Share

Bab 6 Surat Pemberhentian

Alice mendatangai Cyber Police dengan ditemani Viona, saat sampai di gedung itu Alice telah disambut dengan seseorang yang ternyata sudah menunggunya sedari tadi.

"Dokter Alice, apa Kabar?" sapa pria tersebut dengan lesung pipinya yang membuat pria itu semakin tampan.

"Hallo Ronald." sapa Alice sambil melambaikan tangan dan tersenyum bahagia.

"Dimana komandan anda yang galak itu?" Tanya Alice setengah berbisik sambil menampakan wajah jahilnya, kemudian ia melihat ke arah sudut gedung yang adalah ruangan kepala Cyber Police tersebut.

"Komandan lagi keluar. Tunggulah disini, sebentar lagi mungkin beliau akan kembali." Kata Ronald.

"Oh ya, perkenalkan dia adalah sahabatku Viona, dan Viona perkenalkan ini Ronald." Kata Alice kemudian memperkenalkan keduanya.

Disaat bersamaan, masuklah ke empat teman Ronald, yang adalah anggota Cyber Police. Ronald lalu memperkenalkan keempat temannya tersebut pada Alice dan Viona. Mereka adalah Ricky, Jhordy, Achmed dan George.

Divisi Cyber Police mempunyai beberapa kelompok yang sengaja dibagi untuk memecahkan kasus-kasus yang dimiliki, mereka berlima merupakan satu tim yang dibentuk Azka sekitar 2 tahun yang lalu dan diberi nama Cyber Five.

...

Alice dan Viona masih menunggu kedatangan kepala Cyber Police tersebut saat akhirnya ponsel Alice berdering, ada panggilan dari Zr. Ezra yang adalah kepala ruangan Rawat Inap Rumah Sakit Elinton.

"Selamat siang dokter Alice, maaf mengganggu. Saya ingin memberitahu jika pasien atas nama Tn.Alfred sudah kami pulangkan. Namun beliau menitip sebuah pesan untuk anda." Kata suara diseberang.

"Baiklah, saya akan ke Rumah Sakit sebentar lagi, kebetulan hari ini saya dinas siang." Kata dokter Alice kemudian.

"Hhmp, dokter... Sebenarnya saya ingin mengatakan bahwa sebaiknya dokter tidak ke Rumah Sakit hari ini, karena begitu banyak wartawan di halaman Rumah Sakit yang sedang menunggu kedatangan anda dokter."    Suster Ezra berbicara sambil berbisik.

"Apa?? Wartawan??" Alice cukup kaget mendengar penjelasan suster Ezra, beliau mengatakan wartawan menginginkan klarifikasi dari dokter Alice tentang penyebab kematian Caroline Williams.

Alice menutup ponselnya, dari wajahnya tergambar jelas bahwa saat ini dia sedang panik dan gelisah. Ia tak tahu apa yang harus diperbuatnya. Saat kepanikan itu muncul, sekali lagi ponselnya berdering. Wajah Alice tampak sangat terkejut, kali ini yang menelponnya adalah direktur Rumah Sakit Elinton. Disaat yang bersamaan tampak wajah yang tak asing bagi Alice telah berdiri dihadapannya, Azka tersenyum manis lalu dengan tenang mempersilahkan Alice untuk menjawab telepon itu dengan bahasa tubuhnya.

"Selamat pagi pak" kata Alice tenang.

"Selamat pagi dokter Alice. Keributan apa lagi yang anda perbuat?? Halaman rumah sakit dipenuhi oleh para wartawan." terdengar suara diseberang.

"Bapak saya bisa menjelaskan semuanya, Pak" kata Alice dengan sedikit gugup.

"Sekarang!! Saya mau sekarang juga kamu menghadap keruangan saya." Kata suara itu, lalu ponselnya dimatikan.

Alice bergantian memandang ke arah Viona dan Azka seperti memohon belas kasihan.

"Kita bisa keruangan saya sekarang!!" Kata Azka kepada dua wanita tersebut.

Alice bukannya bangkit dari tempat duduk itu, dia malah seperti seseorang yang berharap belas kasihan.

"Apa yang harus saya perbuat?" kata Alice setengah memohon pada Azka.

