Share

Part 5 : HIM!

LELAKI itu berjalan disepanjang pelataran parkir Sekolah yang masih sepi ditemani seorang pria tua setengah baya yang memakai jas rapih berambut klimis. 

Hari ini tepat pukul enam pagi, terlalu dini untuknya datang kesini. Langkah mereka berderap diantara koridor sekolah dan berbelok ke lobby tempat tamu biasa menunggu. Matanya tak lepas dari layar ponsel sampai akhirnya entah mengapa hembusan angin menggiring matanya pada satu sosok yang berjalan lesu dari arah gerbang ke sebuah tangga dipojok koridor. Matanya mengikuti gadis itu hingga ia muncul di lantai atas dan berjalan ke sebuah pintu kelas.

"Dia?" desisnya pelan diselubungi senyum samar seolah menertawakan kebetulan yang seenaknya datang menghampiri. "Interesting," gumamnya lagi dengan tatapan dibalut kebencian jauh tersembunyi di dasar.

                                                🍀🍀🍀

"Ka, tolong dong bantuin nata rambut jadi mohak." Gerald menyodorkan Khika setube Pomade, beserta ubun-ubunnya ke depan wajah Khika ketika dia muncul di muka kelas.

"Manja, sini lah gue ubek-ubek,"

"Eits, semena-mena ... ini rambut bukan kobokan, jangan di ubek tapi di elus," sahut Gerald mengangkat alisnya tengil. Khika tertawa geli, sejenak ia lupa kalau orang ini adalah andil terbesar dalam patah hatinya kemarin.

Saepudin datang. "Sini Ger biar aku aja yang ngelus, Nih!" Dia menoyor Gerald hingga terjengkang selangkah.

"Anjir rambut gue!"

Saepudin mencibir lalu mengalihkan pandangan pada Khika tanpa menghiraukan dumelan Gerald. "Ka, tolong lah kau tatakan rambutku ini, sudah berulang kali ku reka-reka dengan banyak kreasi tetap saja jadinya gini. Nguncup," 

Memang benar, rambut kribo Saepudin jadi nguncup seperti es krim. Khika makin ketawa geli melihatnya. Rambut itu basah sebasah basahnya bukan seperti di oles gel tapi nyaris persis kayak di celup.

"Kok bisa Din?"

"Entahlah Ka, padahal sudah ku tata dengan cara yang sama kayak Gerald, tapi yang lain jadinya bagus, cuma aku saja yang gagal," ratap Saepudin.

Khika memandangi rambut anak-anak cowok lain yang sedang sibuk mematri diri depan cermin kelas. Benar juga, model mohak dirambut mereka tertata sempurna. Cuma si Udin aja yang rambutnya agak-agak ajaib.

"Maklum Din, tergantung amal-amalan," celetuk Gerald sambil terkekeh girang. Udin mendelik keki kearah Gerald.

"Nih amal-amalan niiih!" Dengan gesit Saepudin melancarkan toyoran bertubi-tubi ke kepala Gerald dengan dua tangan sekaligus, persis jurus sakti.

"Anjeeeer Udiiiiiiin!" Gerald langsung mengejar Saepudin yang kontan lari waktu melihat Gerald berusaha menoyornya balik. Mereka pun jadi kejar-kejaran dengan kocak sambil lari bulak balik dari kelas ke ujung koridor kemudian balik lagi.

"Kaaaaa, tolongiiiin!" Saepudin menjadikan Khika tameng dan berdiri tepat dibelakang punggung Khika, sedangkan Gerald dengan sigap berkacak pinggang dihadapan Khika untuk mencegat Saepudin yang berniat kabur lagi.

"Ka, liat, Ka, ada pengantin baru lagi ngamuk," sindir Saepudin sambil terkekeh.

Pengantin baru? Kata-kata itu meluncur mulus lalu menghempas Khika kembali ke kenyataan. Buliran hati yang semalam retak kini merebak memunculkan bentuk yang acak. Ia teringat lagi akan rasanya pada Gerald yang semalam harus kandas. Dewi kini diantara mereka. Gerald sudah punya pacar dan Khika sadar diri kalau kedekatan ini tak akan pernah sama.

Pandangan Gerald secara tak sengaja menangkap kemurungan Khika yang tiba-tiba muncul ke permukaan. Yang membuatnya bingung adalah penampakan sepasang mata Khika yang nyatanya tak seperti biasa. "Kok mata lo sembab Ka? Nangis?" tanya Gerald tak jadi memperdulikan Saepudin.

