Share

Menikahlah Denganku

Joya bersandar di jok mobil, matanya melirik ke arah lampu lalu lintas yang masih berwarna merah. Joya sedikit beranjak saat suara ponsel milik Agha yang ada di sakunya berbunyi, “Lalita,” ucap Joya sembari mengangkat layar ponsel yang berdering itu ke samping Agha.

“Matikan saja panggilannya,” balas Agha dengan tetap mengarahkan pandangannya ke depan.

Joya melakukan apa yang Agha perintahkan. Ponsel itu kembali berdering saat Joya baru saja hendak menyimpannya kembali ke dalam saku, “dia lagi,” sambung Joya sambil menatap nama Lalita di layar ponsel.

“Apa kau membutuhkan uang?”

Joya membesarkan pandangannya ke arah Agha, “apa maksudmu? Walaupun aku gila uang, tapi aku … Tidak akan menjual tubuhku sendiri,” cibir Joya diikuti pandangan matanya yang melirik tajam ke arah Agha.

“Aku bahkan tidak tertarik pada tubuhmu,” balas Agha sambil membalas lirikan Joya.

“Seseorang yang membutuhkan waktu lama hanya untuk membayar 500 ribu, berkata seperti itu … Apa, kaca yang ada di dekatnya itu kurang luas?”

“Aku akan membayar dua kali lipat, jika kau bisa membuat perempuan itu berhenti menelepon tanpa memblokirnya,” tukas Agha  diikuti mobil yang dia kendarai mulai kembali bergerak.

“Apa kau yakin?” Agha menganggukkan kepalanya menjawab perkataan Joya tanpa menoleh.

“Baiklah,” sambung Joya dengan menarik napas panjang menatapi layar ponsel, “halo?” ungkap Joya mengeluarkan suara lembut yang terdengar.

“Siapa kau?”

“Harusnya aku yang bertanya, siapa kau?” Joya balik bertanya kepadanya.

“Di mana Agha?”

“Agha,” Joya melirik ke arah Agha yang telah terlebih dahulu melirik padanya, “Sayang, My Boo, Calon Suamiku,” Mobil yang dikendarai Agha berhenti tiba-tiba saat Joya mengatakannya.

Joya mengangkat tangan kanannya ke depan saat Agha telah menatap penuh kesal padanya, “dianya sedang fokus menyetir. Apa ada yang ingin kau sampaikan?” tanya Joya, dia kembali menarik tangannya yang terangkat sebelumnya.

“Berikan ponselnya pada Agha!” bentakan perempuan bernama Lalita di telepon membuat Joya sedikit memejamkan kedua matanya.

Joya mengambil ponsel miliknya, jari jemarinya mengetik satu per satu huruf di aplikasi catatan, ‘siapa dia?’ tanya Joya di ketikan itu, diangkatnya layar ponselnya tadi ke arah Agha.

Agha meraih ponsel yang ada di tangan Joya, “tu-tunangan?” bisik Joya saat matanya membaca ketikan yang ada di sana.

Joya dengan sigap memutuskan panggilan, “apa kau gila?” tanya Joya sembari meraih ponsel miliknya yang masih berada di genggaman Agha. “Seharusnya, kau mengatakan jika dia tunanganmu. Apa kau ingin menjadikanku seorang pelakor?” ungkap Joya kembali padanya.

Pandangan Joya teralihkan ketika ponsel milik Agha kembali berdering, “Mama,” ungkap Joya, dia memberikan ponsel yang ada di tangannya itu kepada Agha saat dia telah membaca nama yang tertulis di sana.

Agha meraih ponsel tersebut, wajahnya tampak serius ketika ponsel itu semakin bergerak mendekatinya. Joya terperanjat saat Agha tiba-tiba melempar ponsel yang ada di tangannya tadi ke desk mobil. Agha menggenggam kuat setir mobil yang ada di hadapannya itu, berulang kali sebelah tangannya bergerak memukul-mukul bagian atas setir.

Joya menunduk, berusaha meraih ponsel yang sebelumnya terjatuh oleh lemparan Agha. “Apa ini, karena kesalahan bodoh yang aku lakukan?” Agha melirik ke arah Joya yang tiba-tiba berkata seperti itu.

“Aku akan membantumu untuk menjelaskannya, jika kau ingin,” sambung Joya lagi padanya.

“Tidak perlu, tidak akan ada yang percaya,” ucap Agha, dia kembali duduk tegap sembari menyalakan mobilnya.

“Lurus, lalu belok ke kiri,” ungkap Joya diikuti jari telunjuknya yang bergerak mengikuti arah yang ia tunjukkan, “ikuti saja,” sambungnya ketika Agha mengernyitkan kening menatapnya.

Mobil tersebut, berjalan perlahan menyusuri jalan, “berhenti di sini,” ucap Joya, “berhenti di sini,” ucap Joya lagi dengan memegang lengan Agha.

Joya tertunduk, dia bergerak melepaskan sabuk pengaman sebelum berjalan keluar mobil. “Kau juga keluar!” perintah Joya sambil menggerakkan tangannya ketika dia telah berdiri di depan mobil tersebut.

