Share

Bab 5 Bertemu Kembali II

Meeting berakhir, suara tepuk tangan memenuhi ruang meeting. Daniel turun dari podium dan melangkah keluar. Callista masih tidak bergeming dari tempatnya. Sedangkan para dokter lain sudah berdiri menyambut pria itu. Callista mendengus tak suka, kenapa para dokter muda bersikap terang-teramgan menyukai pria itu? Sebenarnya tanpa ditanya Callista sudah tahu alasannya. Tentu mereka menyukai pria yang memiliki kekuasaan.

“Aku rasa dunia begitu sempit hingga kita bertemu lagi, kau masih mengingatku, Dokter?” kata Pria itu dengan nada rendah, kemudian dia melirik name tag yang tetera nama Dr. Callista. “Well, aku tidak menyangka kau adalah seorang dokter?” lanjutnya dengan seringai di wajahnya.

Callista memberanikan diri mendongakan wajahnya, lalu menatap lekat pria yang berada di hadapannya itu. “Maaf, aku tidak tahu kalau kau adalah Tuan Daniel Renaldy pemegang saham di perusahaan ini.”

Daniel melangkah mendekat dan tersenyum miring. “Apa kau ingat perkataanku sebelumnya Dokter Callista?”

Callista mengangguk cepat. “Ya aku mengingatnya. Kau mengatakan aku harus membayar setalah kita bertemu. Sekarang kau bisa memberikan nomor rekeningmu, Tuan. Aku akan segera mentransfer uang yang telah kau bayarkan itu.”

“Sayangnya aku tidak membutuhkan uangmu,” jawab Daniel dengan santai.

“Tapi kau mengatakan padaku, aku harus membayarnya?” Callista mengernyitkan dahinya tidak mengerti dengan maksud dari pria yang berada di hadapannya ini.

“Right, kau benar Dokter Callista. Kau harus membayarnya tapi bukan dengan uang.” Daniel menjawab dengan senyuman tipis di wajahnya.

Callista menatap lekat Daniel. “Kau ingin aku membayarmu dengan apa?”

Kemudian Daniel mengeluarkan sesuatu dari jasnya, Callista menautkan alisnya saat Daniel memberikan kartu nama padanya. Callista mengambil kartu nama itu, dia melihat tertera nama Daniel Renaldy. Callista menarik napas dalam, dia semakin tidak mengerti dengan apa yang di maksud Daniel.

“Ini kartu namamu, lalu ini untuk apa?” tanya Callista yang masih tidak mengerti.

“Besok pagi jam sepuluh, kau datang ke perushaanku. Aku akan memberitahumu apa yang harus kau bayarkan,” tukas Daniel dingin.

“Kenapa tidak hari ini saja? Kenapa harus besok? Aku bisa membayarkannya detik ini juga.” seru Callista sedikit kesal. Namun, dia berusaha untuk tidak menunjukannya. Karena Callista tidak mungkin berani pada pria di hadapannya itu.

“Aku tidak membutuhkan uangmu Dokter Callista, kau cukup datang ke perusahaan ku besok pagi. Setelah itu aku akan memberitahumu,” balas Daniel tegas.

Daniel melirik arlojinya sebentar, lalu dia kembali menatap Callista. “Aku harus pergi dan besok pagi kau harus datang tepat waktu. Aku tidak suka jika ada yang terlambat ketika bertemu denganku.”

“Tapi-“ ucapan Callista terpotong,  Daniel sudah membalikan tubuhnya dan berjalan meninggalkan Callista. Sedangkan Callista, tidak henti mengumpat karena sikap Daniel yang semena-mena padanya. Andai Daniel bukan pemegang saham di Queen Hospital, sudah pasti Callista menendang pria yang membuat dirinya sulit itu.

“Menyebalkan sekali pria itu!” ucap Callista dengan nada kesal.

“Callista.” Olivia berlari dengan begitu tergesa-gesa menghampiri Callista.

Callista mengalihkan pandanganya, melirik Olivia sekilas. “Ada apa, Olivia? Kau ini kenapa berlari seperti itu?” serunya dengan nada yang masih kesal.

Olivia berdecak pelan. “Aku ingin mengajakmu ke café. Kita masih ada waktu dua jam sebelum memeriksa pasien. Lebih baik bersantai sejenak. Kau mau tidak?”

“Ya,” jawab Callista datar.

