Share

Satu

Bali - Indonesia,

12 Mei 2020

Aku memejamkan mata sejenak. Membiarkan hembusan angin malam membelai wajah sebelum memutuskan untuk melangkahkan kaki masuk ke dalam vila lagi.

Suara gonggongan anjing dari kejauhan sana terdengar sayup-sayup, seolah menjelma menjadi melodi indah tersendiri di indera pendengaranku.

Aku, mengarahkan jari telunjuk pada sebuah slide DNA di bagian kiri pintu vila. Dan tak lama kemudian, keluarlah sebuah jarum kecil dari sana.

Setelah secara sengaja menusukkan jari telunjukku hingga mengeluarkan hanya setitik darah kecil tak berarti, terdengarlah suara yang sangat familiar dari alat pemindai tersebut.

"DNA diterimaSelamat datang kembali, Nona Vaea!"

Sekedar informasi, seluruh yang kumiliki --aku memiliki banyak vila yang tersebar di berbagai belahan dunia-- mempunyai sistem penguncian pintu seperti ini. Jika vila lain biasa menggunakan kode, password atau pemindai sidik jari, muka dan wajah untuk bisa masuk sebagai keamanan mereka, aku berbeda. Karena aku perlu menggunakan DNA.

Dan jika kalian bertanya kenapa harus darah? Jawabannya simpel.

Karena jika menggunakan rambut, akan mudah bagi orang lain mendapatkannya.

Bagaimana dengan keringat?

Well, haruskah aku lari-lari di tempat dulu, melakukan split, salto, ongkek kanan kiri atau senam seperti orang bodoh dan tolol di depan pintu agar bisa menghasilkan sedikit keringat setiap kali akan membuka pintu?

JELAS TIDAK!

Bagaimana dengan air ludah/liur?

Haruskah aku menjawabnya karena sudah jelas jika hal itu sangat menjijikkan bagiku, bahkan bagi kalian yang membaca cerita ini? Dan aku sangatlah berbaik hati agar tidak merusak mata kalian dengan membaca adegan-adegan tidak bermutu seperti itu dalam kisahku.

'KLIK'

Pintu terbuka secara otomatis, dan aku pun segera melangkahkan kaki masuk ke dalam vila.

Tepat setelah aku masuk, pintu otomatis langsung menutup kembali dan terkunci, disusul dengan lampu-lampu ruang yang langsung menyala sendiri karena kehadiranku.

Aku menuju dapur, mengambil dua kaleng minuman isotonik dari dalam lemari pendingin, lalu segera naik ke lantai dua dengan langkah santai.

Hingga sampailah aku di depan sebuah pintu berwarna putih yang ada di paling ujung lantai dua. Aku menghentikan langkah, menatap pintu itu sejenak sebelum membukanya pelan.

Ceklek!

Gelap dan sunyi. Itulah yang kulihat pertama kali.

"Aku kembali lagi, Sayang ...," suaraku lembut. Aku tidak ingin menakuti kesayanganku di dalam sana.

Setelah masuk dan menutup pintu, lampu ruangan itu pun menyala. Dan samar-samar, terdengar suara isak tangis tertahan dari pojok ruangan.

Menatap ke arah asal suara, aku berjalan mendekatinya.

"Hei, jangan menangis," kataku sembari mengusap air mata orang itu. Namun, ia sama sekali tidak menghiraukan ucapanku. Gadis yang berusia satu tahun di bawahku itu justru berusaha menjauhkan tubuh yang sedikit bergetar dariku.

Sebenarnya apa yang salah dengannya?

Aku menghela napas berusaha sabar. Lalu memberikan sebuah senyuman paling manis dan lebar yang kupunya. Dengan ini kuharap ia tidak menangis lagi dan mau menatapku alih-alih menyembunyikan wajah di kedua lutut atau telapak tangannya.

"Jangan menangis, aku tidak suka orang yang cengeng," tukasku lagi.

"Minumlah ini!" Aku menyodorkan satu kaleng minuman isotonik yang tadi ku bawa dari bawah.

Namun, tampaknya semua yang sudah kulakukan tidak cukup. Gadis itu malah menggeleng lemah dan suara isak tangisnya semakin terdengar keras, yang mana hal itu malah membuatku merasa muak.

"DIAM!!" bentakku pada akhirnya. Hilang sudah kesabaranku.

Tapi sial, lagi-lagi gadis itu tidak mau mendengarkan. Bukannya diam, ia kini malah menangis meraung sembari menggumamkan kata-kata yang tidak jelas. Sesekali ia menggelengkan kepala tanpa sekalipun berani menatap padaku.

Aku mendengus kasar, membuang kaleng minuman yang kubawa ke sembarang arah. Selanjutnya, aku mencengkeram dagu gadis itu hingga aku bisa memperhatikan wajahnya dengan jelas saat ini.

Mata kiri gadis itu telah hancur dan tampak darah mengering di sisi kiri wajahnya. Sedangkan mata kanannya bengkak sembab memerah karena lama menangis.

