Share

1

Felicia memperhatikan gedung kampusnya yang memiliki empat lantai ditambah satu gedung lagi khusus laboratorium dan penelitian. Ini adalah salah satu kampus swasta jurusan farmasi di Ibukota. 

Setelah cuti untuk kedua kalinya, Felicia akhirnya bisa membayar tunggakan untuk melanjutkan semester akhirnya. Walau di akhir semester ini ia masih harus mengambil beberapa mata kuliah yang belum sempat ia ambil dulu. Padahal selama tidak cuti gadis itu selalu mengambil mata kuliah yang banyak demi mencicil agar saat cuti nanti tidak terlalu banyak ketinggalan. 

Nyatanya tetap masih ada mata kuliah yang harus Felicia ambil di semester delapan ini. Selain sidang seminar proposal, penelitian dan skripsi. Harusnya saat semester akhir memang lebih santai, eh gak deh. Sibuk juga cuma sibuk karena penelitian dan skripsi aja. Harusnya udah gak disibukkan dengan mengambil mata kuliah. 

Mungkin agak keteteran nanti apalagi Felicia juga ikut kerja part time di sebuah cafe demi mengumpulkan pundi-pundi rupiah. Meskipun biaya semester sudah lunas, tapi untuk penelitian nanti perlu biaya lagi. Belum wisuda dan sidang skripsi. Pengeluarannya sebagai mahasiswi demi mendapat gelar sarjana farmasi di belakang namanya memang butuh kerja keras serta uang yang lebih.

Bukan Felicia gak dapat beasiswa. Ia dapat tapi hanya lima puluh persen. Dan lima puluh persen yang harus ia bayar pun sangat besar. Mungkin setara enam bulan gajinya sebagai karyawan part time. Ditambah ia hanya hidup bersama Ibunya yang penjual nasi uduk serta bekerja di sebuah tempat catering. Tentunya biaya kuliahnya tidak akan tertutup jika Felicia tidak ikut turun tangan. Ia sudah biasa membiayai kuliahnya sendiri semenjak semester awal. Sampai saat ini. 

Mengeluh? Sering. Tapi Felicia selalu sadar jika keluhan yang sering ia ucapkan tidak akan berarti apapun. Apalagi melunasi tunggakannya, tidak mungkin. 

Jika gedung dan sekitarnya masih sama, lain dengan mahasiswa-mahasiswi disini yang berkuliah. Terlihat berbeda sekali dari yang ia kenal. Yang jelas mereka bukanlah angkatannya. Apalagi ketika ia masuk kelas dan mendapati tatapan-tatapan asing yang mengarah padanya. Jelas mereka sadar jika Felicia adalah kakak tingkat mereka. 

Mudah sekali membedakannya, jika seseorang terlihat sendirian diantara mahasiswa mahasiswi lain di dalam kelas, ada tiga kemungkinan. Dia orang yang introvert, dia kakak tingkat dan dia adik tingkat. 

Biasanya adik tingkat tipe yang banyak didekati karena berarti dia termasuk mahasiswa pintar, mengambil mata kuliah diatasnya apalagi sudah mau skripsi padahal dia masih semester enam. 

Jayden contohnya. 

Kalo soal kakak tingkat, beberapa ada yang senang bergabung dengan mahasiswa yang rata-rata cuek dengan penampilan bahkan ada yang cuek dengan nilai mereka. Bagi kakak tingkat yang begini, buat mereka yang penting lulus. Tapi ada juga kakak tingkat yang rajin apalagi tau banget matkul yang diambil. Atau biasanya dekat dengan dosen. Kan bisa sekalian dimanfaatkan. 

Ada tipe kakak tingkat yang dijauhin, biasanya yang keliatan bodoh dan malas. Atau pekerja. Beberapa orang mungkin akan senang dengan kakak tingkat yang kuliah sambil kerja karena mereka jadi bisa dapat info lowongan kerja untuk persiapan nanti. Tapi ada juga yang malas. Karena takut jika mereka satu kelompok dengan kakak tingkat yang sudah bekerja maka dia akan lalai dengan tugasnya. Walau soal patungan pasti kakak tingkat pekerja tidak akan keberatan. Yang penting tugas selesai.

