Alice mendatangai Cyber Police dengan ditemani Viona, saat sampai di gedung itu Alice telah disambut dengan seseorang yang ternyata sudah menunggunya sedari tadi.
"Dokter Alice, apa Kabar?" sapa pria tersebut dengan lesung pipinya yang membuat pria itu semakin tampan.
"Hallo Ronald." sapa Alice sambil melambaikan tangan dan tersenyum bahagia.
"Dimana komandan anda yang galak itu?" Tanya Alice setengah berbisik sambil menampakan wajah jahilnya, kemudian ia melihat ke arah sudut gedung yang adalah ruangan kepala Cyber Police tersebut.
"Komandan lagi keluar. Tunggulah disini, sebentar lagi mungkin beliau akan kembali." Kata Ronald.
"Oh ya, perkenalkan dia adalah sahabatku Viona, dan Viona perkenalkan ini Ronald." Kata Alice kemudian memperkenalkan keduanya.
Disaat bersamaan, masuklah ke empat teman Ronald, yang adalah anggota Cyber Police. Ronald lalu memperkenalkan keempat temannya tersebut pada Alice dan Viona. Mereka adalah Ricky, Jhordy, Achmed dan George.
Divisi Cyber Police mempunyai beberapa kelompok yang sengaja dibagi untuk memecahkan kasus-kasus yang dimiliki, mereka berlima merupakan satu tim yang dibentuk Azka sekitar 2 tahun yang lalu dan diberi nama Cyber Five.
...
Alice dan Viona masih menunggu kedatangan kepala Cyber Police tersebut saat akhirnya ponsel Alice berdering, ada panggilan dari Zr. Ezra yang adalah kepala ruangan Rawat Inap Rumah Sakit Elinton.
"Selamat siang dokter Alice, maaf mengganggu. Saya ingin memberitahu jika pasien atas nama Tn.Alfred sudah kami pulangkan. Namun beliau menitip sebuah pesan untuk anda." Kata suara diseberang.
"Baiklah, saya akan ke Rumah Sakit sebentar lagi, kebetulan hari ini saya dinas siang." Kata dokter Alice kemudian.
"Hhmp, dokter... Sebenarnya saya ingin mengatakan bahwa sebaiknya dokter tidak ke Rumah Sakit hari ini, karena begitu banyak wartawan di halaman Rumah Sakit yang sedang menunggu kedatangan anda dokter." Suster Ezra berbicara sambil berbisik.
"Apa?? Wartawan??" Alice cukup kaget mendengar penjelasan suster Ezra, beliau mengatakan wartawan menginginkan klarifikasi dari dokter Alice tentang penyebab kematian Caroline Williams.
Alice menutup ponselnya, dari wajahnya tergambar jelas bahwa saat ini dia sedang panik dan gelisah. Ia tak tahu apa yang harus diperbuatnya. Saat kepanikan itu muncul, sekali lagi ponselnya berdering. Wajah Alice tampak sangat terkejut, kali ini yang menelponnya adalah direktur Rumah Sakit Elinton. Disaat yang bersamaan tampak wajah yang tak asing bagi Alice telah berdiri dihadapannya, Azka tersenyum manis lalu dengan tenang mempersilahkan Alice untuk menjawab telepon itu dengan bahasa tubuhnya.
"Selamat pagi pak" kata Alice tenang.
"Selamat pagi dokter Alice. Keributan apa lagi yang anda perbuat?? Halaman rumah sakit dipenuhi oleh para wartawan." terdengar suara diseberang.
"Bapak saya bisa menjelaskan semuanya, Pak" kata Alice dengan sedikit gugup.
"Sekarang!! Saya mau sekarang juga kamu menghadap keruangan saya." Kata suara itu, lalu ponselnya dimatikan.
Alice bergantian memandang ke arah Viona dan Azka seperti memohon belas kasihan.
"Kita bisa keruangan saya sekarang!!" Kata Azka kepada dua wanita tersebut.
Alice bukannya bangkit dari tempat duduk itu, dia malah seperti seseorang yang berharap belas kasihan.
"Apa yang harus saya perbuat?" kata Alice setengah memohon pada Azka.
"Kita ke ruangan saya dulu, anda bisa menjelaskan semuanya di dalam ruangan dan setiap pernyataan anda akan saya catat." kata Azka kemudian sambil berjalan ke ruangannya.
