Share

Empat

Sebelumnya, terimakasih kepada teman saya winter_yuki yang telah memberikan ide tentang part ini. Jadi, sebelum membully Author, bully dia dulu yah.. Wkakakakak..

Happy Reading!

🍁🍁🍁


Sydney - Australia.

Aku menatap seonggok daging tak bernyawa di hadapanku dan mendengus keras. Dia membosankan. Cepat sekali matinya. Kukira ini akan jadi lebih asik ketika tadi dia berani mencoba melawanku. Aishh, seharusnya tadi aku mempermainkannya dulu sebelum mengakhirinya.

Goblok!

Aku sudah berniat meninggalkan ruangan yang mulai membosankan ini ketika aku mendengar suara isakan tertahan di sudut ruangan. Oh, hampir saja aku melupakan sesuatu. Gadis kecil itu!

Aku menoleh dan kudapati seorang gadis kecil bernama Helen sedang meringkuk ketakutan di sudut ruangan. Aku tersenyum padanya, tetapi entah kenapa ia justru berjengit dan semakin meringkuk ketakutan.

Sialan! Ia pikir aku monster?

Aku kan cantik, decakku dalam hati.

"Hei, adik cantik. Mau bermain?" tanyaku dengan senyum yang sengaja kulebarkan. Aku tidak ingin dia ketakutan. Well, mungkin ia takut karena melihat Ibunya mati. Jadi, aku akan menjadi seorang Kakak yang baik.

Hmmmm, mari kita pikirkan apa yang bisa membuatnya tidak takut lagi padaku.

Aha! Tentu saja!

Setelah yakin dengan ide yang baru saja muncul, akupun dengan senang hati mencari penggalan kepala dari istri Xander yang aku masih tidak tau namanya siapa. Aku senang kepala itu tidak menggelinding terlalu jauh.

Aku meraih kepala itu, memperhatikannya sesaat dan menepuk kedua pipinya.

Yap, ini dia!

Aku berbalik, hendak mendekati Helen dan memberinya benda ini. AKu sekali lagi tersenyum pada gadis kecil itu, tetapi dia justru berteriak histeris dan menangis makin keras.

Kampret! Apalagi yang salah? Tidakkah ia tau niat baikku?

Berusaha mengabaikan teriakan yang mampu membuat telingaku tuli, aku berjalan mendekati gadis kecil itu. 

"Hey, gadis kecil, berhentilah menangis karena Kakak punya hadiah untukmu..." aku mengulurkan tangan, memberikan kepala ibunya padanya. "...ini."

"Arrrrrghhh! Aaaaarrrrrghhhh!!!! Mommy!! Mommy....!!!"

Aku menutup telinga karena jeritannya menjadi tidak terkendali. Sepertinya jika aku masih bertahan di sini untuk sepuluh menit, telingaku benar-benar akan tuli.

"Iya, ini Mommy-mu! Ambillah, dan jangan menangi lagi!" aku berteriak demi mengalahkan jeritannya.

Dia menggeleng keras, semakin histeris. "You kill my Mommy! Kau membunuh Mommy-ku!," teriaknya.

Aku memijat pelipisku, berpikir bahwa mungkin gadis ini sudah gila. Dia jelas-jelas ingin Ibunya, tetapi saat aku memberikan kepalanya, ia malah teriak.

"Hey, aku tidak membunuh ibumu. Aku hanya bermain dengan ... sebuah boneka. Kau tidak lihat? Dia hanya boneka, sayang," hiburku. Semoga ia tertipu. Bukankah begitu seorang anak kecil? Mudah tertipu karena masih polos?

Tapi, sial! Ia pintar. Ia tidak tertipu dengan perkataanku.

Apakah ia CIA yang sedang menyamar?

Aku menyipitkan mata, berusaha mengamati gadis itu baik-baik untuk mencari tahu siapakah ia? Namun karena ia terus berteriak dan histeris, aku tidak tahan lagi.

"Heh, bocah!" Aku membanting kepala itu di depannya. Ia menjerit, lagi, semakin keras. "Diam!"

Aku menjambak rambut indah panjangnya, lalu membenturkan kepalanya ke tembok. Berhasil! Ia diam, pemirsa!

Saat aku mencengkeram kerah leher bagian belakangnya, saat itulah aku melihat darah mengalir di pelipisnya.

"Aish, kau jadi berdarah, kan?" desisku tak suka. "Anak naka, harus dihukum, kan?"

Aku menyeret badannya yang meronta-ronta lemah ingin dilepaskan dan kuhempaskan langsung ke atas mayat ibunya yang sudah tewas dan terpotong itu.