"Kita ke ruangan saya dulu, anda bisa menjelaskan semuanya di dalam ruangan dan setiap pernyataan anda akan saya catat." kata Azka kemudian sambil berjalan ke ruangannya.

Alice dan Viona mengikuti lelaki itu, sesampainya di ruangan Alice menceritakan semuanya sesuai dengan cerita aslinya, mulai dari keadaan Caroline Williams saat datang di RS sampai hasil visumnya, wanita itu yakin jika Caroline Williams dibunuh, namun soal kehamilan gadis cantik itu, Alice meyakinkan bahwa gadis itu tidak dalam kondisi hamil.

"Saya yakin dia tidak hamil, saat saya visum ada bekas darah di vaginanya, itu bukan perdarahan melainkan itu adalah darah ketika seorang wanita baru pertama kali melakukan hubungan sex. Robekan pada selaput vaginanya itu yang membuat vaginanya berdarah. Saya yakin sebelum dibunuh Caroline lebih dulu diperkosa."    kata Alice dengan yakinnya.

"Baiklah, pernyataan anda telah saya catat. Untuk gugatan pencemaran nama baik ini, akan tetap kami proses. Jika itu bukan artikel tulisan anda, anda tidak perlu khawatir dokter Alice. Sebaiknya jika anda ada waktu, anda boleh menemui keluarga Caroline Williams untuk menjelaskan semuanya." Kata Azka kemudian dengan senyum manisnya.

Alice dan Viona sama-sama merasakan kehangatan dari senyum manis pria tampan tersebut. Untuk sekian lama, akhirnya Viona kembali merasakan hal itu. Hanya dari kehangatan senyum manis seorang Azka Camerlo, akhirnya Viona Rahaya kembali jatuh cinta.

Viona bergegas ke kantornya karena ada panggilan mendadak. Ia tidak bisa menemani Alice pergi ke Rumah Sakit Elinton.

Sesampainya di Rumah Sakit, Alice disuguhkan dengan pemandangan yang luar biasa, lautan wartawan memenuhi halaman Rumah Sakit itu.

Alice menutup kepala dan wajahya dengan pasminah dan memakai kacamata hitam agar tidak dikenali oleh para wartawan itu, namun penyamarannya tidak berhasil. Saat Alice turun dari taksi para wartawan itu langsung menyerbunya. Alice menjadi bingung dan hanya berdiri mematung ditengah kerumunan para wartawan yang menghujaninya dengan beribu pertanyaan. Security sudah berusaha untuk menghalau para wartawan itu, namun tetap saja tak bisa. Sampai akhirnya entah dari mana datangnya mukjizat Tuhan, seseorang datang menghampiri wanita yang hanya berdiri mematung ditengah kerumunan wartawan itu dan menghalau kerumunan semuanya. Sosok itu lalu merangkulnya dan membawanya masuk kedalam gedung Rumah Sakit.

"Ronald" Alice begitu terkesima melihat sosok gagah yang melindunginya itu. Yang dipanggil namanya itu hanya terdiam saja sambil tersenyum manis dengan lesung pipinya yang mempesona.

"Terimakasih" ujar Alice kemudian.

"Baiklah, sepertinya untuk saat ini dokter sudah aman, mereka tidak mungkin masuk sampai ke dalam gedung. Kalau begitu saya pamit kembali ke kantor, kalau ada sesuatu anda bisa menghubungi saya." kata pria itu lalu beranjak pergi.

"Tunggu!!" teriak Alice "Bagaimana saya bisa menghubungi anda tuan polisi?" Tanya Alice kemudian sambil menunjukan ponsel di tangannya.

Pria itu lalu berjalan kembali ke arah Alice, ia meraih tangan Alice yang sedang memegang ponselnya, setelah mengambil ponsel Alice ia kemudian memasukan nomor ke dalam ponsel tersebut. "Ini nomor handphone saya, sewaktu-waktu mungkin akan berguna untuk anda, dokter." Kata pria tampan itu sekali lagi dengan senyum menawannya, kemudian pergi dari gedung itu.