Alice dan Viona mengikuti lelaki itu, sesampainya di ruangan Alice menceritakan semuanya sesuai dengan cerita aslinya, mulai dari keadaan Caroline Williams saat datang di RS sampai hasil visumnya, wanita itu yakin jika Caroline Williams dibunuh, namun soal kehamilan gadis cantik itu, Alice meyakinkan bahwa gadis itu tidak dalam kondisi hamil.
"Saya yakin dia tidak hamil, saat saya visum ada bekas darah di vaginanya, itu bukan perdarahan melainkan itu adalah darah ketika seorang wanita baru pertama kali melakukan hubungan sex. Robekan pada selaput vaginanya itu yang membuat vaginanya berdarah. Saya yakin sebelum dibunuh Caroline lebih dulu diperkosa." kata Alice dengan yakinnya.
"Baiklah, pernyataan anda telah saya catat. Untuk gugatan pencemaran nama baik ini, akan tetap kami proses. Jika itu bukan artikel tulisan anda, anda tidak perlu khawatir dokter Alice. Sebaiknya jika anda ada waktu, anda boleh menemui keluarga Caroline Williams untuk menjelaskan semuanya." Kata Azka kemudian dengan senyum manisnya.
Alice dan Viona sama-sama merasakan kehangatan dari senyum manis pria tampan tersebut. Untuk sekian lama, akhirnya Viona kembali merasakan hal itu. Hanya dari kehangatan senyum manis seorang Azka Camerlo, akhirnya Viona Rahaya kembali jatuh cinta.
Viona bergegas ke kantornya karena ada panggilan mendadak. Ia tidak bisa menemani Alice pergi ke Rumah Sakit Elinton.
Sesampainya di Rumah Sakit, Alice disuguhkan dengan pemandangan yang luar biasa, lautan wartawan memenuhi halaman Rumah Sakit itu.
Alice menutup kepala dan wajahya dengan pasminah dan memakai kacamata hitam agar tidak dikenali oleh para wartawan itu, namun penyamarannya tidak berhasil. Saat Alice turun dari taksi para wartawan itu langsung menyerbunya. Alice menjadi bingung dan hanya berdiri mematung ditengah kerumunan para wartawan yang menghujaninya dengan beribu pertanyaan. Security sudah berusaha untuk menghalau para wartawan itu, namun tetap saja tak bisa. Sampai akhirnya entah dari mana datangnya mukjizat Tuhan, seseorang datang menghampiri wanita yang hanya berdiri mematung ditengah kerumunan wartawan itu dan menghalau kerumunan semuanya. Sosok itu lalu merangkulnya dan membawanya masuk kedalam gedung Rumah Sakit.
"Ronald" Alice begitu terkesima melihat sosok gagah yang melindunginya itu. Yang dipanggil namanya itu hanya terdiam saja sambil tersenyum manis dengan lesung pipinya yang mempesona.
"Terimakasih" ujar Alice kemudian.
"Baiklah, sepertinya untuk saat ini dokter sudah aman, mereka tidak mungkin masuk sampai ke dalam gedung. Kalau begitu saya pamit kembali ke kantor, kalau ada sesuatu anda bisa menghubungi saya." kata pria itu lalu beranjak pergi.
"Tunggu!!" teriak Alice "Bagaimana saya bisa menghubungi anda tuan polisi?" Tanya Alice kemudian sambil menunjukan ponsel di tangannya.
Pria itu lalu berjalan kembali ke arah Alice, ia meraih tangan Alice yang sedang memegang ponselnya, setelah mengambil ponsel Alice ia kemudian memasukan nomor ke dalam ponsel tersebut. "Ini nomor handphone saya, sewaktu-waktu mungkin akan berguna untuk anda, dokter." Kata pria tampan itu sekali lagi dengan senyum menawannya, kemudian pergi dari gedung itu.
Alice masih saja memperhatikan pria itu dari balik pintu kaca yang menghalanginya. Dia cukup terpesona dan terlena dengan sosok pria tampan yang entah sejak kapan mengikutinya dan akhirnya menolongnya dalam keadaan seperti tadi, Alice baru tersadar dari lamunannya saat seseorang menegurnya dengan sebuah sindiran.
"Oh, jadi anda lah dokter yang jadi perbincangan utama saat ini?" terdengar suara seseorang yang cukup dikenalinya.
