Share

Part 4 : HEART BREAKER

Khika masih tak percaya. Diam-diam Khika mengedipkan matanya untuk memastikan minus di matanya tidak bertambah bahwa ini memang kenyataan. Serliya Putri itu bukanlah kenalannya atau tetangga depan rumahnya atau anak saudaranya. Seluruh Indonesia yang rajin nonton TV dan update instagram pasti tau siapa sosok gadis ini. Paras cantik itu milik penyanyi terkenal, Serliya Putri. Penyanyi muda yang katanya akan go internasional. Penyanyi yang lagunya hits hingga ke negeri Jiran. Khika tau dia adalah Serliya Putri yang itu.

Yang Khika ragu kenapa Serliya Putri ada di Indonesia, setau Khika dia itu sedang di luar negeri melanjutkan pendidikan atau debut internasional ya. Khika sendiri lupa.

"Ini siapa, Vin?" tanya Serliya untuk pertama kalinya mengeluarkan suara lembutnya. Lelaki yang disebelahnya tak menjawab. 

Eh? Jangan-jangan ini acara reality show. Khika mengamati sekitarnya coba mencari di setiap sudut mungkin ada kamera tersembunyi. Khika juga memeriksa vas bunga di mejanya, siapa tau ada cctvnya. Tapi tak ada kamera. Yang ada hanya raut muka Serliya yang jelas terlihat tidak nyaman membuat Khika makin bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi. Tapi seketika Serliya mampu merubah rautnya jadi lebih wibawa dan kemudian dengan anggun ia mengulurkan tangannya kearah Khika untuk bersalaman.

"Serliya..." imbuhnya memperkenalkan diri. Nah kali ini baru Khika seratus persen yakin kalau yang di hadapannya ini Serliya Putri. 

Khika balas salaman, "Khika... Seneng banget bisa ken..."

"Chika toh." Serliya memotong perkataannya dengan nada bicara tak suka, cuma itu yang dia butuh, nama dari hama yang mengganggu pertemuannya dengan lelaki itu. Tampak dia tak berniat berlama-lama basa basi dengan Khika. Khika jadi dongkol sedikit. Lebih dongkol lagi karena dia salah mengeja nama Khika jadi Chika. Perasaan takjubnya kini meredup. Wajahnya wanita itu berubah angkuh.

"Aku sudah pulang, Vin, kemarin malam dengan penerbangan terakhir dari New york. Kamu tega sih nggak jemput aku di bandara," ucap Serliya penuh nada tapi lelaki didepannya tak menjawab. Serliya sadar, mungkin dia membuat kesalahan dia pikir.

"Dan maaf selama aku disana aku nggak bisa ngehubungin kamu, dan aku baru dengar masalah kesehatan tante Tika, kamu pasti marah sama aku. Aku minta maaf," raut wajah itu memohon. Lelaki itu tertawa menyeringai. Seolah lucu mendengar kata-kata dari Serliya.

"Santai saja, saya sudah lewati tahap marah itu. Sekarang saya sudah nggak ada masalah."

Serliya balas tersenyum, lelaki yang dihadapannya ini ternyata masih seperti dahulu. Sangat pengertian dan percaya padanya. Dia tau bagi mereka masalah jarak bukanlah hal yang bisa menghancurkan mereka.

"Lalu gimana keadaan tante? Aku dengar ingatan tante terganggu, benar itu Vin?" Serliya nampak sangat khawatir.

"Ya begitulah. Tapi kondisinya baik kok, sangat baik, setidaknya dia masih hidup." Raut wajah lelaki itu jadi sendu mengingat keadaan tante itu. Tante yang entah mamanya atau saudaranya, yang jelas Khika seketika ikut berduka, dan mengingat keadaan bang Ardy yang sama-sama dirundung musibah.

"Aku kaget sekali waktu kemarin pulang kesini dan dapat kabar itu dari Om Ferdy bahwa kondisi fisik tante yang..."

"Serliya..." Lelaki itu memanggil namanya. Jeda terjadi diantara mereka. Namun bisa Khika lihat bahwa pemilik nama itu nampak terkejut.

"Ka-kamu panggil aku apa?"

"Ser, kenalkan ini pacar saya," ucap cowok itu dengan nada sangat biasa. Seolah itu benar adanya.

Khika cengok dan terkejut, ternyata perannya sudah dimulai. Khika hanya tersenyum kecut nyaris sangat kikuk di depan Serliya.

