preman jalanan, di pinggir jalan pula. “Jangan, ku mohon ... “ pinta Anna di sela isak tangisnya yang menderas. 

Anna lelah. Dia tidak punya kekuatan lagi untuk melawan. Apa lagi yang bisa dilakukan oleh wanita lemah sepertinya, jika bukan berharap seseorang datang menolong atau kemudian menyerah oleh permainan nasib? 

Cest!

Ya, hanya itu harapan terakhir Anna, sebelum bising peluru itu terdengar berbisik di telinga dan pria yang berniat menggagahinya, mati mengenaskan dengan luka tembak di kepala. 

Ke dua preman yang memegangnya berdiri dan hendak melawan. Tapi, dua tarikan pelatuk kembali terdengar, dan seketika, ke dua pria itu juga mati mengenaskan menyusul temannya. 

Di tengah gelapnya malam, Anna masih bisa melihat siluet seorang laki-laki yang menolongnya. Dan setelah itu, Anna tak sadarkan diri setelah rentetan peristiwa yang akan menjadi mimpi buruk dalam hidupnya. 

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status