Agha mengejar Joya keluar dari ruang rapat, tangannya meraih dan menggenggam pergelangan Joya ke atas, “berikan ponselmu itu!” perintah Agha sambil melirik ke arah ponsel Joya yang bersembunyi di balik saku seragamnya.
“Cobalah ambil sendiri, dan sekaligus … Cobalah lihat ke sekitar, kau akan menggali kuburanmu sendiri jika melakukannya,” jawab Joya sembari tersenyum membalas tatapan Agha.
Agha melirik ke atas, dia kembali mengarahkan pandangannya kepada Joya setelah matanya menangkap beberapa buah CCTV yang ada di sekitar. “Berapa harganya? Berapa yang harus aku bayar?” tanyanya setengah berbisik.
“Lima ratus ribu,” jawab Joya dengan tetap berusaha melepaskan cengkeraman tangan Agha di tangannya.
Agha melepaskan cengkeramannya di pergelangan tangan Joya, “aku tidak memiliki uang tunai sekarang,” ungkapnya sambil melepaskan jam tangan yang ia kenakan, “bawa ini sebagai jaminan,” sambungnya kembali seraya mengarahkan jam tangan hitam yang ia pegang kepada Joya.
Joya melirik ke arah jam tangan tersebut, “apa kau bercanda? Aku menginginkan uang tunai, bukan jam yang harganya tidak aku ketahui berapa,” tukas Joya ketika dia mengangkat kembali pandangannya.
“Jam itu, memiliki harga yang berkali-kali lipat dari harga makananmu,” sambung Agha kepadanya.
Joya mengerutkan keningnya, “aku hanya mengetahui nilai mata uang tunai,” ucap Joya sedikit menekan kata-katanya, “aku tidak mengerti nilai sebuah jam,” lanjutnya sambil menggelengkan kepalanya.
Agha menghela napas sembari mendongakkan kepalanya ke atas, “ambil ini, dan bawa semua kotak makanan itu keluar,” ucapnya dengan mengarahkan ponsel miliknya ke arah Joya.
Joya meraih ponsel tersebut, “tunggu aku di bawah, selesai rapat … Aku akan memberikan semua uangnya kepadamu,” ungkap Agha berjalan berlalu meninggalkan Joya.
Joya beralih menatap punggung laki-laki itu sebelum dia kembali berjalan memasuki ruang rapat. Joya meletakkan ponsel milik Agha di dalam saku seragamnya sebelum dia mengangkat satu per satu kantung itu keluar mendekati tangga darurat. Joya terduduk di salah satu anak tangga, dia meraih salah satu kotak nasi tersebut lalu memakannya.
‘Dia memintaku untuk membawa semua ini, bukan? Dengan kata lain, semua ini milikku, bukan?’ gumam Joya di dalam hati sambil tetap mengunyah makanan yang ada di mulutnya.
Dia beranjak berdiri setelah perutnya kenyang terisi, Joya bergerak bolak-balik naik-turun tangga membawa kantung berisi kotak nasi itu keluar gedung. Dia tak mengindahkan keringat yang telah menghujani tubuhnya, yang hanya Joya pikirkan … Bagaimana dia bisa memanfaatkan ini semua?
Di lain tempat, Agha meminta cleaning service untuk membersihkan ruangan rapat sebelum rapat perusahaan dimulai. Dia juga telah memesan cemilan dari restoran yang ia maksudkan, Agha berjalan mendekati sofa yang ada di sekitar lalu mendudukinya. Agha mendongakkan kepalanya diikuti helaan napas yang berkali-kali keluar.
‘Perbuatan siapa ini?’ pikirnya dalam hati sambil membayangkan wajah orang-orang terdekatnya. ‘Papa, pasti tidak akan mempercayaiku lagi jika aku membuat suatu kesalahan,’ sambungnya dengan kembali menghela napas panjang.
Agha dengan sigap beranjak dari sofa yang ia duduki saat bayangan Papanya berserta jejeran orang di belakangnya memasuki gedung. Agha membungkukkan tubuhnya di samping pegawai yang lainnya ketika barisan orang berjas itu berjalan melewati mereka. Kepala Agha terangkat ke atas ketika dia merasakan sesuatu menyentuh kepalanya tersebut.