"Eng-enggak, ini bukan apa-apa Ger." Khika tersenyum kaku.

"Din, lo kesana dulu deh ... gue sama Khika mau ngobrol sebentar," titah Gerald sok nyuruh-nyuruh. Saepudin kontan mencibirnya.

"Huu dasar kutu!" Saepudin langsung berlari sebelum Gerald mencoba meraihnya lagi.

Tinggalah mereka berdua setelah Udin melesat masuk ke kelas. Mereka berdiri di pagi sepi diatas balkon depan kelas mereka. Khika memandangi lapangan yang cuma dihinggapi satu dan dua siswa yang baru datang.

"Kenapa Ka? Bang Ardy kritis lagi? Gerald membuka pembicaraan.

Khika memang membutuhkan alibi untuk kabur dari pertanyaan ini. Dia tak mungkin bilang kalau mata ini membengkak karena menangisinya. Dan Gerald dengan baik hati mempermudah gadis itu mencari alasan.

"Iya, Ger," ucap Khika berbohong.

"Terus gimana keadaanya?" Raut Gerald makin khawatir.

Khika menggeleng. "Udah baikan kok Ger, maaf ya bikin lo khawatir."

"Jangan nangis dong Ka, gue aja yakin kalo bang Ardy bakal sembuh lagi. Kalo ada apa-apa jangan sungkan buat cerita ya?"

Khika mengangguk. Mereka terdiam sesaat. Sampai akhirnya Gerald angkat bicara lagi. "Ka, lo udah tau belum? Gue ... akhirnya jadian sama Dewi."

Nah! Akhirnya pernyataan pamungkas itu keluar juga dari mulut Gerald. Menusuk-nusuk lagi kepingan hatinya jadi debu. Namun Khika mengelak dari rasa, dia pura-pura biasa.

"Jadian? Serius?! Aaaa Gerald selameeet, lo pake pelet apa kok akhirnya bisa dapetin Dewi?"

Gerald terkekeh dengan wajah mengawang ke langit, sudah dipastikan hati Gerald kini sedang bersemi. "Gue juga heran kenapa bisa dapetin dia. Gue menang banyak kali ini Ka. Berkat dukungan lo juga selama ini. Makasih ya Ka."

Khika balas tersenyum. "Semoga langgeng Ger, jangan pernah sia-siain apa yang lo dapet hari ini. Nikmati setiap momennya, dan gue ikut berbahagia buat lo dan Dewi." Kata-kata itu meluncur manis ke udara namun pahit dilidah Khika. Tapi dia tersenyum.

Gerald menepuk pundak Khika dua kali. "Jangan rebutan sama Dewi ya, sekarang harus bagi-bagi si ganteng ini ... dan Ka, mulai saat ini kayaknya gue nggak bisa nganter lo pulang lagi. Lo ngerti kan?"

Ini dia, jarak ini yang Khika benci, namun lagi-lagi Khika tersenyum. "Yaiyalah, kepedean banget sih. Lagian gue nggak pernah minta anter kecuali lo yang ngajak karena searah. Yang penting pajaknya ya, jangan lupa!"

"Iyeee dasar matre!"

Khika mendengus pura-pura kesal kemudian tersenyum lagi. "Eh, itu rambut kenapa pada pake gel segala? Gue aja sampe bawain gel buat Udin."

"Ini?" Gerald menunjuk rambutnya. "Ini seru-seruan menyambut murid baru yang mulus dan sekseh."

Khika menggeleng. "Looo yaaaaa, gue bilangin Dewi baru tau rasa." Bersamaan dengan ucapan itu Dewi muncul dari jauh hendak ke kelas. Khika langsung memanggilnya. "Dewiiiii ini Gerald mau godain anak baru niiiih."

"Ebuset kompor lo Ka ... Bye ah!" Mereka tertawa lagi walau tersimpan ketir namun Khika hargai momen ini. Dan sosok Dewi pum mendekat menyita seluruh perhatian Gerald. Cowok itu pamit meninggalkan Khika dan segala rasanya. Diam-diam Khika mengucapkan selamat tinggal dipunggung itu melalui senyuman.

