Share

Bulan Madu 2

Pukul 15.00 Masih didalam pesawat.....

Piona terbangun dari tidurnya. Wajahnya terlihat kusut dengan selimut yang masih menempel dipahanya.

"Huaaammmmmmnnn."Piona menguap. Rasanya belum sadar dari tidur yang begitu lama.

"Kamu sudah bangun Piona?" Tanya Edwin masih membaca majalah style di pesawat itu.

"Kamu nggak tidur ? Kenapa mataku berat sekali? Bolehkah aku membuka pakaianku ? Kenapa rasanya gerah sekali ya Win?" Kata piona masih setengah membuka matanya dan mengibaskan bajunya serasa kepanasan.

Edwin terperanjat dan tercengang mendengar pertanyaan piona.

Buka baju?apakah ini efek ramuan itu jika digunakan wanita?

Piona melepas kancing atas dressnya dan terlihatlah belahan dadanya. Edwin spontan mengambil selimutnya dan menutupi dada Piona.

Gawat, kita masih di pesawat sayang. Kenapa efeknya bisa secepat ini?

"Edwin kenapa sangat gerah ?" kata Piona sambil melepas kancingnya lagi.

Edwin mulai panik, Edwin mendekap tubuh Piona itu menggunakan selimut.

"Sabar sebentar ya sayang,"Edwin menenangkan Piona.

Dari dekapan itu Piona melihat leher Edwin ada didepan matanya. Tanpa berfikir panjang Piona mengecupnya dengan liar, Edwin spontan terpaku ditempat dengan wajah begitu memerah, Edwin menahan gejolak yang ada didadanya. Edwin bingung bagaimana cara menghentikan kecupan itu. Sampai akhirnya Piona menarik wajah Edwin dan mengecup bibir Edwin lalu kembali tertidur seperti wanita yang sedang mabuk.

Melihat hal itu, Edwin meletakkan kepala Piona di pundaknya dan dengan hati- hati mencoba membetulkan kancing baju Piona yang hampir terbuka semua. Perasaannya tidak terkontrol ketika pemandangan itu ada didepan matanya, mencoba dengan segala cara untuk tidak tergoda. Sampai akhirnya Edwin menyelimuti Piona yang sangat lelap tertidur. Dengan lembut Edwin membelai rambut istrinya itu yang sudah nyaman didalam mimpinya. Suasana yang begitu nyaman di pesawat membuat Edwin juga ikut terlelap.

Waktu menunjukkan pukul 03.00 waktu AS. Pesawat mendarat di Bandara Internasional Los Angeles, Amerika serikat.

Piona dan Edwin terbangun dari tidur panjangnya dan mempersiapkan barang-barang yang dibawa untuk turun dari pesawat.

Mereka menuju pengambilan koper di Bagasi Bandara, melihat banyak sekali bule yang berlalu lalang di bandara tersebut. Suasana begitu ramai dan di penuhi dengan banyak orang dari seluruh penjuru negara. Piona sedikit merasa takut karena dirinya tidak pernah fasih berbahasa inggris.

"Edwin, bagaimana caranya aku berbicara bahasa inggris. Aku nggak ngerti?" Piona bertanya sambil menarik mantel Edwin di sebelahnya.

Edwin memeluk Piona dari arah belakang. 

"Itu gampang sayang, kamu nggak usah khawatir." Kata Edwin 

"Kalau aku nyasar gimana?" Kata Piona masih terus khawatir.

"Hemm aku sudah menambahkan aplikasi di hanphonemu. Itu pasti bisa membantu." Jelas Edwin.

"Terimakasih." Kata Piona.

"Ternyata kamu memang manja dan penurut. Entah mulai kapan kamu mulai seramah ini padaku?" Edwin tersenyum. 

"Hemmm, mungkin aku sudah mulai menyukaimu tapi aku masih belum mengerti bagaimana mencintai seseorang itu"

Kata Piona dengan polosnya.

"Aku yakin kamu pasti bisa mencintaiku."Kata Edwin.

Barang mereka sudah terlihat dan Edwin segera untuk mengambil koper mereka.

Mereka keluar dari pintu kedatangan. Banyak terlihat papan nama untuk menjemput tamu ataupun keluarga mereka, mereka yang hanya berdua di negara asing itu Juga akhirnya di jemput oleh staf tour bulan madu mereka.

mereka berjalan menuju papan nama yang bertuliskan 

"Loews Santa Monica : Mr. Edwin & Mrs Piona."

"Ini betul ya Mr Edwin & Mrs Piona?" Kata bule itu yang fasih menggunakan bahasa yang sama dengan Edwin dan Piona.