“Kau sudah berkerja semaksimal mungkin. Kerja bagus, Adikku,” tukas laki-laki bernama Tomi yang berdiri di hadapannya itu.
Agha melirik tajam ke arah Tomi yang berjalan melaluinya, “aku, akan membalas semua perbuatanmu,” lirih Agha sambil berbalik melangkahkan kakinya mendekati sofa.
Agha kembali bersandar, dia baru tersadar saat ponsel miliknya tidak lagi berada di saku celananya. Dengan sigap, dia berlari keluar gedung, berusaha mencari sosok Joya yang entah ada di mana. Agha menghentikan langkah kakinya, tubuhnya terpaku saat dia menatap lima orang yang berbaris di hadapan Joya.
“Apa yang kau lakukan?” tanya Agha saat dia telah berdiri di dekat Joya.
Joya meraih uang pemberian perempuan paruh baya yang ada di depannya, “aku, sedang menjual nasi-nasi ini. Dibanding mereka terbuang percuma karena korban PHP,” ucapnya sambil memberikan kantung berisi kotak nasi pada lima orang perempuan yang ada di hadapannya.
Joya berbalik menatap Agha ketika lima orang tersebut melenggang pergi. “apa kau, telah membawa uangnya?”
“Berikan saja nomor rekeningmu, aku akan mentransfernya,” jawab Agha kepadanya.
“Uangku sedikit, jika aku menyimpannya di Bank, bukannya mendapat bunga, yang ada akan selalu dipotong oleh biaya-”
“Jadi?” tukas Agha memotong perkataannya.
“Aku tidak memiliki rekening,” ungkap Joya singkat sambil tertunduk memasukkan uang yang didapatkannya berjualan ke dalam saku.
“Tunggulah di sini, aku akan mengambil mobil,” ucap Agha berbalik meninggalkan Joya.
Joya kembali duduk di bangku batu yang ada sedikit jauh dari parkiran, dia tertunduk sambil meraih ponselnya lalu membuka sosmed yang ia gunakan untuk berjualan, Joya menghapus postingan nasi yang ia upload sebelum wajahnya kembali mendongak ke atas.
Joya beranjak berdiri ketika mobil bercat hitam berhenti di dekatnya, “masuklah!” perintah Agha ketika kaca jendela mobil itu terbuka.
“Apa yang kau lakukan? Aku bukan supirmu, duduk di depan,” ucapnya lagi saat Joya telah membuka pintu belakang mobil miliknya.
Joya mendecakkan lidah sebelum dia menutup kembali pintu mobil tersebut. Dia bergerak membuka pintu depan lalu masuk dan duduk di dalamnya, “pakai sabuk pengaman!" ucap Agha dengan melirik ke arah kaca spion yang ada di sampingnya.
Joya masih terdiam, ‘aku selalu menghindar duduk di depan karena tidak mengerti caranya memakai sabuk pengaman. Bagaimana ini? Laki-laki ini akan mengolokku jika dia menyadarinya,’ lirih Joya di dalam hati sambil melirik ke arah Agha.
“Apa kau tidak mendengar apa yang aku katakan? Pasang sabuk pengaman, sekarang juga!” Agha kembali menatap Joya yang telah bersandar di pintu mobil menatapnya.
“Memakai sabuk pengaman hanya mengganggu pergerakanku. Aku tidak ingin memakainya,” jawab Joya dengan melambaikan tangan kanan di hadapannya.
Agha melepaskan sabuk pengaman yang ada di tubuhnya, dia bergerak mendekati Joya diikuti sebelah tangannya menyentuh kaca jendela yang ada di samping Joya, “kau, ingin memakainya? Atau lupakan tentang uang itu?” ancam Agha saat wajah mereka saling berhadapan satu dengan lainnya.
“Jika kau benar-benar ingin memaksa,” ungkap Joya terhenti, dia melirik ke samping berusaha menghindari tatapan Agha, “kenapa tidak memasangnya sendiri,” sambungnya kembali sambil menggerakkan tubuhnya bersandar pada Jok mobil.
