“Berhenti di sana,” tukas Joya sembari menunjuk ke sebuah rumah kosan besar yang ada di sebelah kanan mereka.
Agha melirik ke arah yang Joya tuju, dia menghentikan mobilnya di depan pagar rumah tersebut. “Terima kasih,” ucap Joya kembali ketika dia telah membuka pintu mobil.
“Aku pikir, kau manusia yang tidak tahu berterima kasih,” sindir Agha, dia menoleh ke arah Joya sambil menyandarkan tubuhnya ke jok.
Joya menoleh ke belakang, “apa kau pikir, aku manusia yang tidak tahu berterima kasih, Sultan? Jaga bicaramu, atau setelah kita menikah … Entah racun apa, yang akan aku berikan di makananmu,” ungkapnya seraya kembali menutup pintu mobil.
Sudah beberapa hari sejak Agha dan Joya bertemu. Tidak ada kelanjutan yang jelas tentang perjanjian mereka, bahkan mereka berdua pun melakukan aktivitas seperti tidak terjadi apa pun. “Apa ada yang ingin kalian tanyakan, anak-anak?” tanya Akbar, guru matematika sekaligus wali kelas Joya.Akbar melempar pandangan ke arah murid-muridnya yang terdiam, “baiklah, kerjakan hal. 45 untuk tugas di rumah,” seru Akbar, dia merapikan buku-buku miliknya yang ada di atas meja sebelum melenggang keluar.Joya beranjak setelah merapikan buku-bukunya ke dalam tas, “oi Joya!” Joya mengangkat pandangannya ke arah kumpulan anak perempuan yang berjalan mendekat.“Ada apa?” tanya Joya sembari mengenakan tas miliknya itu ke punggun
Joya berkali-kali mencuri pandang ke arah Agha yang masih memfokuskan matanya ke depan, “ada apa? Apa kau memerlukan sesuatu?” tanya Agha tanpa sedikit pun membuang pandangannya.“Aku selalu memikirkannya dari kemarin, berapa usiamu?” Joya balik bertanya kepadanya.“Dua puluh lima,” jawab Agha singkat, “apa itu mengganggumu?” Dia balas bertanya dengan melirik ke arah Joya yang duduk di sampingnya.Joya menggeleng pelan, “tidak. Aku hanya bertanya, karena akan terdengar aneh jika aku tidak mengetahui apa pun mengenai seseorang yang akan menjadi pasanganku,” tukas Joya yang kembali melempar pandangannya ke depan.“Apa masih jau
Agha melirik ke arah Joya, “kau tinggal hitung saja semuanya,” ucapnya ketika menghentikan langkah kaki di samping sebuah pintu.Joya yang ikut menghentikan langkahnya, masih terdiam menatap Agha yang tengah memencet bel yang ada di samping pintu. Joya menarik napas dengan mencengkeram lengan pakaian Agha saat pintu yang ada di hadapan mereka itu terbuka.Seorang laki-laki berdiri di depan pintu, “Agha?” ucapnya dengan melirik ke arah Joya yang masih terdiam, seakan tak melihat lirikan yang dilakukan laki-laki tersebut.“Apa kau akan membiarkan kami berdiri di sini?!”Joya melirik ke arah Agha yang menatap tajam ke arah laki-laki di hadapan mereka. “Masuklah,” ucap laki-laki tersebut saat dia berjalan mundur, menyingkirkan dirinya dari pintu.Lirikan Joya berpaling ke depan, tatkala Agha sadar kalau Joya sedari tadi tak berpaling darinya. Agha berjalan masuk tanpa mengucapkan sepatah kata pun, disus
Joya melirik ke arah Agha yang meraih ponselnya, lama dia menatap Agha yang masih terfokus dengan ponsel di tangannya itu. “Ada apa?” tanya Joya, keningnya mengernyit saat Agha masih tidak menjawab pertanyaannya.Agha menoleh ke arah Joya, yang di mana semakin membuat Joya mengerutkan keningnya, “ada apa?” tanya Joya sekali lagi kepadanya.Agha menghela napas dengan menundukkan pandangannya, “ganti pakaianmu! Ikut aku pulang ke rumah!” perintahnya sambil beranjak berdiri dengan meraih jas yang sebelumnya ia lempar ke ranjang.“Ke- Ke mana?” tukas Joya gelagapan, mencoba untuk memastikan apa yang ia dengar.“Ikut aku pulang ke rumah! Aku tidak tahu apa yang terjadi, tapi Papaku meminta untuk pulang sekarang,” ucap Agha, dia kembali mengenakan jas miliknya seakan tak mengindahkan Joya.“Joya.”
