Share

2

"Tuh kan bener." Gumam Felicia pelan saat melihat papan tulis didepannya yang sudah siap menulis kelompok-kelompok untuk membuat proposal wirausaha yang berkaitan dengam bidang farmasi. 

Beberapa mahasiswa sudah menulis nama disana. Karena hanya proposal biasa tanpa di realisasikan, setiap kelompok hanya boleh berisi dua orang mahasiswa. Katanya sih biar semuanya kerja jadi gak ada tuh yang terima jadi atau asal bayar printannya.

Felicia menelan ludahnya sendiri, memperhatikan sekitarnya yang hampir semuanya sudah mengisi nama di papan tulis. Sekilas ia melihat Jayden meliriknya tapi tak ia gubris. Masa iya hampir semua mata kuliah yang ia ambil semenjak selesai cuti pertama kali harus selalu berhubungan dengan pria itu. Ya walaupun Jayden mahasiswa, tapi dia termasuk mahasiswa yang rajin. Tapi dia suka ngejar target banget jadi suka bikin Felicia merasa diburu-buru. Padahal Felicia tipe mahasiswi yang suka ngumpulin tugas ngepas ke deadline. 

Selama satu kelompok dengan Jayden, Felicia selalu mengumpulkan tugas lebih awal. Entah ini kemajuan atau bukan.

Felicia pasrah jika ia memang harus sendirian menyusun proposalnya. Toh cuma proposal. Gampang. Ia merasa bisa menyelesaikannya sendiri. Tapi begitu gadis itu melihat ke papan tulis lagi, namanya sudah ada disana tentu berdampingan dengan nama yang ia kira.

Jayden.

Felicia memicingkan matanya menatap kearah Jayden yang malah tersenyum lebar sambil menunjuk dengan jari telunjuk dan ibu jarinya kearah Felicia. Seakan pria itu memang sengaja melakukannya, membuat ia dan pria itu dalam kelompok yang sama lagi.

Tentu bukan tak ada maksud lain Jayden senang sekelompok dengan gadis yang dua tahun lebih tua darinya itu. Karena ia tau Felicia mahasiswi yang rajin dan bertanggung jawab dengan tugasnya. Tidak seperti anak-anak lain yang suka mengabaikan atau terlalu santai dengan tugas. Walau Jayden harus ekstrak sabar menyuruh Felicia untuk mengerjakan tugasnya karena kesibukan gadis itu juga dia tipe yang ngerjain tugas pas mepet deadline. Oh tentu berbeda dengan Jayden. Ia tak suka diburu-buru saat menjelang deadline.

Felicia membuang nafas dengan kasar. Ia harap ini terakhir kali ia sekelompok dengan pria itu. Untungnya di mata kuliah lain tidak ada pembuatan kelompok semacam ini jika memang ia akan sekelas lagi dengan Jayden. Tapi entah kenapa Felicia merasa Jayden seakan mengikuti jadwal KRSnya. "Padahal gue gak suka screenshoot-screenshoot jadwal gue di sosmed. Dia tau darimana ya? Masa iya kebetulan?" Gadis itu jadi larut dalam pikirannya sendiri.

.......

Ternyata pikiran Felicia salah. Selain mata kuliah Manajemen Farmasi, semua jadwalnya dengan Jayden berbeda. Ia tau karena selama seminggu ini ia tidak bertemu pria itu dalam satu kelas. Bahkan pernah ia bertemu Jayden saat pria itu baru keluar dari kelas dengan mata kuliah sama tapi beda jam pelajaran. 

Waktu itu Jayden hanya berkata," Yah kita gak sekelas. Jangan kangen sama gue ya." Ucap pria itu dengan pedenya. Bahkan tangannya terulur mengusap puncak kepalanya dengan lembut. Tentu saat itu Felicia menjadi pusat perhatian disana. Apalagi Jayden termasuk tampan dan pintar. Buktinya di semester lima ini pria itu full mengambil mata kuliah semester akhir dan pengajuan skripsi juga. Sementara Felicia juga mengambil banyak matkul karena ketertinggalannya. Untungnya ini akan menjadi semester akhirnya untuk mengambil mata kuliah. Walau ia mati-matian belajar dengan keras demi mempertahankan IPKnya. 

Yang membuat Felicia mengenal Jayden adalah waktu ia baru masuk dari cuti pertama kali. Saat itu Jayden masih semester dua sepertinya dan dia mengambil mata kuliah semester empat yang satu kelas dengan Felicia. Saat itu gadis itu sudah tahun ke tiga tapi masih ambil mata kuliah tahun kedua. Hanya Jayden yang berbaik hati menawarinya untuk sekelompok. Hingga di kelas- kelas lain jika bertemu dan satu kelas apalagi ada pembuatan kelompok, Jayden selalu mengajaknya.

Felicia memang harusnya lulus satu tahun yang lalu jika saja ia punya cukup biaya untuk kuliahnya. Tapi ia tidak menyesali ketertinggalannya. Masih bisa lulus saja sudah bersyukur. 

Gadis itu tanpa sadar berjalan kearah gedung laboratorium demi mencari wifi untuk sekedar menghabiskan waktunya. Mata kuliah selanjutnya masih satu jam lagi. Dan untuk mahasiswi semester tua sepertinya ini sulit untuk beradaptasi apalagi dengan adik tingkat. Padahal dulu pas masih awal-awal kuliah, kumpul dengan teman seangkatannya di lobby laboratorium adalah favoritnya. Sambil streaming tentu saja karena wifi disini sangat kencang sinyalnya. 