"Kita jadian tiga bulan lalu," ujar lelaki itu lagi dengan nada sedingin es. Tangannya menggapai tangan Khika untuk pertama kalinya. Merengkuh punggung tangan Khika dengan tangan hangatnya. Khika jadi makin kikuk. Serangan ini berhasil bikin Serliya naik darah.

"Tiga bulan lalu?! Kamu gila! Tiga bulan lalu kita masih jadian!" Serliya mulai meninggikan suaranya. Oh akhirnya Khika mengerti sekarang. Ternyata Serliya Putri adalah mantan pacar lelaki itu. 

"Tiga bulan lalu tepat saat kita putus." balas cowok itu datar.

"Kapan kita putus, Vin?" tanya Serliya mulai gusar. Dan satu rahasia terkuak lagi, Khika makin yakin, sepertinya Serliya diputuskan secara sepihak oleh lelaki dingin ini.

"Sejak kamu pergi ke Amerika begitu saja. Dan perlu di garis bawahi, kamu pergi tanpa pamit. Saat itu kita selesai." Lelaki itu menurunkan emosinya sedikit.

"Aku bisa jelasin Vin, sungguh ini nggak seperti yang kamu fikirkan. Aku pergi tanpa tau keadaanmu sedang buruk."

"Jadi kalau saya baik-baik saja, kamu pikir wajar pergi tanpa pamit?"

Serliya kehabisan akal. Dia menatap lelaki itu memohon. "Tapi bukan itu maksudku Vin, kalo aku nggak pergi saat itu juga, kesempatanku akan hilang. Please, aku tau pasti kamu ngerti, kamu yang selalu bilang hubungan kita dilandaskan kepercayaan."

"Tapi bukankah sudah saya jelaskan, hidup adalah pilihan. Berpeganglah pada pilihanmu yang itu, dan saya akan menjalankan pilihan saya yang lain. Tentunya tanpa kamu." Nada bicara lelaki itu serius dan sangat datar. Detik kemudian lelaki itu tersenyum, namun senyumnya tiba-tiba ia lemparkan pada gadis yang sedang ia pegang tangannya. "Dan pilihan saya, dia." ucap lelaki itu, nyaris membuat Khika terlonjak.

Serliya nyaris menangis melihat mata itu menatap mata gadis lain seperti saat dia menatapnya dulu. Khika menyadari Serliya nampak hancur, batinnya berperang sendiri mengenai siapa yang salah dan siapa yang benar. Hanya saja Khika pikir cara lelaki ini untuk memutuskan hubungan sungguh terlalu sadis. Bukannya cukup dengan kata-kata saja dibicarakan berdua, kenapa harus melukai hati dengan sikap seperti ini.

Pelayan datang lalu memberikan menu buat mereka bertiga. Sebelum Khika sempat melihat menu-menu itu. Lelaki itu sudah menarik tangan Khika duluan dan berdiri seraya berkata. "Saya rasa sudah cukup, saya pamit dulu."

"Tunggu Vin," Serliya menahan tangan lelaki itu satu lagi, "aku masih belum ngerti, aku masih nggak bisa terima, ini keterlaluan."

"Sudah jelas, yang kamu pilih bukan saya. Kita selesai."

Usai sudah. Serliya nampak terpukul, dia merenggangkan pegangannya di tangan itu. Tangan Khika ditarik oleh lelaki itu pergi begitu saja dan meninggalkan Serliya yang putus asa. Khika pun tak sempat berpamitan. Tapi ia sempat lihat bagaimana raut wajah Serliya yang sepertinya akan dibanjiri air mata setelah mereka pergi. Ada rasa bersalah di hati Khika. Namun lelaki yang di hadapannya ini sama sekali tidak peduli. Dia tampak yakin dengan apa yang dilakukannya. Lelaki itu pikir rencananya berhasil. Dia sudah menghadapinya. Mereka sudah selesai dan dia bisa sedikit menata hati untuk lebih tenang. Sedangkan Khika malah makin tenggelam dalam penasaran serta perasaan bersalah. 

🍀🍀🍀

Suasana di dalam mobil jadi super-super hening, sampai suara menelan ludah pun nyaris terdengar.