"Bapak direktur" ucap Alice pelan sambil menundukkan kepalanya.
"Kamu senang dengan pemandangan seperti ini? Seumur hidup saya memimpin Rumah Sakit ini, baru pertama kali Rumah Sakit Elinton masuk jajaran Rumah Sakit yang namanya digaris merahkan karena sosok dokter yang tidak bekerja dengan profesional" ucapan direktur itu seakan menusuk jantung Alice. Namun dia tak dapat berbuat apapun, dia hanya menunduk dan rasanya tangisnya akan siap meledak.
"Ikut saya ke ruangan saya." Ujar direktur RS itu dengan tegas.
...
Alice duduk di meja kerjanya sambil memandangi surat yang yang dipegangnya saat ini. Air matanya mengalir namun suara tangisannya tak terdengar. Rasa sesak di dadanya membuatnya ingin berteriak, namun semuanya itu ditahannya. Semua yang terjadi saat ini, benar-benar tidak bisa dia pahami dan prediksikan, semuanya hancur hanya dalam kurung waktu 3 hari sejak malam dimana ia memeriksa jasad Caroline Williams.
"Selama ini saya mempertahankan kamu tetap bekerja di Rumah Sakit ini karena ayahmu adalah teman lamaku. Saya sering mendapat keluhan dari rekan sesama dokter jika kamu kurang profesional dalam bekerja, tapi saya berpikir kalau ini bisa di rubah perlahan-lahan, namun untuk kali ini tidak bisa di tolerir lagi dokter Alice. Hari ini saya terpaksa mengeluarkan surat pemberhentian hubungan kerja dengan anda. Saya tidak bisa lagi mempekerjakan anda sebagai dokter di Rumah Sakit ini." Kata-kata direktur tadi masih terngiang jelas di telinga Alice.
"Kurang profesional bagaimana pak?" Alice sempat menanyakan pertanyaan ini tadi. Dan jawabannya sungguh menohok hatinya. "Tanya sendiri pada dirimu Alice!! Tidak sopan, tidak ramah pada senior, bercanda, tertawa tanpa etika, berjalan dengan sombong, membayar tagihan pasien dengan gajimu, memprotes terapi yang sudah diberikan dokter lain. Oke di depan perawat dan pasien namamu naik, tapi di rekan sesama dokter mereka tidak suka sikap naifmu tersebut dokter Alice. Dan sekarang, memprotes kinerja polisi, membuat artikel tentang rekam medis pasien, dan membuat wartawan seperti semut yang mengerumuni gula. Itu adalah beberapa hal ketidak profesionalanmu dokter Alice."
Alice mencoba menguasai dirinya dan mencoba untuk tenang. Disapu air mata yang sempat menetes di pipinya dan kemudian ia mulai memasukan beberapa berkas dan barang-barang miliknya ke dalam kardus untuk di bawa pulang. Beberapa perawat tampak sedih melihat keadaan dokter Alice, namun rekan sesama dokternya yang lain tampak tertawa diatas penderitaannya.
Alice akan bergegas menuju pintu keluar, namun ia ingat ada satu hal yang ia lupakan, ia kembali ke dalam ruangan kerjanya dan mengambil hasil visum atas nama Caroline Williams, ia tahu ini adalah pelanggaran kode etik, namun ia tidak peduli dengan itu. Setelah berhasil mendapatkan apa yang dia cari, ia lalu bergegas ke ruang perawatan pria lantai 6 untuk menemui suster Ezra untuk mengambil pesanan yang dititipkan Tn.Alfred padanya.
Alice yakin jika suatu saat ia akan membersihkan nama baiknya dan membuktikan kebenaran yang sebenarnya. Nanti jika semua sudah terkuak, mereka akan sadar jika profesionalisme tidak hanya diukur dengan kepribadian seseorang.