Mulut gadis itu tak kalah mengerikan. Bibirnya robek beberapa milimeter ke samping karena sebuah sayatan yang dalam.

Hm ... jika kalian sudah mendapatkan gambaran tentang bagaimana wajah gadis itu, aku ingin bertanya pada kalian.

Bukankah hasil karyaku terlihat sangat indah?

Kalian benar, akulah yang membuat dia tampak secantik ini.

Dia ... boneka manusiaku.

Dia mainanku.

"Ingin bermain lagi?" tanyaku lembut tetapi ia menjawab dengan gelengan lemah. Suara isak tangisnya kini ia tahan sekuat tenaga sehingga terdengar seperti kaingan anjing malang yang sedang tercekik.

Karena kesal ia tidak memberikan jawaban yang aku mau, aku pun menjambak rambut gadis itu dan menyeretnya ke tengah ruangan lalu membanting tubuhnya hingga jatuh tersungkur.

Dengan tak sabar, aku membalik badannya hingga telentang. Terdengar gadis itu menggumamkan kata 'ampun' padaku sembari menangis keras lagi.

Sial! Mendengar tangisannya itu benar-benar membuatku semakin muak. Namun di sisi lain, aku juga sangat menyukai bagian ia yang terus menggumamkan kata ampun. Suara itu terdengar begitu ... indah di telingaku.

"Teruslah meminta ampun, Sayang. Aku sangat menyukainya," senyumku.

Ku amati wajahnya sekali lagi. Tersirat ketakutan, rasa sakit, keputus asaan dan permohonan dari sana tetapi aku tidak peduli. Aku hanya butuh bermain dengannya.

Aku menyeringai, lalu mencekik lehernya dengan keras dan menancapkan kuku-kuku panjangku yang berkutek semerah darah di sana. Tak kuhiraukan ia yang mulai kehabisan napas dan berusaha melepaskan tanganku darinya maupun darah yang kini mulai memancar keluar akibat tajamnya kuku jari tanganku. Sementara itu, tangan kiriku yang bebas mengambil pisau yang berada di sarung paha.

"Ucapkan selamat tinggal pada dunia, Sayang." Bersamaan dengan itu, aku menusukkan pisau tersebut ke mata sebelah kanannya. Darah pun langsung muncrat dari sana, mengenai sedikit baju yang kupakai.

Aku tertawa senang melihatnya. Membuatku ingin terus mengulanginya.

Maka, kembali aku menghujamkan pisauku, menusuk-nusuk wajah gadis itu hingga hancur dan tak berbentuk lagi.

Tubuh gadis itu pun kaku.

Ia mati.

Puas melakukan, aku memusatkan perhatian pada pisauku yang penuh darah. Aku menjilatnya sedikit dan merasakan rasa darah segar di mulutku. "Seperti biasa, terasa sangat ... manis," ucapku menyeringai.

BIP ... BIP ... BIP ....

Suara panggilan masuk yang keluar dari smart wach di tanganku berhasil mengalihkan perhatianku.

"Sial, dia mengganggu kesenanganku saja," dengusku kesal setelah membaca sebuah nama yang tertera di sana.

Sedetik setelah aku menekan sebuah tombol hijau smartwach, sebuah layar LED transparan muncul di hadapanku.

"Vaku punya tugas untukmuAku akan kirim profile orang yang harus kau atasipaham?" ucapnya datar.

Aku mengangkat alis. Bukan hal yang baru lagi bagiku ketika gadis berambut pirang itu tiba-tiba menghubungiku dan langsung menyuruh melakukan sesuatu.

Cih, ia suka sekali memerintah, batinku.

"Oke, apa yang harus aku lakukan? EasyMedium atau Hard?" tanyaku sedikit malas, enggan berbasa-basi terlebih dahulu. Ayolah, aku masih sedikit kesal karena ia tiba-tiba mengganggu kesenanganku tadi.

Adapun 3 kata yang kusebutkan tadi merupakan kode khusus untuk kami berdua.

Easy ; luka ringan, Medium ; luka berat, dan Hard ; mati.

"Terserah kau," jawabnya singkat yang membuatku otomatis menyeringai senang. Jika ia berkata demikian, berarti aku bebas melakukan apa yang aku mau. Seperti yang kulakukan pada gadis yang baru saja mati itu, misalnya.

"Lalu, siapa targetku kali ini?" tanyaku antusias.

Dari seberang layar, Gabriel menyeringai menantapku. "Ketua Organisasi Hacker dunia bawah."

To Be Continued ...

*****


Note :

Smartwach : jam tangan yang berfungsi sebagai handphoneSmartwach ini juga dilengkapi fitur video

call yang langsung bisa mengeluarkan sebuah layar LED transparan.

Anggap saja sudah hidup di jaman paling canggih teknologi.

See you next chapter!!!

 
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Hana
nice appetizer? jantung mau copot plus perut berasa mual? tapi aku sukaaa... apa jangan-jangan aku psycho juga ???
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status