Alice masih saja memperhatikan pria itu dari balik pintu kaca yang menghalanginya. Dia cukup terpesona dan terlena dengan sosok pria tampan yang entah sejak kapan mengikutinya dan akhirnya menolongnya dalam keadaan seperti tadi, Alice baru tersadar dari lamunannya saat seseorang menegurnya dengan sebuah sindiran.

"Oh, jadi anda lah dokter yang jadi perbincangan utama saat ini?" terdengar suara seseorang yang cukup dikenalinya.

"Bapak direktur" ucap Alice pelan sambil menundukkan kepalanya.

"Kamu senang dengan pemandangan seperti ini? Seumur hidup saya memimpin Rumah Sakit ini, baru pertama kali Rumah Sakit Elinton masuk jajaran Rumah Sakit yang namanya digaris merahkan karena sosok dokter yang tidak bekerja dengan profesional" ucapan direktur itu seakan menusuk jantung Alice. Namun dia tak dapat berbuat apapun, dia hanya menunduk dan rasanya tangisnya akan siap meledak.

"Ikut saya ke ruangan saya." Ujar direktur RS itu dengan tegas.

...

Alice duduk di meja kerjanya sambil memandangi surat yang yang dipegangnya saat ini. Air matanya mengalir namun suara tangisannya tak terdengar. Rasa sesak di dadanya membuatnya ingin berteriak, namun semuanya itu ditahannya.     Semua yang terjadi saat ini, benar-benar tidak bisa dia pahami dan prediksikan, semuanya hancur hanya dalam kurung waktu 3 hari sejak malam dimana ia memeriksa jasad Caroline Williams.

"Selama ini saya mempertahankan kamu tetap bekerja di Rumah Sakit ini karena ayahmu adalah teman lamaku. Saya sering mendapat keluhan dari rekan sesama dokter jika kamu kurang profesional dalam bekerja, tapi saya berpikir kalau ini bisa di rubah perlahan-lahan, namun untuk kali ini tidak bisa di tolerir lagi dokter Alice. Hari ini saya terpaksa mengeluarkan surat pemberhentian hubungan kerja dengan anda. Saya tidak bisa lagi mempekerjakan anda sebagai dokter di Rumah Sakit ini." Kata-kata direktur tadi masih terngiang jelas di telinga Alice.

"Kurang profesional bagaimana pak?" Alice sempat menanyakan pertanyaan ini tadi. Dan jawabannya sungguh menohok hatinya. "Tanya sendiri pada dirimu Alice!! Tidak sopan, tidak ramah pada senior, bercanda, tertawa tanpa etika, berjalan dengan sombong, membayar tagihan pasien dengan gajimu, memprotes terapi yang sudah diberikan dokter lain. Oke di depan perawat dan pasien namamu naik, tapi di rekan sesama dokter mereka tidak suka sikap naifmu tersebut dokter Alice. Dan sekarang, memprotes kinerja polisi, membuat artikel tentang rekam medis pasien, dan membuat wartawan seperti semut yang mengerumuni gula. Itu adalah beberapa hal ketidak profesionalanmu dokter Alice."

Alice mencoba menguasai dirinya dan mencoba untuk tenang. Disapu air mata yang sempat menetes di pipinya dan kemudian    ia mulai memasukan beberapa berkas dan barang-barang miliknya ke dalam kardus untuk di bawa pulang. Beberapa perawat tampak sedih melihat keadaan dokter Alice, namun rekan sesama dokternya yang lain tampak tertawa diatas penderitaannya.

Alice akan bergegas menuju pintu keluar, namun ia ingat ada satu hal yang ia lupakan, ia kembali ke dalam ruangan kerjanya dan mengambil hasil visum atas nama Caroline Williams, ia tahu ini adalah pelanggaran kode etik, namun ia tidak peduli dengan itu. Setelah berhasil mendapatkan apa yang dia cari, ia lalu bergegas ke ruang perawatan pria lantai 6 untuk menemui suster Ezra untuk mengambil pesanan yang dititipkan Tn.Alfred padanya.

Alice yakin jika suatu saat ia akan membersihkan nama baiknya dan membuktikan kebenaran yang sebenarnya. Nanti jika semua sudah terkuak, mereka akan sadar jika profesionalisme tidak hanya diukur dengan kepribadian seseorang.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status