Share

Bab 7 Antara Cinta dan Duka

Alice tidak menyangka jika nomor telepon yang diberikan Ronald tadi merupakan salah satu keberuntungan lain untuknya hari ini. Saat akan keluar gedung, Alice melihat lautan wartawan itu belum juga beranjak dari halaman gedung Rumah Sakit itu. Pasti salah satu keadaan ini yang membuat direktur Rumah Sakit begitu gusar ingin cepat-cepat mendepak Alice dari Rumah Sakit ini, pikir Alice dalam benaknya.

Alice lalu menekan tombol 'call' pada ponselnya.

"Hallo" sapa suara diseberang sana.

"Ronald, bisakah sekali lagi kau menolongku hari ini" Pinta Alice dengan setengah manja.

"Siap tuan Putri" Jawab suara diseberang, lalu ponsel dimatikan.

Alice belum mengatakan maksudnya namun teleponnya telah diputuskan sepihak oleh lelaki diseberang sana, Alice mencoba menelepon lelaki tadi, namun teleponnya tidak dijawab. Alice akan meredial kembali nomor tersebut saat seseorang berseragam tiba di depan pintu kaca itu dengan menggunakan motor Kawasaki ninja.

Pria itu terlihat mengambil ponsel dari saku celananya dan ponsel Alice pun berdering.

"Keluarlah tuan Putri, kendaraan anda telah siap." Kata suara diseberang telepon, dan terlihat lelaki berseragam didepannya masih duduk santai diatas motornya, dan melambaikan tangan ke arah Alice.

Alice lalu tersenyum bahagia. Sebelum beranjak dari gedung itu, sekali lagi Alice membalikan tubuhnya dan memandang ke segala penjuru gedung Rumah Sakit itu. Tempat ia bekerja selama 7 tahun, tempat yang menyimpan begitu banyak kenangan dan proses hingga ia menjadi dokter yang cukup populer saat ini. Tempat ia mencari nafkah juga tempat ia berbagi ilmu dan kasih, akhirnya harus ia tinggalkan. Alice menghela nafas panjang lalu menghembuskannya dari mulutnya, lalu tersenyum dan pergi dari gedung itu.

Alice naik ke atas motor dengan secepat kilat lalu motor itupun melaju tanpa harus diberi aba-aba, mereka telah pergi dalam sekejap mata tanpa diketahui para wartawan itu.

...

"Kenapa kau membawa kardus itu, jika saja kardus itu tak ada diantara kita." Kata Ronald kemudian memecahkan kesunyian. Alice hanya tertawa mendengar candaan lelaki itu.

"Kau tahu, jika barang-barang yang ada di dalam kardus ini adalah setengah hidupku" kata Alice kemudian.

"Baiklah, jika itu adalah setengah hidup anda tuan putri, itu tidak menjadi masalah untukku, mungkin besok kita akan mengalami hari bersama diatas motor ini tanpa ada kardus-kardus lain yang menghalangi." Kata pria itu kemudian.

"Aku tidak mendengar omongan anda pak polisi, bisakah anda memelankan laju motor anda?" kata Alice pura-pura tak mendengar ucapan pria itu.

Lelaki itu lalu menepikan motornya, Alice lalu turun dari atas motor dan diikuti pria itu. Wanita itu tampak susah payah memegang kardus yang tadinya berada di pangkuannya. "Bisakah suatu hari nanti kita berkendara dengan kuda hitam ini tanpa ada kardus yang menghalangi?"    Tanya lelaki itu sambil mengambil kardus yang tampak berat di pegang oleh Alice dan menaruh kardus itu diatas motornya.

"Hahahaha, anda membuat hariku yang begitu penat ini menjadi lebih baik pak polisi." Kata Alice tanpa menjawab pertanyaan Ronald. Ronald menatap mata Alice, dalam dan penuh makna, Alice mencoba menghindari tatapan itu namun tangan Ronald begitu cepat memegang kepala Alice dan mengarahkan mata mereka hingga saling bertatapan.

Alice sedikit terkejut dengan tingkah Ronald ini, namun dengan cepat ia bisa menguasai dirinya kembali.

"Dokter Alice Valencia, maukah kau menjadi kekasihku?" Tanya lelaki itu dengan suara tegasnya dan masih dengan senyum menawan di bibirnya.... Alice menatap mata itu, sudah lama ia tidak merasakan perasan seperti itu pada seorang pria, jantungnya berdebar dengan cepat hingga dia tak sanggup untuk mengontrol dirinya sendiri. Ada perasaan bahagia, namun perasaan takut dan cemas juga menghampiri diri wanita itu disaat bersamaan.

"Ronald?!" Hanya kata itu yang terucap dari bibir Alice.

"Mungkin ini mengejutkanmu dan terdengar seperti hal yang tidak tepat diutarakan dalam kondisimu saat ini dokter, namun saya tidak ingin terlambat dalam menyatakan perasaan yang sudah beberapa hari ini saya pendam. Saya jatuh cinta pada Anda dokter, jatuh cinta pada pertemuan kedua kita." Ungkap Ronald kemudian masih dengan menatap kedua bola mata Alice yang tampak terkejut mendengar pengakuan lelaki yang ada dihadapannya itu.

"Pertemuan kedua?" Alice kembali memberikan pertanyaan.