Agha turun lalu berjalan mendekatinya, “kemarilah, ikuti aku!” Perintah Joya sambil melirik ke arah Agha yang telah berdiri di sampingnya.

Joya terus berjalan dengan Agha yang juga berjalan di belakangnya, Mereka berdua terus melangkah menyusuri sisi jalan, “ikuti aku!” Joya meminta Agha melakukan hal yang sama saat dia telah beranjak menaiki jembatan.

“Jika kau punya masalah, berteriaklah di sini,” ujar Joya kembali, dia bergerak maju, menyandarkan kedua lengannya di samping jembatan penyeberangan.

“Masalah tidak akan terselesaikan dengan berteriak.”

“Jika benar begitu, selesaikan semuanya dengan uang,” timpal Joya kepadanya.

“Uang, uang, uang! Sebenarnya, apa bagusnya uang?!”

Joya melemparkan ponsel Agha ke atas jalanan aspal hingga ponsel itu hancur saat sebuah mobil melindasnya, “apa yang-” perkataan Agha terhenti saat dia menangkap mata Joya yang menatapnya seakan dia merupakan makhluk yang menjijikan.

“Apa kau tidak tahu? Sesuatu yang tidak kau syukuri itu, mungkin menjadi suatu berkah untuk orang lain. Apa kau pernah merasakan, tak dihargai karena tidak memiliki uang? Apa kau pernah merasakan kelaparan, tapi tidak punya uang hanya untuk membeli sebuah mie instan seharga ribuan Rupiah?!”

“Kau, seorang manusia yang sudah disuapi sendok emas sejak kecil, bukan? Orang sepertimu, tidak akan mengerti kesusahan kami,” sambung Joya berbalik meninggalkannya.

“Tarik ucapanmu itu!” Langkah kaki Joya terhenti, dia berbalik menatap Agha yang telah melangkahkan kaki mendekatinya.

“Kau, tidak tahu apa-apa! Apa kau pernah dikhianati keluargamu sendiri?!”

“Aku pernah, rasanya … Sangat menyakitkan, bukan?” Mata Agha terbelalak saat Joya mengatakannya.

“Aku, beberapa kali telah mencoba untuk menghilangkan nyawaku sendiri. Aku, paham benar akan kekecewaan yang diberikan oleh keluarga. Aku tahu betul rasanya, ketika kita ingin bergantung kepada keluarga, sedang di sisi yang sama, keluarga itu juga yang menghancurkan kita.”

“Aku paham benar, dan aku paham betul rasa sakitnya,” sambung Joya kembali padanya.

Agha bergerak ke samping jembatan diikuti kedua tangannya yang bersandar di sana, “aku ditunangkan dengan teman masa kecilku. Sedangkan tunanganku itu, tertarik pada Kakakku yang sekarang disebut-sebut akan menjadi calon pewaris yang sah,” ungkapnya dengan menatap mobil yang berlalu lalang.

“Jadi, apa kau … Sakit hati, karena tunanganmu itu lebih memilih kakakmu?”

“Tentu saja tidak, aku bahkan tidak tertarik padanya.”

“Lalu, apa masalahnya?” tanya Joya yang telah berdiri di samping Agha.

“Kakakku, iri akan kepandaian yang aku miliki. Dia menjebakku dibalik status keluarga … Dia, membuatku kehilangan kepercayaan Ayahku,” ucap Agha sedikit mendongakkan kepalanya ke atas.

“Dengan kata lain, manusia yang naif. Jika aku dapat membantumu meraih kembali semua yang telah kakakmu itu curi, berapa bayaran yang akan kau berikan?”

“Apa maksudmu?” Agha balik bertanya kepadanya.

“Menikahlah denganku,” jawab Joya singkat yang langsung dibalas oleh respon tidak percaya dari Agha.

“Apa kau ingat akan tunanganmu yang bernama Lalita itu? Dia akan menjadi penghalang terbesar rencanamu kedepannya. Jika kita menikah, aku akan membantumu menyingkirkan hama pengganggu itu.”

“Apa kau masih tidak mengerti apa yang aku maksudkan?" sambung Joya kembali padanya.

“Tadi saja, dia langsung mengadu pada Ibumu, bukan? Dan saat itu terjadi, kau langsung tidak bisa mengendalikan diri. Terlebih, dia tertarik dengan kakakmu … Entah, drama macam apa yang akan dia lakukan nanti."

“Karena itu, sebelum dia memulainya,” ungkap Joya sambil menyandarkan tangan kirinya bertumpu di samping jembatan, “bagaimana jika kita duluan yang memulainya? Bayar aku, untuk menjadi Istrimu. Aku akan membuat perempuan itu tak berkutik, dengan begitu … Kau, akan lebih fokus untuk menghancurkan kakakmu.”

“Keinginanmu tercapai, dan keinginanku untuk mengumpulkan uang yang banyak juga tercapai. Sama-sama menguntungkan, bukan?” tukas Joya lagi sambil tersenyum menatapnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status