"I'am Vampire... I'am Vampire... I lost my fang..." Dering alunan ringtone Khika tiba-tiba berbunyi nyaring memecah kesunyian. Tapi Khika tak mampu mendengar, dia masih menatap lelaki dibalik kemudi itu. Masih menunggu penjelasan yang bisa membuat ia yakin bahwa yang dia lakukan tadi adalah benar.

"Nggak di angkat?" Suara lelaki itu membuat Khika tersadar akan deringan ponselnya. 

"Oh, iya, bunyi ya hehe," ucap Khika kikuk sembari merogoh kantongnya untuk mengambil ponsel. Dilayar tertera nama 'Iwan' lagi.

"Halo..." Ucap Khika dengan suara pelan.

"Ka, berita besar, Ka! Lo harus tau updatetan terbaru ini!" Teriak Iwan sangat antusias.

"Wan.. bisa nanti aja nggak? Gue lagi sibuk.." Bisik Khika sangat pelan. Untuk kali ini dia sungguh lagi nggak penasaran sama cerita Iwan. Dia lebih penasaran dengan alasan-alasan gila yang membuat lelaki ini mesti melakukan hal-hal yang tak bernalar seperti tadi. Hal yang bagi Khika berlebihan dan tidak perlu.

"Singkat aja Ka, ini berita tentang prestasi salah satu teman kita yang akhirnya menjadi jagoan neon." cerocos Iwan. Khika sudah terbiasa melihat kelakukan khas teman-temannya, selalu mengikutsertakan dia untuk hal-hal konyol yang mereka lakukan.

"Siapa?" tanya Khika tak acuh biar cepat. Khika malah sibuk melirik cowok yang disebelahnya yang sepertinya sedang tenggelam dalam pikiran. Kayak galau mikirin harga bensin yang semakin mahal. Dia terlihat lebih galau dari manusia siapapun yang sedang galau.

"Bentar ya narik napas dulu, capek gue..." terdengar helaan napas berat dari Iwan.

"Lo habis lari?"

"Yoi, disini habis arak-arakan penganten.. hahahaha.."

"Arak-arakan?" Khika mengecilkan suaranya nyaris berbisik, "gue serius lagi sibuk, wan."

"Haha baiklah, pada intinya Gerald berhasil nembak Dewi."

Deg! Hatinya mencelos, matanya memanas seketika. Khika terdiam.

"See? Lo kaget kan? Sama! disini juga anak-anak pada kaget. Kita masih nyangka si Gerald main-main doang kan sama si Dewi ternyata edan, beneran Ka di tembak. Gile!" jelas Iwan makin menggebu.

Khika masih diam. Dia memastikan lagi, siapa tau ada keajaiban, siapa tau dia salah dengar.

"Siapa?"

"Ampun bonsai... si GERALD! Lo tau Gerald temen kita, si playboy super pengecut yang bisanya goda-goda gebetan doang kayak anak bau kencur, kini dia mantap untuk mempersunting Dewi sebagai pacar. Hahaha kalo lo liat kejadiannya lucu banget. Gue langsung diberi mandat oleh jendral Jonjon untuk memberitahu Adik Khika. Hahaha." Iwan semangat sekali menceritakanya. Berbanding terbalik dengan gadis yang mendengarnya.

Langit gadis itu serasa runtuh. Lima tahun penantiannya sia-sia. Sebelum Khika sempat melakukan apa-apa atas hatinya. Semuanya sudah langsung sia-sia. Khika terbata.

"Te-rus?" tanya Khika lirih.

"Terus ya udah gitu aja. Tapi gue yakin sih hasilnya bakal baik. Menurut lo gimana?"

"Makasih ya, wan,"

"Loh kok makasih?"

"Klik" Khika matikan sambungan teleponnya. Dan Khika cuma bisa termangu.

"Teng tong" sebuah pesan singkat masuk ke ponsel Khika.

From : Zahra

Ka, sorry gue harus ngabarin ini ke lo. Gerald jadian sama Dewi. 

Khika membaca sms itu lagi. Kini benar, dia di lahap habis oleh patah hati. Kini rantaian telah melingkar dan Khika telah habis masa. Dia sungguh patah hati, dia sungguh kesakitan. Lebih sakit lagi karena Khika yakin kalau Gerald dan Dewi pasti berhasil tepat seperti yang dikatakan Iwan. Mereka pasti jadi pasangan sejati, bukan sekedar pasangan biasa yang bisa putus kapan saja. Kesungguhan Gerald sebelumnya membuat Khika yakin kalau Dewi dan Gerald akan bertahan lama. Keyakinan itu yang makin bikin Khika lebur. Dia berasa telah kehilangan Gerald saat ini juga. Kehilangan semua waktu kebersamaan mereka. Kehilangan sahabat sekaligus dambaannya. Bulir air mata memanas di kedua indera penglihatnya, Khika menahannya sebisa mungkin agar tidak terjatuh.