Agha menggenggam kuat tangannya, dia menghela napas sebelum meraih sabuk pengaman yang ada di dekat Joya lalu memasangkannya. ‘Oh, jadi seperti itu memasang sabuk pengaman,” Joya berbisik di dalam hati ketika matanya memperhatikan Agha yang membantunya memasang sabuk pengaman.
Agha kembali duduk di tempatnya, dia menoleh ke kanan, meraih dan memasang sabuk pengaman tersebut di tubuhnya, “jangan mengeluarkan suara apa pun, aku benci keributan saat mengemudi,” ucapnya ketika mobil yang ia kendarai itu mulai berjalan.
Joya bersandar di jok mobil, matanya melirik ke arah lampu lalu lintas yang masih berwarna merah. Joya sedikit beranjak saat suara ponsel milik Agha yang ada di sakunya berbunyi, “Lalita,” ucap Joya sembari mengangkat layar ponsel yang berdering itu ke samping Agha.“Matikan saja panggilannya,” balas Agha dengan tetap mengarahkan pandangannya ke depan.Joya melakukan apa yang Agha perintahkan. Ponsel itu kembali berdering saat Joya baru saja hendak menyimpannya kembali ke dalam saku, “dia lagi,” sambung Joya sambil menatap nama Lalita di layar ponsel.“Apa kau membutuhkan uang?”Joya membesarkan pandangannya ke arah Agha, “ap
Joya dan Agha berjalan berdampingan menuruni tangga jembatan, sesekali Agha mengangkat telapak tangannya mengusap keningnya yang banjir akan keringat. “Oi,” tukas Agha ketika Joya telah berjalan melewatinya, “bagaimana, kau akan menjelaskan tentang ponselku yang kau lempar itu?” Agha kembali bersuara sambil melirik ke arah sisa-sisa serpihan ponselnya yang telah hancur lebur di tengah jalan.Joya yang menghentikan langkah kaki karena ucapan Agha, dia hanya dapat menggigit kuat bibirnya lalu berbalik menatap Agha sebelum berjalan mendekatinya, “aku tidak memiliki uang,” ungkapnya sambil meraih ponsel miliknya yang ada di saku, “aku tahu, jika ponselku ini … Tidak akan pernah sebanding dengan ponsel milikmu. Tapi, kau bisa memilikinya jika memang aku harus menggantinya. Dan juga-”Joya menghentikan ucapann
“Berhenti di sana,” tukas Joya sembari menunjuk ke sebuah rumah kosan besar yang ada di sebelah kanan mereka.Agha melirik ke arah yang Joya tuju, dia menghentikan mobilnya di depan pagar rumah tersebut. “Terima kasih,” ucap Joya kembali ketika dia telah membuka pintu mobil.“Aku pikir, kau manusia yang tidak tahu berterima kasih,” sindir Agha, dia menoleh ke arah Joya sambil menyandarkan tubuhnya ke jok.Joya menoleh ke belakang, “apa kau pikir, aku manusia yang tidak tahu berterima kasih, Sultan? Jaga bicaramu, atau setelah kita menikah … Entah racun apa, yang akan aku berikan di makananmu,” ungkapnya seraya kembali menutup pintu mobil.
