Share

Khawatir

Hembusan nafas itu memburu sekali lagi, perlahan tapi pasti, menikmati ritme yang membuat mereka tidak sadarkan diri. Busana Piona terjatuh begitu saja seakan waktu membuat mereka terhanyut lagi dan lagi menikmati setiap air yang mengguyur sekujur tubuh mereka sampai akhirnya mereka menghabiskan waktu sejenak disana.

15 menit kemudian...

Mereka selesai mandi dan berpakaian.

Piona terdiam sejenak di depan kaca dan mulai berdandan memoles bagian mata dan alisnya kemudian bibirnya yang kecil itu.

Edwin mendekapnya dari belakang

"Sayang!" Edwin mulai manja dengan piona, sambil menciumi pipi istrinya itu.

"Edwin, berhenti untuk terus menciumku!"Seperti biasa nada jutek Piona selalu menghiasi hari-hari mereka.

"Akhirnya kita...."kata Edwin " Stop jangan bicara lagi!!" cegah Piona

" Aku suka Piona yang ketus dan jutek"Edwin mulai terlihat nggak jelas dihadapan Piona. Ekpresinya penuh dengan senyuman yang memiliki arti dan cuma Edwin yang tahu hal itu sambil terus mendekap istrinya itu.

"Ting tong," suara bel dari pintu berbunyi.

Edwin melepas pelukannya dan berjalan ke arah pintu...

Edwin membuka pintu...

"I'm sorry sir, this is your breakfast."Kata pelayan penginapan itu.

"Ok, thank you."Jawab Edwin singkat.

pelayan itu masuk kekamar sambil menggeret kereta berisi beberapa hidangan.

Meja makan di kamar itu di desain untuk berdua dan minimalis terletak di bagian pojok kiri ruangan itu. lima menit berlalu pelayan itu keluar dari kamar dan Edwin menyelipkan tip di sela-sela piring yang dibawa pelayan itu.

Edwin menutup pintu kamar itu 

Waktu menunjukan pukul 06.00.

Edwin dan Piona duduk dimeja makan bersiap untuk sarapan sambil menghadap ke jendela kaca yang menampilkan keindahan taman di Santa Monika. Mereka menikmati makanan yang tersedia di meja makan.

"Bisa kamu suapi aku kentang goreng itu!!" Kata Edwin dengan tatapan manjanya.

"Kamu bisa mengambilnya sendiri Win."Jawab Piona seakan tidak mau peka dengan permintaan Edwin.

"Aku mau kamu yang suapi aku!!" Edwin merengek seperti anak kecil.

Piona yang masih dengan gaya juteknya, akhirnya menurut, mengambil garbu dan menancapkan ke kentang itu lalu memasukkan ke mulut Edwin.

"Nyammmmnnnn, gitu dong!" Edwin tertawa ceria dan mengelus perutnya yang telranjur penuh dengan makanan dipagi hari.

Aneh, Edwin jadi semakin manja. Semakin hari dia semakin berani dan selalu melakukan hal yang tidak terduga. Aku selalu diperdaya dan terpedaya olehnya, Piona menggelengkan kepalanya sambil meneruskan makan paginya.

Edwin yang selesai duluan pindah duduk di ranjang sambil menyalakan Tv. Piona pun selesai menyantap sarapan paginya menyusul Edwin untuk ikut menonton tv. Waktu yang masih pagi membuat suasana masih terlihat segar tapi entah mengapa mata Edwin tidak bisa berkrompomi, dia tertidur lelap seketika dalam hitungan menit.

Dasar anak ini, dia selalu mudah untuk tidur, Batin Piona.

Piona yang bosan dengan suasana kamar akhirnya berfikir untuk berjalan-jalan di sekitar penginapan. Pelan-pelan Piona turun dari ranjang mengambil dompet dan hanphonenya lalu perlahan berjalan menuju pintu dan keluar. Piona menelusuri lorong - lorong yang berjajar banyak kamar.

Sampai akhirnya bertemu dengan sebuah lift besar yang transparan di ujung lorong sebelah kiri. Piona naik ke lantai paling atas di penginapan itu dan ternyata ada sebuah kolam renang dengan taman buatan yang cantik. Piona memesan lemon tea kepada salah satu pelayan. karena Piona sama sekali tidak bisa berbahasa inggris, Piona menggunakan aplikasi yang didownload Edwin untuknya.

"Aku mau pesan lemon tea." piona berbicara di aplikasinya dan spontan diterjemahkan dalam bahasa inggris.

Pelayan yang mendengarkan sudah mengerti yang dimaksud oleh Piona.

"Please, wait a minute, Mrs Piona!" kata pelayan itu.

Sambil menunggu minumanya, Piona bersantai di kursi panjang dekat kolam renang sambil menyaksikan beberapa anak kecil dan banyak orang berenang di kolam renang itu.