Dan, banyak orang mengira Felicia adalah tipe kakak tingkat pekerja yang akan lalai dengan tugasnya. Tentu dengan alasan sibuk kerja. Padahal Felicia bukan seperti itu. Tapi karena ia malas menjelaskan, ia membiarkan semua adik tingkat yang mengenalnya atau sekelas dengannya tetap dengan pikiran mereka. 

Akibatnya Felicia sulit mendapat rekan kerja kelompok. Apalagi saat masuk kuliah lagi sehabis cuti semester pertama kali. Untung gak sampai membuat nilainya anjlok. Untungnya juga ada adik tingkat yang bahkan dua tahun lebih muda darinya mau sekelompok dengan Felicia. Membuat gadis itu merasa terselamatkan.

Sayangnya setelah mengenal mahasiswa itu, hidupnya semakin berantakan. Apalagi dia tengilnya kebangetan serta ucapannya yang gak pernah disaring. Untung aja Felicia hanya ada beberapa kelas yang sama dengannya, Jayden namanya. Walau selebihnya ia jadi sulit mencari teman sekelompok. Karena cuma Jayden yang bersiap menawarkan diri untuk sekelompok dengannya. 

Sampai kemudian Jayden malah mengganggu Felicia di semester berikutnya. Entah kenapa mereka selalu berada dalam kelas yang sama. Padahal Felicia selalu mengisi KRS terakhir dan kebanyakan kelas sisa juga dengan dosen-dosen yang jarang diminati. Biasanya dosen killer atau yang sangat teliti dalam memberi nilai. 

Tentu dengan kecerdasan yang Felicia miliki, mau sekiller apapun dosennya, nilainya tetap bagus. Sampai saat ini IPKnya tetap diatas 3,5. Padahal ia selalu mengambil SKS banyak, mengingat Felicia harus mengejar ketertinggalannya. Namun karena ia belajar dengan giat, ia bisa mempertahankan nilainya. Keinginan Felicia adalah lulus dengan nilai cum laude. Sederhana kan? 

"Hai, Kak Fel." Sapa Jayden sok ramah saat bertemu Felicia di koridor kelas." Ketemu lagi kita."

Memang setelah Felicia cuti lagi, ia tidak pernah sekalipun berhubungan dengan Jayden. Hubungan mereka hanya sebagai teman kampus dan tidak pernah bertemu diluar kampus. Jadi jelas aja Jayden menyapanya seperti itu.

Felicia menatap pintu kelas yang terbuka didepannya, tepat ditempat Jayden berdiri." Kita sekelas?" Tebak gadis itu tak yakin. Masa iya kebetulan banget? Atau sesuatu yang disengaja? Padahal ia sengaja on time demi mengisi KRS agar dapat dosen yang suka ngaret dateng ke kelas tapi selalu memulangkan mahasiswanya lebih awal. Tentu demi kelancaran pekerjaannya. 

Jayden mengedikkan bahunya." Sepertinya iya. Kenapa? Gak usah seneng gitu lah." Ucapnya dengan sok kenal. Padahal ia hanya mengenal Felicia di kampus sebagai kakak tingkat yang harusnya sudah lulus itu. Tapi entah kenapa ia merasa dekat, walau Felicia tentunya tidak. Ia hanya suka memperhatikan gadis itu sejak dulu.

Felicia memutar bola matanya dengan malas." Kok bisa?"

" Bu Lastri, siapa sih yang gak mau diajar doi." Ucap Jayden yang juga tau karakter dosen muda itu.

Memang Bu Lastri hanya membuka satu kelas untuk semester ini. Felicia pun harus mantengin laptop demi bisa mendapatkan kelasnya. Tentu rebutan dengan ratusan mahasiswa yang lain. Kecepatan tangan dan jaringan sangat menentukan kelas yang akan diambil di semester berikutnya. 

Felicia berdecak sebal walau ia sedikit bersyukur karena dengan adanya Jayden yang satu kelas dengannya, saat ada pembuatan kelompok nanti mungkin akan lebih mudah. Apalagi bu Lastri suka membuat kelompok untuk presentasi atau membuat proposal karena ia mengajar mata kuliah manajemen farmasi. Gadis itu tau dari beberapa temannya yang sudah mengambil mata kuliah yang sama dan memang mereka sudah lulus semua. 

Namun Felicia tetap berhubungan baik dengan teman-teman seangkatannya dulu. Mereka sangat mengerti kondisinya. Tidak seperti mahasiswa yang lebih muda darinya, semua meremehkannya tanpa tau yang sebenarnya terjadi.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status