Sudah beberapa hari sejak Agha dan Joya bertemu. Tidak ada kelanjutan yang jelas tentang perjanjian mereka, bahkan mereka berdua pun melakukan aktivitas seperti tidak terjadi apa pun. “Apa ada yang ingin kalian tanyakan, anak-anak?” tanya Akbar, guru matematika sekaligus wali kelas Joya.Akbar melempar pandangan ke arah murid-muridnya yang terdiam, “baiklah, kerjakan hal. 45 untuk tugas di rumah,” seru Akbar, dia merapikan buku-buku miliknya yang ada di atas meja sebelum melenggang keluar.Joya beranjak setelah merapikan buku-bukunya ke dalam tas, “oi Joya!” Joya mengangkat pandangannya ke arah kumpulan anak perempuan yang berjalan mendekat.“Ada apa?” tanya Joya sembari mengenakan tas miliknya itu ke punggun
Joya berkali-kali mencuri pandang ke arah Agha yang masih memfokuskan matanya ke depan, “ada apa? Apa kau memerlukan sesuatu?” tanya Agha tanpa sedikit pun membuang pandangannya.“Aku selalu memikirkannya dari kemarin, berapa usiamu?” Joya balik bertanya kepadanya.“Dua puluh lima,” jawab Agha singkat, “apa itu mengganggumu?” Dia balas bertanya dengan melirik ke arah Joya yang duduk di sampingnya.Joya menggeleng pelan, “tidak. Aku hanya bertanya, karena akan terdengar aneh jika aku tidak mengetahui apa pun mengenai seseorang yang akan menjadi pasanganku,” tukas Joya yang kembali melempar pandangannya ke depan.“Apa masih jau
Agha melirik ke arah Joya, “kau tinggal hitung saja semuanya,” ucapnya ketika menghentikan langkah kaki di samping sebuah pintu.Joya yang ikut menghentikan langkahnya, masih terdiam menatap Agha yang tengah memencet bel yang ada di samping pintu. Joya menarik napas dengan mencengkeram lengan pakaian Agha saat pintu yang ada di hadapan mereka itu terbuka.Seorang laki-laki berdiri di depan pintu, “Agha?” ucapnya dengan melirik ke arah Joya yang masih terdiam, seakan tak melihat lirikan yang dilakukan laki-laki tersebut.“Apa kau akan membiarkan kami berdiri di sini?!”Joya melirik ke arah Agha yang menatap tajam ke arah laki-laki di hadapan mereka. “Masuklah,” ucap laki-laki tersebut saat dia berjalan mundur, menyingkirkan dirinya dari pintu.Lirikan Joya berpaling ke depan, tatkala Agha sadar kalau Joya sedari tadi tak berpaling darinya. Agha berjalan masuk tanpa mengucapkan sepatah kata pun, disus
Joya melirik ke arah Agha yang meraih ponselnya, lama dia menatap Agha yang masih terfokus dengan ponsel di tangannya itu. “Ada apa?” tanya Joya, keningnya mengernyit saat Agha masih tidak menjawab pertanyaannya.Agha menoleh ke arah Joya, yang di mana semakin membuat Joya mengerutkan keningnya, “ada apa?” tanya Joya sekali lagi kepadanya.Agha menghela napas dengan menundukkan pandangannya, “ganti pakaianmu! Ikut aku pulang ke rumah!” perintahnya sambil beranjak berdiri dengan meraih jas yang sebelumnya ia lempar ke ranjang.“Ke- Ke mana?” tukas Joya gelagapan, mencoba untuk memastikan apa yang ia dengar.“Ikut aku pulang ke rumah! Aku tidak tahu apa yang terjadi, tapi Papaku meminta untuk pulang sekarang,” ucap Agha, dia kembali mengenakan jas miliknya seakan tak mengindahkan Joya.“Joya.”
Mobil yang Agha kendarai, berjalan masuk melewati sebuah pagar tinggi, setelah sebelumnya dia membunyikan klakson mobilnya itu beberapa kali hingga pagar tersebut terbuka. Joya sedikit memajukan tubuhnya, dengan lirikan matanya yang bergerak ke arah Taman yang ada di kanan dan kiri jalan yang dilalui mobil milik Agha.Jantungnya semakin berdegup kencang, saat mobil milik Agha itu berhenti. “Turunlah!” tukas Agha, Joya melirik ke arahnya yang tengah melepaskan sabuk pengaman di tubuhnya.Joya menarik napas sedalam mungkin, beberapa kali telapak tangannya bergerak mengusap dadanya sendiri, tatkala Agha sudah keluar dari mobil lalu membuka pintu belakang, meraih tas milik Joya yang tergeletak di jok belakang. “Apa kau tidak ingin turun?” ucap Agha, dia melirik ke arah Joya yang masih duduk dengan wajah tertunduk, sebelum ia menutup kembali pintu mobil.Embusan napas Joya, kuat keluar dari bibirnya, ketika ia sendiri menampar kedua pipi