Mobil yang Agha kendarai, berjalan masuk melewati sebuah pagar tinggi, setelah sebelumnya dia membunyikan klakson mobilnya itu beberapa kali hingga pagar tersebut terbuka. Joya sedikit memajukan tubuhnya, dengan lirikan matanya yang bergerak ke arah Taman yang ada di kanan dan kiri jalan yang dilalui mobil milik Agha.Jantungnya semakin berdegup kencang, saat mobil milik Agha itu berhenti. “Turunlah!” tukas Agha, Joya melirik ke arahnya yang tengah melepaskan sabuk pengaman di tubuhnya.Joya menarik napas sedalam mungkin, beberapa kali telapak tangannya bergerak mengusap dadanya sendiri, tatkala Agha sudah keluar dari mobil lalu membuka pintu belakang, meraih tas milik Joya yang tergeletak di jok belakang. “Apa kau tidak ingin turun?” ucap Agha, dia melirik ke arah Joya yang masih duduk dengan wajah tertunduk, sebelum ia menutup kembali pintu mobil.Embusan napas Joya, kuat keluar dari bibirnya, ketika ia sendiri menampar kedua pipi
Joya membuka kedua matanya, keningnya mengerut tatkala ia merasakan lengannya tengah merangkul sesuatu. Dengan sigap, ia beranjak duduk diikuti lirikan matanya yang menyebar ke sosok laki-laki yang berbaring lelap di ranjang yang sama dengannya. “A-apa kami?” tukas Joya gelagapan sambil menyingkap selimut yang menutupi kakinya.“Dia … Dia tidak melakukan apa pun padaku, bukan?” sambung Joya sekali lagi, dengan kedua tangannya yang meraba-raba tubuhnya sendiri.“Apa kau tahu, aku baru saja hendak tertidur.”Joya meneguk ludahnya, ia menarik napas sebelum menoleh ke arah Agha yang telah beranjak duduk di sampingnya. “Kenapa kau tidur di sampingku? Apa kau, mencoba untuk mencari keuntungan dengan tubuhku?” tukas Joya, yang membuat kedua mata Agha membesar menatapnya.“Aku sudah berulang kali membangunkanmu, tapi kau tidur seperti mayat … Lagi pula, ini ranjangku!” sahut Agha dengan memukul-mukul kasur.
Joya berdiri di belakang Agha yang membuka pintu kulkas dengan kedua tangannya, “apa ada bahan yang kau butuhkan?” tanya Agha, sambil melirik ke arah Joya yang sedikit menggerakkan wajahnya melewati lengan Agha.“Ini kulkas atau warung? Lengkap sekali,” gumam Joya, yang masih takjub menatap isi kulkas di hadapannya.Agha menurunkan lengannya hingga mengapit leher Joya. “Apa kau ingin membunuhku?” tukas Joya dengan memukul-mukul punggung Agha.“Jaga bicaramu! Rumah ini terlalu luas, hingga kau mungkin tak sadar sedang diperhatikan,” bisik Agha yang dengan sekejap membuat Joya mengatup bibirnya.Agha menghela napas dengan mengangkat kembali lengannya, “aku lapar. Aku, hanya memakan masakan rumah yang sehat,” ucapnya sambil berbalik meninggalkan Joya yang masih terdiam di depan kulkas.Joya terpaku, kepalanya penuh dengan m
“Apa yang kau lakukan di sana, Joya?” tanya Agha sambil melirik ke arah Joya yang tengah mengangkat tumpukan piring kotor ke wastafel.“Aku, ingin mencucinya-”“Biarkan para Asisten yang melakukannya,” ucap Agha memotong perkataannya.“Asisten?”Agha menghela napas sambil kembali melanjutkan langkahnya, “mereka yang berkerja untuk membereskan semua keperluan rumah. Jika kau tidak cepat menyusulku, aku akan meninggalkanmu di sini,” sahut Agha, tanpa sedikit pun menoleh ke belakang.Apa yang dia sebutkan itu … Pembantu?Joya meninggalkan piring yang ada di tangannya ke wastafel, “tunggu aku!” pungkasnya sembari berlari menyusul Agha yang meninggalkannya.“Berapa jumlah keluargamu yang tinggal di rumah ini? Apa rumah ini, tidak terlalu luas menurutmu?” tanya Joya, ketika langkah kakinya berdampingan jalan di samping Agha.“Anggota keluarga hanya lima,