"Iya betul." Jawab Edwin.

"Mari masuk ke taxi kami di sebelah sana, koper dan semua barang biar saya yang membawakan."Kata bule itu mempersilahkan.

"Terimakasih" Piona menjawab dengan santun.

Mereka berdua saling merangkul dan menuju ke taxi.

Sepanjang perjalanan yang masih gelap karena waktu masih menunjukkan pukul 04.00 dini hari waktu setempat. Mereka menikmati perjalanan panjang itu dengan berbincang di dalam taxi.

"Kamu lelah Piona?" Tanya Edwin sambil membelai rambut istrinya itu.

"Aku merasa tubuhku lebih segar, dan tidak lelah sama sekali. Mungkin berkat minuman itu ?" Kata Piona menjelaskan.

Oh iya, aku lupa efek ramuan itu sudah hilang. Apa Piona sadar dengan yang dilakukanya dipesawat? Edwin penasaran.

"Sayang?" Panggil Edwin.

"Hemm..."Piona menoleh.

"Apa kamu tidak ingat yang kamu lakukan di pesawat? " Tanya Edwin.

Piona mencoba mengingat pelan-pelan apa yang terjadi di pesawat.

"Aku hanya mengingat terasa gerah saat aku bangun sore hari ketika di pesawat, lalu seperti bermimpi,"

Piona tiba- tiba berhenti dan mengingat kejadian itu saat dirinya membuka kancing dan mengecup leher dan bibir Edwin. Piona terdiam sejenak karena masih tidak bisa membedakan itu nyata atau mimpi, raut wajah Piona tiba-tiba memerah dan meremas kancing bajunya.

Edwin yang melihat hal itu menahan tawanya 

Sepertinya dia mulai ingat kejadian itu.

" Aku nggak ngerti, apa yang aku lakukan itu mimpi atau kenyataan tapi maafkan aku Edwin" Piona meminta maaf dan merasa sangat malu.

"Kenapa kamu meminta maaf?Aku nggak keberatan jika kamu melakukannya lagi." Kata Edwin lalu mengecup kening Piona.

Piona tersipu dan mencubit perut Edwin.

"Aww!kamu ini, sakit."Teriak Edwin memegangi perutnya.

"Habis kamu selalu saja monggodaku." Kata Piona manja dipelukan Edwin.

"Sebenarnya minuman itu ramuan yang diberikan papa untukku." Jelas Edwin.

Piona terkejut dan melepaskan pelukannya.

"Kamu serius!!Jangan-jangan itu?" Piona menebak ramuan itu.

Apa itu ramuan untuk membuatnya bergairah di ranjang ? Pikiran Piona kemana-mana.

Edwin menganggukan kepala seolah mengerti yang dipikirkan Piona.

"Lalu kenapa kamu bohong padaku ? Kamu bilang ini suplemen?" Piona memukul Edwin sangat marah.

Sepanjang jalan menuju kepenginapan, Piona memukul Edwin dan terus menyalahkannya dan tiba-tiba Piona terdiam.

"Sayang jangan marah lagi ya, Maafkan aku !Aku berencana jujur setelah turun dari pesawat karena aku juga bingung harus menjelaskannya bagaimana?" 

Piona masih diam dan terus diam.

Supir taxi yang menjemput mereka hanya tertawa kecil melihat pertengkaran mereka didalam taxi.

Sesampainya di penginapan.....

Mereka turun dari taxi, wajah geram yang terlihat di wajah Piona masih membuat Edwin kebingungan.

"Thank you sir." Kata Edwin sambil membawa kedua kopernya.

"Can I Help you, sir?"Seorang pelayan dari penginapan menawarkan bantuan untuk membawakan barang mereka.

"Yes, thanks." Kata Edwin.

Piona berjalan sendiri masuk ke loby penginapan, dia terus berjalan meninggalkan Edwin.

"Sayang tunggu!!" Kata Edwin yang mengejarnya.

Sampai di loby mereka bertemu dengan tour guide mereka. 

"Selamat pagi. "Kata pria bertubuh tinggi dengan wajah bule itu.

"Betul ini Mr Edwin dan Mrs Piona?" Tanya pria itu.

"Betul" Kata Edwin spontan menjawab.

"Saya Matew, saya akan menjadi tour guide selama anda berbulan madu disini. Kami ucapkan Selamat datang." Jelas pria itu.

"Kamu tidak menggunakan bahasa inggris?" tanya Piona dengan polosnya.

"Saya bisa beberapa bahasa Mrs Piona." Jawab tour guide itu.

"Baik Mr Edwin dan Mrs Piona. Saya antar ke kamar Anda. Silahkan!" Kata pria itu.