Felicia memilih kursi paling ujung yang kosong dan berada dekat tangga. Biasanya jarang ditempati karena tempatnya dipojokan dan banyak dilihat lalu lalang orang yang lewat tangga. Belum lagi bau-bau hewan penelitian seperti mencit dan tikus yang bangkainya dikubur di belakang gedung lab. Tak jauh dari tempat Felicia duduk sekarang. 

"Ogah amat gue nanti ambil penelitian yang pake hewan gitu. Gak tahan baunya." Ucap Felicia kala itu. Ya walaupun nyatanya sekarang gadis itu bertahan di kursinya. 

"Felic." Suara pria yang sangat Felicia kenal itu membuat gadis yang sedang mendengarkan lagu lewat headset menoleh. 

"Ansel?" Kening Felicia berkerut. Menyadari salah satu teman seangkatannya masih berada di kampus ini. Padahal dia lulus satu tahun yang lalu. Bareng angkatannya yang lain. Kecuali Felicia tentu saja." Kok disini?" Padahal ia dan Ansel tak bertemu sejak terakhir kali memberikan pria itu bunga saat yudisiumnya. Bunga pertama dan terakhir yang Felicia berikan. Tepat setelah satu tahun mereka putus. Ya, Ansel adalah mantan kekasih Felicia. 

"Iya. Aku kan laboran disini sekarang. Baru sih. Tadinya mau lanjut apoteker eh gak lolos. Jadi mau coba kerja sambil nunggu kelas baru dibuka." Jelas Ansel dengan senyuman seperti biasa. Senyum yang dulu sempat membuat Felicia terbang. Tapi sekarang biasa aja karena pria itu telah menyakitinya lebih dulu.

"Kenapa gak kerja di rumah sakit atau klinik?" Tanya Felicia yang tau gaji laboran disini tidak besar. Mungkin dibawah rata-rata.

"Gak ah. Kan sekalian memperdalam ilmu juga. Biar pas lanjut apoteker ilmunya udah masuk semua." 

Felicia hanya mengangguk sok mengerti. Ansel aja gak lulus ujian masuk apoteker, padahal dia termasuk pintar. Apalagi dirinya nanti yang IPKnya lebih kecil dari Ansel? Gadis itu mendengus, toh ia tidak akan lanjut karena biaya kuliah apoteker itu sangat besar. Ia tak sanggup membayarnya. Mungkin beberapa tahun lagi. "Tapi kok semester kemarin gue gak liat lo disini?"

"Lo kan sibuk." Ucap Ansel dengan senyum penuh arti. 

Sibuk. 

Satu kata itu cukup meninggalkan rasa sesak pada rongga dada Felicia. Satu kata yang menjadi alasan Ansel meninggalkannya. Karena ia sibuk kerja part time dan mengejar ketertinggalan mata kuliahnya. Ia pikir Ansel bisa mengerti saat itu, ternyata tidak. Apalagi tak banyak ia dan Ansel berada di kelas yang sama. Semakin membuat Ansel tak memiliki waktu bersama Felicia.

"Oh iya ya. Gak ngeh. Gue fokus kuliah sih. Biasa. Semester tua." Felicia berusaha bersikap santai walau tatapan Ansel masih terasa mengintimidasinya. Entah kenapa Felicia merasa sangat bersalah dengan pria itu padahal Ansel lah yang memutuskan hubungan mereka lebih dulu. Tapi rasanya jadi ia yang mengkhianati pria itu duluan.

"Akhirnya ini semester akhir lo kan. Ngambil skripsi kapan?" Ansel mengalihkan pembicaraan.

"Semester depan kayaknya deh. Sekarang kan mau ngajuin proposal dulu. Terus penelitian." 

"Oh iya. Ngomong-ngomong soal penelitian. Lo kan IPKnya bagus. Ikut proyek Bu Dinda aja. Lumayan penelitiannya dibiayain kampus." Ansel tiba-tiba teringat pesan Bu Dinda hari ini untuk mencarikannya mahasiswa yang mau mengerjakan proyeknya. Biasa dosen di kampus ini memang harus membuat proyek demi akreditasi kampus. 

"Lo serius?" Felicia tampak sangat tertarik. Apalagi mendengar proyek penelitiannya akan dibiayai. Itu berarti ia tidak perlu bekerja terlalu keras demi mengumpulkan biaya penelitiannya sendiri. 

Ansel mengangguk sambil tersenyum lebar. Senang karena telah memberi berita baik pada mantan pacarnya yang sebenarnya masih ia sukai ini." Kalo lo mau besok dateng aja ke ruangannya. Biar gue hubungin beliau." 

Felicia mengangguk cepat, tak ingin menyia-nyiakan kesempatan emas ini." Makasih infonya ya." 

"Yaudah gue balik kerja dulu." Ucap Ansel yang langsung menaiki tangga, menuju ruang laboran. 

Felicia tak sabar untuk hari esok. Akhirnya ia menemukan titik terang soal penelitiannya. Tanpa harus memikirkan judul maupun biaya. 

Tanpa ia sadari seseorang telah memperhatikannya dari jauh, seseorang yang sudah memperhatikan gadis itu sejak pertama kali kuliah disini.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Aisyah
kakak anak farmasi juga yaaa? hahaah ngerti semua ttng kuliah farmasi, aku jugaaa loh. hahah
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status