Lelaki tak bernama itu menyadari perubahan Khika yang tiba-tiba. Dia jadi sangsi apakah ini karena dirinya yang telah membawa dia ke masalah pribadinya atau hal lain. Yang jelas lelaki itu sadar bahwa gadis mungil ini sedang kacau. Dia berusaha mengingat nama gadis itu. Chika kalo nggak salah.

"Chika, maaf, kalo nyeret-nyeret kamu ke masalah saya. Saya traktir makan ya buat nebus semuanya." ucap lelaki itu tiba-tiba. Membuyarkan lamunan. Khika menyeka airmatanya yang hampir terjatuh.

"Hah? Apa?" Tanya Khika tak paham.

"Sekarang saya traktir kamu makan ya, sebagai tanda terimakasih." Ulang cowok itu lagi. Tapi Khika sama sekali nggak ada mood makan. Dia tak lagi penasaran sama urusan lelaki tak bernama disebelahnya itu. Dia bahkan sudah tak penasaran lagi dengan nama serta rahasia besar lelaki itu. Hati Khika kini lebih penting di banding peristiwa yang barusan dia alami.

Khika terus membayangkan betapa sakitnya kalau harus melihat Gerald dan Dewi di kelasnya tiap hari. Memandang Gerald melakukan hal-hal istimewa untuk Dewi. Setidaknya akan terasa menyakitkan hingga 2 tahun kedepan selama mereka masih satu sekolah. Dan itu sungguh bukan yang Khika inginkan.

"Gimana? Mau makan?" tanya lelaki itu lagi.

"Nggak usah.." Balas Khika akhirnya. Lelaki yang disebelahnya itu bahkan tak sadar kalo mata Khika memerah. 

"Saya nggak enak kalo nggak ngasih apa-apa,"

"Kalo... gel rambut gimana?" ucap Khika ngawur, cuma gel rambut konyol titipan Udin yang terpintas dipikirannya.

"Apa?"

"Beli...in gel rambut aja.." ucap Khika dengan nada tangisan seolah beli gel rambut adalah peristiwa paling menyedihkan sedunia. 

Cowok itu terdiam lumayan lama. Mencoba mencerna maksud gadis yang dia pikir lumayan freak itu. Dia baru lihat cewek yang hampir nangis minta gel rambut.

"Boleh coba kamu ambil kantong plastik biru di jok belakang," ucap lelaki itu akhirnya menyerah dan tak coba mencari tau kenapa harus gel rambut.

Khika mengambil kantong plastik itu dengan wajah sendu. Ia menahan air matanya. Dia mendapati gel rambut di dalamnya.

"Itu baru dipake sekali, ambil aja." ucap lelaki itu tanpa ekspresi tetapi diam-diam memperhatikan reaksi Khika dari kaca depan.

"Makasih banyak ya," ucap Khika makin parau. Seolah dapat gel rambut adalah peristiwa mengharukan sepanjang hidupnya. Alis lelaki itu jadi bertaut. Dia kebingungan sekaligus penasaran, ada apa dengan gadis mungil disebelahnya ini.

Khika akhirnya menyimpan gel beserta plastik itu dipangkuannya. Mereka terdiam lumayan lama, terbawa arus pikiran masing-masing.

Pikiran Khika tentu masih menjalar ke peristiwa rentetan patah hati tadi, dimulai dengan Serliya dan lelaki tak bernama ini, dan siapa sangka beberapa saat kemudian Khika juga mengalami hal serupa. Patah hati di hari yang sama. Hati mereka diretakan oleh kenyataan. Mungkin ini karma karena ikut ambil andil tadi. Konyol juga, kenapa Khika mau bersekongkol untuk membuat seseorang merasa sakit seperti yang di rasakan sekarang.

"Boleh saya tanya?" ucap Khika pelan, masih didalam ratapannya tentang deretan peristiwa tadi.

"Apa?" balas lelaki itu pelan.