Suasananya cukup menyenangkan, Kata Piona sambil mengambil majalah disampingnya.

Pukul 07.00.

Edwin mulai terbangun dari tidurnya....

"Piona bisa ambilkan aku minum!"Kata Edwin sambil mengusap matanya yang belum bisa terbuka.

Namun ditempat itu sama sekali tidak ada yang menyaut. Edwin terkejut lalu duduk dan melihat di sekelilingnya tapi Piona tidak ada didepan matanya, Edwin mulai kebingungan dia membuka pintu kamar mandi dan Piona juga tidak ada disana. Tanpa berfikir panjang dia keluar dengan segera dan berlari tanpa tujuan, hatinya mulai khawatir. Edwin menuju ke resepsionis untuk menanyakan keberadaan Piona tapi nihil, tidak ada yang melihatnya.

'Piona kamu dimana? Kenapa kamu tidak memberi kabar?' Edwin mencari handphonenya disaku celananya.

"Ahh sial! hpku ketinggalan di kamar." 

Edwin terus berlari menelusuri setiap ruangan dan taman. Sampai akhirnya dia naik kelantai atas tempat dimana ada kolam renang.

Edwin keluar dari lift dan berlari melihat ke area kolam renang yang sangat ramai itu. matanya terus mencari dan nafasnya semakin terengah- engah.

"Excuseme!" Edwin mencoba mencari ruang untuk berjalan.

Tiba-tiba dia menemukan Piona sedang duduk sambil menikmati lemon teanya. Edwin berhenti mencoba mengatur nafasnya. Lalu 

Edwin tertatih-tatih mendekati Piona dan memeluknya.

"Tolong jangan kamu ulangi lagi hal ini Piona!! Aku bisa mati karena khawatir."

Piona yang terkejut dengan pelukan itu masih tidak paham apa yang di maksud Edwin. Edwin melepaskan pelukkannya dan mencoba mengatur debaran jantungnya yang berlari kencang. 

Edwin berlari? tanpa alas kaki dan wajahnya terlihat lelah? Apa dia ? Piona mulai mengerti.

"Apa kamu mencariku Win?"Tanya Piona tanpa rasa berdosa.

"Siapa lagi yang harus kucari? Apakah aku harus mencari wanita lain? Bisa nggak jika ingin pergi, kamu memberitahuku? Kamu tahu aku berlari menyusuri seluruh penginapan untuk mencarimu? Kamu bilang sendiri kamu nggak ngerti bahasa inggris?Kamu juga bilang kamu takut nyasar? Kamu benar-benar tega piona? Apa kamu tidak bisa mengirimkan aku pesan ?apa kamu sama sekali tidak memikirkan perasaanku?" Jelas Edwin

Wajahnya memerah dan sangat marah, penuh dengan emosi dan rasa khawatir. Untuk pertama kalinya dari bertahun-tahun yang lalu Edwin menampakkan kemarahanya. Tapi kali ini kemarahanya itu tidak membuat Piona takut. Piona memandang wajah nya dan mengusap keringat didahinya. Piona memeluknya lagi, tanpa sadar hatinya tersentuh mencoba menenangkan emosi itu didalam pelukkanya.

Aku nggak tahu kamu akan sekhawatir itu, ternyata kamu begitu menyayangiku sampai seperti ini?Gumam Piona dalam hati.

"Maaf Win, maafkan aku! Aku keterlaluan hingga aku membuatmu khawatir seperti ini. Aku hanya bosan dikamar, Aku tahu aku salah. Aku janji tidak akan mengulanginya. Maaf!" Piona membelai kepala Edwin dengan lembut.

Edwin terdiam dan memeluknya juga

"Kuharap kamu menepatinya Piona. " Kata Edwin yang emosinya mulai mereda.

Waktu sudah menunjukkan pukul 09.30 

"Sayang sepertinya kita harus bersiap untuk perjalanan pertama kita, ayo kita turun kebawah!"Kata Edwin sambil berdiri dan mengandeng tangan istrinya itu.

"Ayo sayang!"Kata Piona spontan.

Edwin terkejut mendengar hal itu. Edwin tersenyum dan semakin erat untuk menggenggam tangan Piona.

Mereka bersiap untuk berangkat ke Pantai Santa Monica. Cuaca hari itu begitu cerah Edwin dan Piona mengenakan kaca mata hitam mereka dan tak ketinggalan membawa kamera untuk mengabadikan moment disana.

"Silahkan Mr Edwin dan Mrs Piona untuk masuk ke dalam mobil!"Kata matew tour guide mereka.

Mereka berdua berangkat.

"Wn!" Panggil Piona.

"Ya," Edwin menjawabnya dengan singkat.

"Apakah dulu kamu pernah ketempat ini?" tanya Piona

"Hemm belum, aku jarang berekresasi ketempat seperti ini karena kuliahku padat. Kenapa syang ?" Jelas Edwin.