Ia menjerit lagi, berusaha beringsut menjauh. Namun sebelum itu, aku sudah ada di sana, membatasi gerakannya.

"DIAM!" sentakku keras dan berhasil membuat gadis kecil itu menunduk diam seketika. Terlihat dia berusaha menahan isakan yang ingin keluar dari bibir mungilnya.

Aku menyeringai.

"Good girl! Nah, sekarang, sebagai hukuman, bantu aku membelah perut benda ini. Kau tau? Bagian dalam perut ... meskipun aku belum pernah mencobanya, tapi aku yakin itu enak sekali." ucapku sambil menyerahkan sebuah pisau lipat pada gadis kecil itu. "Nanti kita bisa memasaknya dan memakannya bersama."

"Tidak!" Gadis itu menggeleng keras menolak.

"Baiklah," desahku sabar. " ... jika kau tidak mau kau bisa mencongkel matanya saja. Kau tau, aku pernah melihat souvenir gantungan kunci berbentuk mata dari sebuah rumah hantu dan itu sangat menggelikan. Seharusnya mereka memberikan mata asli sebagai souvenir! Itu baru namanya keren!"

Aku menatapnya antusias. "Bagaimana? Kau setuju kan denganku?"

Gadis itu tetap menggeleng dan aku mencoba menekan emosiku yang mulai naik ke ubun-ubun karena dia tidak mau menuruti perkataanku. Hei, aku hanya mengajaknya bermain agar dia bahagia! Apa itu salah?

"Helen ... itukan namamu?" tanyaku berusaha kembali lembut padanya padahal emosiku sungguh sudah ingin meledak. Dia hanya diam tak menjawab.

Aku menghembuskan nafasku kasar. Habis sudah kesabaranku.

"JAWAB, BODOH!" sentakku sambil menjambak rambutnya. "APA KAU BISU, HAH?!"

Dia semakin menangis keras.

Ah! Sialan! Persetan dengannya!

Kuambil pistol yang ada di saku betis kananku dan langsung kuarahkan pada mulutnya.

"JAWAB!" ancamku kesal.

"H-ha ...."

"Hah? Apa?"

"Ha, wawau Hewen." gadis itu menjawab dengan vokal tidak jelas karena ujung pistolku yang telah berada di dalam mulutnya.

"Ah ... Jadi benarkan namamu Helen?" tanyaku lagi yang akhirnya hanya dibalas dengan anggukan kepala gadis kecil yang bernama Helen itu. Aku lantas menjauhkan pistolku dari mulutnya dan mengarahkannya pada bola mata kirinya.

"Okay Helen ... karena kau tidak mau bermain denganku dan membuatku sangat-sangat kesal, maka biarkan aku menghukummu."

DOR!

Mata kiri Helen pecah dan langsung memuncratkan darah pada sebagian wajahku.

Teriakan pilu Helen terdengar di telingaku, dan aku hanya terkekeh pelan. Tidak menunggu waktu lama, aku pun langsung mengarahkan pistol ku ke dalam mulutnya.

DOR

Mulutnya berlubang seketika dan aku hanya menyeringai ketika tubuh Helen ambruk.

"Okay, tugasku selesai! Kerja bagus, Vaea!"

Lantas, aku merebahkan diri pada sisi tubuh gadis kecil itu. Sayang sekali, padahal aku tadi ingin sekali bermain dengannya. Bahkan mungkin aku akan mengangkatnya sebagai adikku. Dia cukup imut.

Mengambil sebuah pisau lipat, aku menancapkannya ke dahi gadis kecil yang sudah tidak bernyawa itu. "Ck, membosankan."

Aku lantas bangkit setelah mengusap wajahku yang sebagian telah terkena cipratan darah. lalu merogoh kantong saku celana hanya untuk menemukan sebuah permen karet.

Hmmmm, yummy... kesukaanku!

To be Continue ....

* * * * *

I just want to say hello everybody!!
Miss me?
Please, stay in this story wkwkwkwk


Yakin deh, author nggak tau nulis apa di part ini. Plis jangan santet dirikuh hehe... Kabuuurrr...


Thank's for reading guys!

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Miyuk Kaslan
merinding bacanya,tapi penasaran
goodnovel comment avatar
Hana
apa kamu masih berselera maka n thor nulis ini semua ? ? karya mu sedikit bikin aku jijik,,, secara aku hemophobia. tapi kok jadi aku candu baca nya?? kamu luaar biasaaa thor
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status