Beberapa jam sebelumnya ...
Alex yang tadi sempat melihat kedatangan Anna, bergegas untuk masuk ke dalam mansion. Entah bagaimana reaksi Queen atau Katherine melihat Anna berada di sana. Yang pastinya, istrinya Rose lah yang akan menjadi penengah di antara mereka.
“Sweety, di mana Anna? Tadi, aku melihatnya datang?” tanya Alex begitu mendapati ruang tamu mansion nya, sudah sepi. Hanya ada Rose yang sedang merapikan mainan Davio yang tercecer di sofa.
Rose duduk di sofa, lalu menepuk-nepuk sofa di sampingnya. Mengisyaratkan agar Alex duduk bersamanya.
Alex tersenyum geli, kemudian mengikuti perintah wanita yang sudah menjadi ibu dari anaknya itu. “Kau semakin manis, Sweety,” Cup! ucap Alex sambil mengecup pipi kiri Rose.
Rose sedikit tersentak, lalu memukul dada Alex dan celingak-celinguk tak jelas. “Alex! Ingat umur. Jangan bertingkah sep
“Anna bagaimana keadaanmu?” tanya Alex yang saat ini duduk di kursi di sebelah ranjang yang di tiduri Anna. Benar. Orang yang sudah menolong Anna dari kejahatan preman jalanan itu, adalah ayah mertuanya sendiri. Entah bagaimana ayah mertuanya itu, bisa berada di sana dan menolongnya? Sedangkan Luke? Bahkan sampai saat ini, Luke belum juga menjemputnya. Dasar suami brengsek! Anna yakin. Luke pasti sedang bersenang-senang dengan wanita jalang bernama Selena itu di rumahnya, tanpa peduli tragedi apa yang menimpanya karena Luke tinggalkan di jalanan. Sialan!Anna meringis pelan. Wajahnya juga terasa ngilu. Bahkan sudut bibirnya terasa nyeri. Preman-preman jalanan itu, benar-benar berniat menghancurkan dirinya. “Aku baik Paman. Terima kasih banyak sudah menyelamatkan hidupku.”Alex tersenyum tipis. “Sama-sama Nak. Oiya, kakimu belum boleh di gerakkan. Tulangnya sedikit retak
Luke yang penasaran, turun dari mobil dan menghampiri polisi yang sedang mengevakuasi korban. “Ada apa Pak?” tanya Luke yang melihat tiga orang korban tertembak. Tampaknya para preman jalanan. Kondisi mereka sangat mengenaskan dengan luka tembak di kepala.“Kasus pembunuhan Tuan,” jawab polisi itu.“Siapa korbannya?”“Seorang wanita muda!”Jawaban polisi itu, mendadak membuat jantung Luke berdebar kencang. Pembunuhan wanita Muda? Apakah Anna? Pikirnya berkecamuk.“Siapa mereka?” tanya Luke lagi. Dia harus memastikan, untuk membuang jauh rasa khawatirnya. Khawatir? Tentu saja. Jika terjadi sesuatu pada Anna, ayahnya—Alex . Pasti akan mencekiknya.“Mereka para preman jalanan yang meresahkan masyarakat. Mereka sudah lama kami incar tapi selalu lolos dari pengejaran. Mereka ini, suka mencopet, memuku
Peter dan Alex sedang menertawakan kebodohan Luke lewat CCTV yang Peter kirim lewat seorang opsir polisi. Saat ini, mereka sedang berada di balkon kamar yang di tempati Anna dan menikmati tontonan gratis itu.“Dad, aku pergi dulu. Sebentar lagi, Luke akan datang. Aku tidak mau Luke berpikiran yang tidak-tidak jika melihatku berada di sini,” ucap Peter.Alex mengangguk dan menepuk pundak Peter pelan. “Baiklah. Terima kasih sudah mau menyadarkan Luke, Nak.”Peter tersenyum kilas. “Aku tidak mau, jika suatu hari nanti Luke menyesal Dad. Aku yakin. Suatu hari nanti Anna akan bisa meluluhkan kerasnya hati Luke dan rumah tangga mereka akan bahagia. ”“Ya, semoga saja.”Peter keluar dari kamar itu. Sebelumnya, dia masih sempat melihat ke arah Anna yang melihatnya dengan sorot mata yang masih menyimpan—kekaguman terhadapnya.“Terima kasih sudah mau menolongku. Meskipun sel
Anna menutup wajahnya yang sembab dengan Make Up tipis. Semalaman, dia tidak bisa tidur karena ter bayangi oleh perkataan Selena yang mengatakan jika saat dirinya bertaruh nyawa, justru Luke sedang berada dalam pelukan wanita jadi-jadian itu.Marah, kesal, kecewa. Entahlah, Anna tak bisa menentukan perasaannya. Hanya saja, dia tidak bisa menghentikan aliran air mata yang dia sesali tak mau berhenti.Jika saja Anna bisa, dengan senang hati Anna akan melempar Selena keluar dari rumahnya dan menutup pintu gerbang rapat-rapat agar wanita tak tahu malu itu tak akan pernah bisa kembali lagi. Tapi, setelahnya, Luke pasti akan melakukan hal yang sama pada dirinya, melihat betapa berharganya Selena di mata suaminya. Lalu, apa yang bisa di lakukannya sekarang? Apa dia bisa melakukan sesuatu? Jawabannya adalah tidak ada. Anna hanya bisa diam dan berpura-pura tuli dengan sekelilingnya. Toh, untuk komen pun hanya akan membuang tenaga, waktu dan kesabarannya mengingat po