Mereka diantar kekamar penginapan. Piona masih ngambek dengan Edwin karena kejadian tadi. 

"Ini kamar anda Mr Edwin nomor 201, perjalanan pertama nanti kami akan antar ke sebuah pantai yang indah di Santa Monika. Mungkin sekitar pukul 10 perjalanan akan di mulai, untuk sarapan pagi hari ini akan di antar kekamar anda pukul 6 pagi ini Mr Edwin. Selamat menikmati waktunya. Jika ingin berkeliling di sekitar penginapan dipersilahkan sebelum perjalanan di mulai." Jelas Matew.

"Terimakasih."Kata Edwin.

Piona tiba-tiba merebut kunci dari tangan Edwin dan membuka kamar itu dengan segera.

Pria itu pergi meninggalkan mereka.

"Sayang! " Edwin mengejarnya masuk kedalam kamar.

Suasana masih terlihat memanas ketika Piona langsung terduduk di pinggir ranjang yang menghadap pemandangan taman di luar penginapan.

Edwin masih melihat istrinya itu dan mencari cara untuk menghiburnya. Setelah koper dan beberapa barang di letakkan di samping lemari. Edwin mendekati Piona

"Sayang, kamu masih marah?" Edwin memandang Piona sambil memeluknya dari belakang.

"Lepas Edwin!!" Piona meronta untuk dilepaskan pelukanya tapi Edwin tetap bertahan.

"Maaf, aku tidak menjelaskannya. Aku juga merasa malu sayang, papa memberikan ramuan itu untukku. Aku juga takut kamu berfikir macam-macam terhadapku,sungguh tidak ada terpikir di kepalaku untuk meminum ramuan itu. Tapi kamu terlanjur meminumnya." Jelas Edwin.

Piona meneteskan air mata dan terus mengusap dengan tangannya.

"Apa kamu tidak melihat betapa malunya aku setelah kamu baru memberitahuku tadi. Aku merasa bodoh Edwin." Pecah sudah tangisan piona.

Edwin membalikkan tubuh piona dan memeluk istrinya itu. Ketika tangisan itu mulai berhenti Edwin melepaskan pelukannya.

"Maafkan aku ya, aku janji tidak akan mengulanginya lagi." Jawab Edwin menenangkan.

Edwin mengusap mata Piona yang sembab.

"Sekarang jangan menangis lagi ya ?" 

Piona hanya menganggukkan kepala.

"Ayo, mana Pionaku yang cantik? Senyum!!" Edwin mencubit pipi piona.

Piona akhirnya tersenyum.

mereka akhirnya berbaikan, Piona beranjak dari ranjang menuju ke koper dan merapikannya ke dalam lemari.

"Mandilah dulu win! Aku akan menyiapkan bajumu." Kata Piona melihat Edwin masih terduduk sambil memainkan handphonenya.

"Ok, sayang." Kata Edwin beranjak menuju kamar mandi.

5 menit kemudian....

Edwin yang masih penuh sabun tiba-tiba mengintip dan memanggil istrinya.

"Piona sayang , ambilkan aku handuk!! Aku lupa membawanya di atas ranjang!"Kata Edwin.

"Iya, sebentar Win." Piona beranjak dari tempatnya untuk mengambilkan handuk.

Seperti biasa Piona malu untuk menatap suaminya itu. Yang pastinya sekarang tidak ada yang membalut tubuhnya.

Edwin terkikih geli melihat Piona memberikan handuk sambil menoleh ke arah yang lain.

"Kamu masih malu melihatku telanjang?" Tanya Edwin.

" Edwin, ambil handuknya!" Piona tidak sabar.

Edwin menerima handuk itu tapi menarik nya juga hingga Piona tertarik masuk kedalam kamar mandi bersama Edwin. Piona spontan berteriak - teriak melihat suaminya itu telanjang bulat.

"Sssttt, bukannya kamu sudah melihatnya?"

Kata Edwin sambil terus menggodanya.

"Tidak, tidak, tidak Edwin. Aku ingin keluar!" Piona masih berteriak sambil berbalik membelakangi Edwin.

Edwin yang cukup iseng melumuri Piona dengan busa sabun keseluruh tubuhnya yang masih berbusana. Edwin menariknya berbalik dan membuat Piona basah karena shower yang masih menyala. Edwin mendekap Piona yang masih meronta dan mencium bibirnya, suasana menjadi hening hanya terdengar gemericik air dari shower itu ketika Piona mengikuti ritme bibir Edwin yang seakan membuatnya menurut. Tangan Edwin menelusuri setiap kancing baju Piona satu demi satu terbuka...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status