Olivia mendengus. Kemudian, dia langsung mengajak Callista meninggalkan tempat itu menuju café terdekat dengan rumah sakit yang sering mereka datangi.

***

Setibanya di café, Olivia langsung memesan coklat panas dan cheesecake untuknya dan Callista. Seperti biasa, mereka akan memilih tempat duduk di dekat jendela. Tidak lama kemudian, pelayan mengantarkan makanan yang telah dipesan Olivia.

“Callista, tadi kau dari mana? Kenapa kau keluar ruang meeting begitu terburu-buru?” tanya Olivia saat pelayan sudah menghidangkan makanan yang dia pesan ke atas meja.

“Aku menemui pria yang bernama Daniel Renaldy.” Callista mengambil coklat panas yang ada di atras meja, lalu menyesapnya perlahan.

“Kau tadi mengejar Daniel Renaldy? Untuk apa? Apa kau berterima kasih karena telah menyelamatkanmu tadi malam?” tanya Olivia dengan tatapan yang begitu serius dan tidak sabar.

“Sudahlah jangan membahasnya. Pria itu begitu angkuh,” jawab Callista yang memilih untuk tidak lagi membahas Daniel Renaldy. Ya, Callista sengaja tidak bercerita pada Oliviva tentang permintaan Daniel Renaldy. Bukan tidak ingin, tapi Callista tahu Olivia akan berpikir tidak-tidak. Itu kenapa Callista lebih memilih untuk diam.

“Daniel Renaldy, sosok pria yang tampan dan memiliki segalanya. Aku tidak terkejut jika dia angkuh.” Olivia mengambil menyendok cheesecake miliknya dan langsung melahapnya perlahan.

Suara dering ponsel terdengar. Callista dan Olivia mengalihkan pandangannya pada ponsel yang terus berdering itu. Callista membuang napas kasar kala ponselnya terus berdering. Tanpa berkata, dia mengambil ponsel dan menatap ke layar. Callista berdecak kesal kala melihat nomor yang muncul di layar ponselnya. Kini Callista langsung menggeser tombol merah untuk mengakhiri panggilan dan menonaktifkan ponselnya.

“Callista? Kau menonaktifkan ponselmu?” tanya Olivia sambil menatap serius Callista.

Callista mengangguk. Kemudian, dia mengambil menyendokan cheesecake ke dalam mulutnya. “Biarkan saja, itu ayahku yang menghubungiku. Dia memang sangat menyebalkan.”

Olivia menggeleng tak percaya. “Aku sungguh tidak mengerti dengan apa yang kau pikirkan, Callista. Kenapa kau tidak menjawab saja? Kau sungguh mencari masalah dengan ayahmu sendiri, Callista.”

Callista mengedikan bahunya acuh. “Bukan aku bermaksud mencari masalah. Tapi ayahku itu sangat menyebalkan. Dia selalu memaksakan kehendaknya. Jika aku menjawab telepon darinya, aku tahu dia hanya memintaku untuk segera pulang. Jadi percuma saja menjawab telepon ayahku itu. Aku tidak ingin mendengar dia hanya memarahi karena selalu membantahnya.”

Olivia terkekeh mendengar perkataan Callista. “Kau tahu? Kau sungguh beruntung memiliki ayah yang begitu mencintaimu. Ya, aku tahu ayahmu memaksakan kehendaknya. Dia menginginkan dirimu memimpin perusahaan. Tapi aku yakin, dia melakukan itu karena menganggap apa yang dia pilihkan untukmu adalah yang terbaik, Callista.”

Callista membuang napas kasar. “Terbaik menurutnya tapi tidak dengan apa yang menjadi impianku. Sejak aku kecil ayahku tahu apa yang menjadi impianku. Tapi dia tidak pernah mau mendengarnya. Ayahku hanya terus mendesak diriku menjadi apa yang dia mau. Sudahlah jangan lagi membahas tentang ayahku. Membahas tentangnya hanya membuatku kesal.”

“Ya, ya baiklah. Sekarang lebih baik kita kembali ke rumah sakit. Aku masih memiliki jadwal untuk memeriksa pasienku,” balas Olivia.

Callista menggangguk setuju. Kemudian, Callista mengularkan beberapa dollar dari dompetnya dan meletakannya ke atas meja. Kini Callista dan Olivia beranjak dari tempat duduk mereka dan berjalan meninggalkan café itu menuju rumah sakit. Beruntung, jarak café yang mereka datangi dekat dengan rumah sakit.

***

-To Be Continued

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status