Anna tak habis pikir dengan apa yang dilakukan Luke seharian ini. Tadi pagi, Luke menyuapinya. Lalu mengantarnya pergi ke dokter untuk memeriksakan kondisi kakinya. Dan sebelum pulang, Luke masih mengajaknya jalan-jalan.Anna ingat, perdebatan kecil mereka di rumah sakit tadi, hanya gara-gara dia tidak mau Luke gendong. Saat itu, mereka baru sampai di rumah sakit dan Luke melarangnya untuk berjalan sendiri.“Aku akan menggendongmu,” ucap Luke saat Anna akan melangkah turun dari mobil.Anna tersenyum tipis sambil menggeleng pelan. “Tidak usah Luke. Aku bisa kok jalan sendiri.“ tolak Anna halus. Dia tidak mau merusak suasana baru yang tercipta di antara hubungannya dan Luke.“Cerewet banget ya kamu? Bisa tidak, enggak usah sok kuat terus. Kamu itu lemah dan kamu butuh aku!”Anna menundukkan kepala. Lihat ‘kan betapa judesnya suaminya yang bertampang sangar itu. Jika saja Luke menjadi w
“Luke?” suara familier yang terdengar di tengah-tengah mereka, membuat Luke dan Anna menoleh bersamaan.“Kau—“ suara Luke tertahan. Kenapa harus orang itu yang bertemu dengannya di sini?Davio yang tak sengaja melihat keberadaan Luke dan Anna, merengek pada Peter untuk menghampiri mereka. Dan di sinilah Peter berada. Berada di antara Luke dan Anna yang nampak nya sudah baik-baik saja.“Paman ... “ Davio mengulurkan ke dua tangannya pada Luke dengan manja. Davio memang selalu menempeli Luke di mana pun mereka berada. Dan Peter hanya bisa melihat couple paman dan ponakan itu dengan senyuman tipis.Luke membawa Davio dalam pangkuannya. Baru kemarin mereka tidak bertemu, dan Davio sudah se lengket ini padanya. Benar-benar keponakannya yang menggemaskan.Sedangkan Anna memilih diam sambil menikmati makan malamnya. Sesekali, dia melihat Davio yang juga menatap nya sambil tersenyum kilas.“Kalian Dinner?” tanya Pe
Anna beberapa kali menarik nafasnya kuat-kuat. Luke sama sekali tidak masuk dalam kriteria suami idaman. Suaminya itu lebih pantas di sebut sebagai penyandang gelar suami sialan. Bisa-bisanya Luke berbuat baik padanya hanya untuk memanipulasinya? Menjebaknya dalam suatu keadaan di mana, Anna akan bergantung pada Luke. Kemudian saat Luke sudah mendapatkan apa yang dia mau, dan Anna sudah tidak di butuh kan lagi, maka tanpa berpikir dua kali, Luke akan menendangnya dan membuat kehidupannya benar-benar hancur. Benar-benar egois!Anna meronta dalam gendongan Luke, membuat Luke mendengus kesal.“Turunkan aku Luke!” teriak Anna dengan berani.Rahang Luke mengeras. Kenapa, Anna harus se keras kepala ini menolak perlakuan baiknya. “Kenapa kamu selalu keras kepala, Ann?! Bisa tidak kamu diam dan menjadi istri penurut, huh?” ucap Luke dengan kesal.Mendengar perkataan Luke, justru Anna tertawa getir. Luke memang ingin menghancurkanny
“Kenapa diam? Letakkan sarapan Selena di meja itu!”Suara Luke yang memerintah. Memecah kesunyian yang tercipta di sana. Anna tidak mengangkat wajahnya. Dia terlalu muak, benci, marah dan—entahlah. Begitu banyak perasaan dan emosi yang terkumpul tanpa bisa dia keluarkan.Anna menelan salivanya yang terasa menyumbat jalur pernafasannya. Air matanya yang terasa sudah tak terbendung ingin tumpah, Anna tahan dengan tak menggerakkan kelopak dan bola matanya yang ingin lari dari kenyataan. Meskipun dia membenci Luke, malah sangat membencinya. Dia tidak pernah ingin, melihat pemandangan seperti ini. Pemandangan menjijikkan yang membuat perasaannya sebagai seorang istri merasa di khianati.Anna meletakkan nampan makanan yang di bawanya di atas meja sesuai dengan perintah Luke. Dengan susah payah dia membuat makanan itu, Luke justru mempersembahkannya untuk wanita jalang yang sudah hadir di tengah-tengah hubungan rumit mereka.