Alice tidak menyangka jika nomor telepon yang diberikan Ronald tadi merupakan salah satu keberuntungan lain untuknya hari ini. Saat akan keluar gedung, Alice melihat lautan wartawan itu belum juga beranjak dari halaman gedung Rumah Sakit itu. Pasti salah satu keadaan ini yang membuat direktur Rumah Sakit begitu gusar ingin cepat-cepat mendepak Alice dari Rumah Sakit ini, pikir Alice dalam benaknya.Alice lalu menekan tombol 'call' pada ponselnya."Hallo" sapa suara diseberang sana."Ronald, bisakah sekali lagi kau menolongku hari ini" Pinta Alice dengan setengah manja."Siap tuan Putri" Jawab suara diseberang, lalu ponsel dimatikan.Alice belum mengatakan maksudnya namun teleponnya telah diputuskan sepihak oleh lelaki diseberang sana, Alice mencoba menelepon lelaki tadi, namun teleponnya tidak dijawab. Alice akan meredial kembali nomor tersebut saat seseorang berseragam tiba di depan pintu kaca itu dengan menggunakan motor Kawasaki ninja.Pria itu
Saat Alice dilanda dilema dengan masalahnya saat ini, Viona tampak berbahagia, ia tampak sedang melamun dan sesekali tersenyum sendiri. Viona mengingat tentang senyum manis nan menawan yang di perlihatkan lelaki berseragam tadi, wanita itu seakan ingin mengakhiri kebekuan dari hatinya. Viona membayangkan pertemuan pertamanya dengan lelaki itu, membayangkan senyum manis yang terasa menghangatkan jiwanya yang dingin, ia mengingat tatapan mata yang terpancar dari bola mata pria itu, saat ia melepaskan kacamatanya dan pandangan mereka bertemu. Viona merasakan sesuatu hal yang tampak berbeda dari pria itu. Suaranya dan cara bicaranya yang terdengar begitu sopan namun tegas, ia mulai terpikat oleh lelaki yang baru saja dikenalnya itu.Setelah sekian lama sendiri dalam kesepian semenjak sosok yang sangat dicintainya pergi meninggalkannya, kini ia kembali merasakan getaran itu. Perasaan yang sama namun dengan orang yang berbeda, Viona mulai menikmati debaran jantung yang terasa cepat
Viona memarkirkan mobilnya di basement dan dengan wajah yang berseri ingin segara bertemu dengan sahabatnya itu. Dia ingin menceritakan dua kabar bahagia yang sejak tadi ingin disampaikannya pada sahabatnya itu. Kabar pertama dia ingin bercerita kalau dia menyukai seseorang dan kabar kedua adalah dia tahu sedikit tentang misteri kematian Caroline Williams. Jarum jam menunjukan pukul 23.20, Viona terlambat pulang karena harus menginterogasi pasiennya yang tadi sempat tertidur pulas karena obat penenangnya, saat Tn. Alfred terbangun lagi barulah Viona mendapat sedikit lagi informasi yang akan dia beritahu pada sahabatnya Alice. Viona membuka pintu apartemen dan tercium aroma menyengat yang datang dari dalam ruangan apartemen itu. Viona hafal betul jika itu bau minuman beralkohol, dan ternyata dugaannya benar.Viona yang awalnya ceria, tiba-tiba wajahnya berubah menjadi sangat kesal, dia tampak gusar. Bagaimana tidak, ruangan yang tadi saat mereka tinggali begitu rapih dan bersih
Konferensi pers yang di lakukan Alice di Hall of Cyber Police menyatakan bahwa bukan dirinya yang membuat Artikel tentang kematian Caroline Williams tersebut, Alice mengatakan bahwa Caroline Williams meninggal tidak dalam keadaan hamil. Ia kemudian menyatakan bahwa dirinya siap menjadi saksi untuk kasus kematian gadis muda tersebut, asal keluarga Caroline Williams mau membuka kembali kasus ini.Konferensi pers yang disiarkan secara langsung itu dihadiri oleh banyak wartawan, wartawan yang sempat membanjiri Rumah Sakit Elinton dihari Alice diberhentikan dari tempat kerjanya itu, kini mereka baralih untuk meliput pernyataan yang dibuat Alice di Hall of Cyber Police, hampir semua stasiun TV menyiarkan koferensi pers itu secara langsung.Pernyataan Alice itu, membuat seorang pria di suatu tempat tampak gusar. Ia memanggil asisten nya dengan suara keras, lalu asistennya tersebut muncul dihadapannya."Apa yang harus kita lakukan sekarang? Jika dokter muda it