"Iya, saat anda datang ke kantor kami untuk pertama kalinya untuk menemui komandan kami. Saya telah melihat anda dari kejauhan, anda yang terlihat sangat gusar dan tampak kecewa namun tetap terlihat menawan, entah mengapa tubuh ini tak ingin menghindar dari jalan itu, sehingga tubrakan antara kita pun tak bisa dihindari" Terang Ronald.

Alice kemudian mengingat kejadian hari itu, dimana dirinya yang begitu gusar baru saja keluar dari ruangan kepala Cyber Police harus bertubrukan dengan salah satu dari kelima anggota Cyber Police tersebut, ternyata orang yang ia tubruk tersebut adalah orang yang kini berada dihadapannya kini.

"Ada hal yang harus saya selesaikan dulu. Saat semua masalah ini selesai, saya berjanji akan memberikan jawaban sesuai perasaan saya." Kata Alice kemudian sambil menatap lekat mata lelaki itu.

Seakan mengerti dengan segala keinginan Alice, Ronald lalu tersenyum bahagia sambil berkata "Saya akan menunggu sampai waktu itu tiba."

...

Alice meminta Ronald mengantarnya untuk berkunjung ke makam Caroline Williams, mereka lalu melajukan motor ke arah Selatan kota Grazia. Bukan hal yang sulit untuk menemukan makam gadis itu. Ronald sejak hari kematian hingga pemakaman gadis itu, dia selalu berada di sana untuk mengawasi setiap gerak-gerik orang yang mencurigakan. Ronald juga sependapat dengan Alice jika wanita itu telah dibunuh.

Sesampainya di sana, tampak olehnya seorang wanita paruh baya yang sedang membersihkan area makam gadis itu. Dia merapikan karangan bunga yang masih bagus, sedangkan karangan bunga yang sudah layu dan kering disingkirkannya. Wanita itu lalu duduk termenung di sisi kanan makam tersebut sambil memandang kearah makam gadis itu.

Alice dan Ronald lalu menghampiri wanita itu. Alice lalu duduk disamping wanita itu, sedang Ronald berdiri tidak jauh dari mereka.

"Gadis yang malang, semoga beristirahat dalam damai" kata Alice kemudian pada gundukan tanah yang ada di hadapannya. Wanita paruh baya itu lalu memandang lekat ke arah Alice lalu berkata "Caroline adalah anak yang sangat manja dan ceria, namun dunia merubahnya sehingga dia menjadi pribadi yang begitu tertutup. Saya hanya berharap dia bisa beristirahat dengan tenang dan mendapatkan SurgaNya" wanita itu berujar sambil menghapus air mata yang mengaliri pipinya.

Wanita paruh baya itu lalu berdiri, diikuti oleh dokter Alice.    "Siapa anda berdua, apa yang membawa anda kesini?" Tanya wanita itu kemudian.

"Nyonya, perkenalkan saya dokter Alice Valencia dan dia adalah rekan saya Ronaldo Alvarez." Kata Alice kemudian dengan sopan.

"Kamu dokter yang memeriksa Caroline?" Tanya wanita itu dengan mata yang melotot.

"Saya harap tidak melihat wajah anda dokter, pergilah!! Saya mohon jangan ganggu kehidupan keluarga saya. Anda boleh berurusan dengan polisi dikantornya, jika anda datang kesini agar kami melepaskan tuntunan untuk pencemaran nama baik tersebut. Kami sekali-kali tidak akan mencabut tuntutan itu." Kata wanita itu kemudian lalu berlari meninggalkan mereka. Alice tidak diam saja, dia lalu mengejar wanita itu sambil berkata "Nyonya, tolong dengarkan perkataan saya dulu. Beri saya waktu untuk menjelaskan semuanya. Saya berani bersumpah bahwa bukan saya yang menulis artikel itu, Caroline meninggal tidak dalam kondisi hamil."

Namun wanita itu tidak mau berhenti berlari, Alice mengejarnya lalu tanpa disangka Alice lalu menarik lengan wanita itu, sehingga wanita itu terjatuh. Alice panik, lalu berniat mengangkat wanita itu. Namun wanita itu malah mendorong Alice hingga Alice terjatuh juga. Wanita paruh baya itu lalu menangis histeris dan kemudian berteriak. "Pergilah kalian dari kehidupan keluarga saya. Tidakkah kalian melihat betapa menderitanya kami dengan kepergian putri kami. Cukup    kami kehilangan seorang putri kami, jangan sampai kami kehilangan kedua putri kami yang lain. Saya mohon pergilah dokter, jangan ganggu kami lagi." Wanita itu menangis sambil mengeluarkan kata-kata itu dengan terbata-bata.

Alice terdiam, ia tak dapat berkata apa-apa, dilihatnya wanita paruh baya itu menangis sesenggukan tanpa berusaha bangkit dari tempat ia jatuh. Alice juga hanya bisa menatapnya, tanpa disadari dia pun turut menangis tanpa suara. Sampai akhirnya wanita tua itu berdiri dan pergi dari tempat itu tanpa sepatah kata. Alice dan Ronald tak berusaha untuk menghentikan langkah wanita itu.

Ronald kemudian membantu Alice berdiri dan menghapus air mata wanita muda itu. "Apa yang harus saya lakukan?" Tanya Alice kemudian pada pria itu. Pria itu lalu memeluk Alice seraya berkata "Masih ada pintu yang terbuka nona Valencia, jangan khawatir. Akan ada pelangi sehabis hujan."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status