"Nggak kok, Mungkin, kamu pernah punya kenangan dengan mantanmu disini? "Kata Piona.

"Belum pernah Piona sayang. Baru kamu satu-satunya yang kesini bersamaku"Kata Edwin menenangkan Piona.

Akhirnya mereka sampai di pantai Santa Monica.

"Edwin ini indah sekali." Piona tiba-tiba melompat kegirangan setelah sampai di pantai

Edwin melihat Piona berlarian dan benar-benar bahagia pergi ke pantai, raut wajahnya yang ceria membuat Edwin semakin jatuh cinta.

Piona kamu selalu menarik dimataku, gumam edwin dalam hati.

Matahari hampir terik di siang hari itu. Edwin dan Piona menikmati hari pertama mereka di pantai sambil meminum es kelapa muda.

Piona yang terduduk disamping Edwin bersandar di pundaknya mencoba sedikit menutup matanya, menghirup udara yang terasa asin dan begitu menggelitik di hidungnya. Entah sejak kapan Piona begitu nyaman bersama dengan Edwin, Tubuhnya berbicara seakan ingin terus berada di disampingnya. Perhatian Edwin seperti terus mengalir dan membuatnya selalu tersentuh. Mungkin ini pertanda Cinta mulai tumbuh didalam hatinya.

Edwin pun tak pernah lepas untuk memperhatikan Piona, selalu merasa bersyukur dengan pernikahan yang tidak pernah dia duga. Terkadang takdir selalu tidak searah dengan kenyataan dan berujung pahit tapi kali ini takdir itu membawa kenyataan yang begitu manis.

Edwin tersenyum melihat Piona menutup matanya dan sangat menikmati hari itu, 

Waktu makan siang....

Edwin dan Piona diantar ke sebuah restoran tidak jauh dari Pantai Santa Monica.

Menu telah disiapkan untuk paket makan siang mereka dari ikan, sayuran segar, jus buah sampai menu pencuci mulut yang tersedia di meja.

"Wahhh, menunya membuat selera makanku meningkat."Kata Piona yang sudah kelaparan sejak tadi.

"Ekspresimu seperti belum pernah menyantap makanan seperti ini?"Kata Edwin sambil duduk dan bersiap untuk menyantap makanan.

"Inilah ekspresi wanita yang lapar."Kata Piona sambil bergegas mengambil piring dan sendok untuk segera menyantap hidangan dimeja.

Mereka berdua menyantap hidangan dengan begitu lahap, perlahan hidangan diatas meja mulai ludes dan hanya tersisa tulang-tulang ikan yang berserakan di atas piring.

Melihat Piona yang bersemangat makan membuat Edwin ingin tertawa karena mulutnya sudah hampir belepotan dengan cipratan minyak yang terkandung pada ikan.

Edwin menggelengkan kepalanya sambil menghabiskan sisa makanan di piringnya.

Beberapa menit kemudian terlihat seorang wanita turun dari sebuah mobil mewah, wajahnya bukan bule dan terlihat sama seperti Piona dan Edwin. Kilau rambut pirangnya dan tubuhnya yang tinggi memperlihatkan betapa anggunnya wanita itu. Piona yang masih serius menghabiskan makanannya tidak sadar jika wanita itu perlahan mendekat menghampiri Edwin. Edwin terkejut ketika seorang wanita menepuk pundaknya 

"Lusi? apa kabar ?" Edwin berdiri dari tempat duduknya dan memeluk wanita itu.

Piona menoleh kearah wanita itu dan tiba-tiba tersedak saat melihat mereka saling berpelukan. Wajah Piona terlihat sangat kacau tanganya mencoba merapikan mulutnya yang belepotan dengan tisu yang tersedia diatas meja. Perasaannya semakin tidak karuan ketika Edwin dan wanita itu terlihat sangat akrap dan berpindah ke meja lain. Bahkan Edwin sama sekali tidak memperhatikanya ketika dirinya tersedak.

Wanita itu memperlihatkan tatapan yang tidak bersahabat dengan Piona seolah merasa menang karena Edwin lebih memperhatikanya.

Piona meninggalkan meja berlari kecil menuju ke toilet di restoran itu. Entah apa yang sebenarnya dirasakanya saat itu tapi seperti ada yang menahan paru-parunya untuk bernafas dan rasanya jantung itu ingin sekali berhenti berdetak. langkah kakinya berulang kali menabrak kaki meja yang dilewatinya tapi piona tidak menggubris rasa sakit di kakinya itu. 

Sesampainya dikamar mandi.

Piona terus memandang ke kaca, banyak pertanyaan bersarang di kepalanya.

Siapa wanita itu? Apakah mantan pacarnya? Atau teman saat kuliah?kenapa mereka begitu akrap? Kenapa Edwin tiba-tiba tidak peduli padaku? 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status