Mereka berempat duduk di sebuah cafe di pinggir pantai, tampak Alice, Azka dan Ronald mendengarkan cerita yang disampaikan Richard dengan seksama."Caroline gadis yang sangat baik, dia manja periang dan begitu ramah serta murah senyum kepada siapapun. Semenjak dia bekerja di agensi milik ayahku, aku sudah langsung jatuh hati padanya namun aku belum mengungkapkannya. Kedekatan kami berdua membuat kami menjadi perbincangan para model dan penata rias, awalnya Caroline tidak mempedulikan sindiran dan perkataan mereka, namun ntah mengapa dia lalu berubah menjadi gadis sombong dan menjadi tidak sopan. Ia tidak peduli dengan teman model atau seniornya, mungkin ia lelah karena selalu menjadi bahan cerita mereka. Mereka sering mengatakan bahwa dia seperti seorang gadis miskin yang mengharapkan pangeran gagah datang melamarnya. Namun kenyataan itu sungguh datang, suatu hari aku mengungkapkan perasaanku padanya. Media mengatakan dia menolakku lalu dia di depak dari agensi kami, lalu depr
Viona menyesali setiap tindakannya pada sahabatnya itu, kemudian dia berpikir untuk pergi ke apartemen Alice pagi ini, sekaligus dia akan memberitahukan sahabatnya itu kabar bahagia yang sejak kemarin ingin dia beritahu pada sahabatnya itu, sedangkan Alice pagi ini dirinya juga sudah bangun lebih awal agar dia bisa menemui Viona dulu di kantornya sebelum dia akan sibuk dengan segala hal hari ini.Alice sudah siap dan akan berangkat, ia sudah memesan taksi dan akan segera turun. Disaat bersamaan bel apartemennya berbunyi, Alice lalu membuka pintu apartemennya dan dia cukup terkejut melihat sosok yang datang menghampirinya pagi ini. "Azka, kau..." kata Alice, "Apa yang membuatmu kesini sepagi ini?" tanya Alice kemudian."Sepertinya kau membutuhkan tumpangan untuk perjalanan anda hari ini nona Valencia. Untuk itu aku datang untuk menawarkan tumpangan kepada anda nona." Kata lelaki itu seperti biasa sambil menampakan senyum manisnya.Alice hanya terkekeh "Aku sudah mem
Alice berlari dari gedung kantor Viona menuju tempat parkir masih dalam keadaan menangis. Wanita itu berusaha membuka pintu mobil Azka namun terkunci, dia menjadi kesal lalu kemudian bersandar pada mobil itu sambil menutupi wajahnya dengan kedua tangannya dan masih saja dengan menangis sesenggukan. Pria itu lalu datang menghampirinya, "Ini, hapus air matamu" kata pria itu sambil memberikan sebuah sapu tangan pada Alice. Alice lalu menoleh pada pria tersebut dengan tatapan yang penuh pertanyaan "Azka, apa benar kau menjadi seperhatian ini padaku karena kau menyukaiku?" Tanya wanita itu pada pria yang kini berada tepat di depannya. Pria itu lalu menganggukan kepalanya sembari berkata "Iya benar Alice, aku menyukaimu, bukan hanya suka tapi aku sadar jika aku jatuh cinta pada Anda dr.Alice Valencia!" ujar pria itu dengan tegasnya.Alice lalu menggelengkan kepalanya "Ini tidak benar pak polisi, anda seharusnya tidak seperti ini." Kata Alice pada lelaki itu lalu ia hend
Viona masuk ke dalam apartemen dengan tergesa-gesa, matanya liar kesetiap sudut ruangan, dia tak mendapati Alice di ruang tamu maupun dapur, ia lalu bergegas menuju kamar, benar saja orang yang dicarinya sedang terduduk disudut kamar sambil menangis sesenggukan, ditangan kanannya tergenggam sebuah pisau. Viona bergegas kearah sahabatnya itu sembari memanggilnya lembut "Alice"Alice memalingkan wajahnya pada suara yang memanggilnya tersebut "Vio" ujar Alice perlahan, "Maafkan aku Vio" katanya kemudian diikuti tangan kanannya yang bergerak untuk mengiris pergelangan tangan kirinya. Namun gerakan tangan Alice tak secepat gerakan tangan Viona yang langsung dengan sergap menampar Alice hingga terjatuh, saat Alice terjatuh tangan Viona dengan cepat mengambil pisau itu dari tangan Alice "Apakah kau sudah gila perempuan bodoh?" ujar Viona dengan geramnya. "Jika kau merasa bersalah, seharusnya sekarang kau menebus semua kesalahan dan kebodohanmu itu!!" lanjut Viona kemudia