"Boleh tau kenapa kamu harus memutuskan hubungan dengan cara begitu? Maksud saya kenapa nggak kalian obrolkan saja berdua, untuk pisah dengan baik-baik?"

Lelaki itu hanya diam. Wajar pikirnya kalo gadis ini penasaran. Tapi tak ada jawaban untuk pertanyaan itu. Karena gadis ini bukan bagian dari ceritanya, dia bahkan hanya tau setitik saja. Jadi dia tak akan mengerti meskipun dijelaskan. "Menurut saya, itu cara yang paling baik dan paling cepat." jawab lelaki itu seperlunya saja.

"Tapi menurut saya, cara kamu terlalu menyakitkan. Diputuskan secara sepihak aja udah menyakitkan apalagi kalo harus terima kenyataan kamu ninggalin dia karena cewek lain." ucap Khika seolah pada orang yang menyakitinya.

Ekspresi lelaki itu mengeras. "Oh, mungkin," cuma jawaban itu yang keluar dari mulutnya. Khika tak percaya. Cowok ini setega itu.

"Bukannya lebih baik kalian omongin berdua dan putus baik-baik. Mungkin juga ada alasan lain dibalik perginya dia. Siapa tau keluarganya sakit atau apapun itu."

Raut lelaki itu kini benar-benar berubah, menjadi lebih ketus dibanding tadi. "Tau apa kamu! Kamu bukan siapa-siapa dan bukan saksi dari apapun!" sentak lelaki itu sadis. 

Khika tercengang. Hatinya menciut sedikit, tapi mulutnya sudah tak bisa di rem. Dia ikut kesal, menurutnya tak sepantasnya lelaki manapun memperlakukan wanita begitu.

"Tapi kata-kata kamu terlalu kasar. Inipun kamu kasar sama saya. Padahal Serliya juga sudah nunjukin etiket baik. Dia keliatan banget khawatir sama tante itu."

Mendengar kata tante itu disebut, seketika amarah lelaki itu luber juga.

"Sreeeet" mobilnya seketika berhenti mendadak. Rupanya lelaki itu sengaja menginjak pedal rem bersamaan dengan emosinya tang meluap. Khika sontak melihat ke belakang, beruntung jalanan kosong dan nggak ada mobil dibelakangnya.

"Kamu gila!" pekik Khika kaget setengah mati.

"Jangan pernah sok tau! Saya bilang sekali lagi. Kamu bukan siapa-siapa dan bukan saksi dari apapun!" Bentak lelaki itu ganas.

"Terus kenapa kamu tadi ngambil saya bukan orang lain! Sekarang kamu bilang saya bukan siapa-siapa bukan saksi apapun! Padahal jelas-jelas tadi saya jadi saksi kalian!"

Lelaki itu memejamkan matanya, meminimalisir emosinya yang bisa saja meledak. "Turun." Geramnya kemudian.

"Apa?!"

"Turun sekarang dari mobil saya," ulangnya dengan nada menggeram yang sama.

Khika tak habis pikir, "Ya ampun, kamu nggak bisa apa terima masukan saya?"

Lelaki itu menatap Khika lurus, langsung kematanya, dengan tatapan terkejam yang pernah Khika lihat.

"Turun sendiri atau saya turunin paksa?" ancam lelaki itu kemudian.

"Kamu! Hhhh kamu... ya ampun..." Khika kehabisan kata-kata. Dia marah, dia juga kesal, tapi tak ada kata-kata yang tepat untuk mengungkapkan emosinya.

"TURUN!" bentak lelaki itu akhirnya.

"FINE!!" Khika langsung keluar begitu saja tanpa pikir panjang melindungi harga dirinya yang dikoyak tatapan itu. Dalam hati Khika susah memakinya habis-habisan tapi di mulut tidak keluar dan tak mau keluar.

"Bruuuuum!!" Mobil itu langsung melaju cepat di depan Khika.

"Bagus ya, bukannya makasih udah ditolongin, malah diturunin di jalan!" Khika memandang tangannya dengan seplastik kecil gel, tapi belanjaanya? Dia lupa belanjaanya!

"Woy, belanjaan gue!!!" Teriak Khika pada mobil yang sudah jauh di depannya. Kalo ketemu lagi, gue siram kecap ke mukanya! Geram Khika dalam hati. Sedetik kemudian dia nelangsa. Ya ampuuun, gue pulang naik apa?

---------------

Bersambung

---------------

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status