Dan sepasang mata memperhatikan lekat setiap peristiwa yang terjadi antara dua manusia yang berada dilantai dua dari lobby sambil menunggu. Dia paham apa yang terjadi tanpa perlu bertanya. Raut gadis itu memperjelas semuanya.

"Alvino..." Suara Pak Maman memecah perhatiannya.

"Iya pak,"

"Celo.. apa Klo dibacanya? Namanya bule bener, kamu bule ya?" tanya Pak Maman membaca sebuah catatan yang dijauhkan karena Pak Maman sudah mulai rabun jauh.

                                                        🍀🍀🍀

"Teeet... teeet... teeeet...."

Mungkin kalo bel masuk punya hati, dia pasti bergembira sekali hari ini. Karena baru kali pertama surakan meriah ditujukan pada bel masuk semeriah saat bel pulang berbunyi. Dominan gauman para ganteng-ganteng mohak yang berkumandang. Helmi bahkan dengan polos bertepuk tangan kegirangan. Sedangkan Saepudin tetap pede dengan rambut kuncupnya. Suasana kelas jadi merah muda. Cuma Jonjon yang tak nampak batang hidungnya. Tumben.

Zahra teman sebangku sekaligus sahabatnya itu menyikut Khika. "Ini pada gila kali ya gara-gara murid baru doang."

"Tau sendiri Ra gimana sekolah kita kalo ada murid baru."

"Iya sih, gile emang ... oh iya, lo gimana Ka? Perasaan lo soal Gerald...."

"Jeblak!" Pintu terbuka tanpa ketukan memotong omongan Zahra. Kelakuan khas dari salah satu guru mereka Pak Maman. Rada nyeleneh dan terkenal suka nyelonong, ngakunya buat mergokin anak-anak yang nakal. Nyatanya memang sudah sifat. Pak Maman pun masuk.

Aba-aba hormat dan salam di lontarkan oleh Reza si ketua kelas. Dibalas Pak Maman dengan salam tanpa senyum.

"Anak-anak, hari ini saya akan perkenalkan murid baru pada kalian. Dia akan bergabung bersama untuk belajar di kelas ini dan saya harap bisa dianggap salah satu keluarga besar IPA tiga."

"Pasti pak!" celetuk Iwan semangat dari belakang.

"Masuk nak," aba-aba Pak Maman. Dan sebuah sosok masuk melangkah sambil nyengir kuda. Pak Maman geleng-geleng kepala. "Cepet jalannya Kang!" komentar Pak Maman galak.

Dia si Jony Jonpito yang kesiangan dan melangkah santai masuk ke kelas dengan rambut yang tanpa perubahan dan muka tak bermasalah. Rambut kribonya masih bertahan natural di atas kepalanya, berbeda dengan cowok-cowok yang lain, semua kompak pakai gel rambut dengan gaya mohak. Khika bersyukur, setidaknya masih ada orang waras di kelas ini, walaupun itu seorang Jonjon yang notabene biasanya lebih nggak waras dari yang lain. 

Langkah besar itupun masuk diiringi adegan slow motion di mata Khika. Dan satu sosok yang ditunggu pun sekarang telah berdiri di depan kelas dengan dihujani tatapan terperangah dari semua pasang mata dikelas.

Memang mulus sih tapi ternyata bukan rok mini yang mereka lihat. Celana panjang putih abu lah yang ia kenakan. Yang jelas nggak ada rambut panjang hitam yang indah, nggak ada senyum manis dari bibir merah yang terang. Yang ada malah rambut coklat brunette pendek dan bibir yang tak terburat senyum sedikit pun. Kontan riuh gunjingan wara wiri bergema disekitar kelas.

Zahra pun kontan menyikut lengan Khika terbawa suasana riuh. "Ganteng banget, Kaaa," desis Zahra terperangah.

Hanya Khika yang terdiam, hanya Khika yang tak berkata, tak juga berbisik, tak juga bergumam kata 'Wah' dengan panjang. Mata anak baru itu juga menatapnya sekilas namun beralih lagi tanpa peduli. Khika diam seribu kata dengan banyak maksud didalamnya. Karena dia ternyata.

"Ra, gawat, gue kenal dia...," gumam Khika terpanah.

"Serius?! Plis lah kenalin kenalin kenalin." Zahra mengguncang Khika berulang kali.

Dia ternyata adalah sumber petakanya kemarin. Cowok yang Khika sumpahi akan dia siram kecap kalau bertemu lagi.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status