Share

Bab 9 Cobalah Sedikit Peka

Viona memarkirkan mobilnya di basement dan dengan wajah yang berseri ingin segara bertemu dengan sahabatnya itu. Dia ingin menceritakan dua kabar bahagia yang sejak tadi ingin disampaikannya pada sahabatnya itu. Kabar pertama dia ingin bercerita kalau dia menyukai seseorang dan kabar kedua adalah dia tahu sedikit tentang misteri kematian Caroline Williams. Jarum jam menunjukan pukul 23.20, Viona terlambat pulang karena harus menginterogasi pasiennya yang tadi sempat tertidur pulas karena obat penenangnya, saat Tn. Alfred terbangun lagi barulah Viona mendapat sedikit lagi informasi yang akan dia beritahu pada sahabatnya Alice. Viona membuka pintu apartemen dan tercium aroma menyengat yang datang dari dalam ruangan apartemen itu. Viona hafal betul jika itu bau minuman beralkohol, dan ternyata dugaannya benar.

Viona yang awalnya ceria, tiba-tiba wajahnya berubah menjadi sangat kesal, dia tampak gusar. Bagaimana tidak, ruangan yang tadi saat mereka tinggali begitu rapih dan bersih, kini tampak sangat berantakan dan kotor. Alice tampak tertidur di sofa ruang tamu masih dengan busana yang sama saat mereka berangkat tadi pagi,, diatas meja ruang tamu tampak berhamburan abu rokok, puntung rokok, sebuah gelas dan dua botol minuman beralkohol. Viona memasuki kamar tidur mereka dan semua benda diatas meja kerja Alice berhamburan di lantai, dipojok kamar tergeletak tas sampingnya. Viona kemudian mengambil tas milik Alice dan melihat ponsel milik sahabatnya itu. Viona dengan mudah membuka pola kunci ponsel tersebut, karena selama ini Alice tidak merahasiakan pola kunci ponselnya itu dari sahabatnya itu. Ada beberapa pesan, 12 panggilan tak terjawab darinya, 5 panggilan dari Ronald, dan 7 panggilan dari nomor baru. Viona tak peduli dengan pesan dan panggilan lainnya. Ia hanya peduli dengan pesan yang dikirimnya dan panggilannya, ia lalu menghapus panggilan tak terjawab darinya dan menghapus pesan yang tadi sempat dikirimnya. Dari wajahnya tampak kekesalan yang sangat dalam. Viona lalu merebahkan dirinya diatas kasur, dia kemudian menangis. Tak jelas apa yang sebenarnya ditangisinya, dia hanya ingin menangis saja, namun dalam hati kecilnya yang paling dalam wanita ini berujar mungkin ini saat yang tepat untuk mengakhiri segalanya. Ia lelah dengan segalanya, ia lelah selama ini hanya dia yang menganggapnya sahabat, dia lelah selalu mengalah, dia lelah selalu saja dia yang peka. Sedangkan wanita yang tertidur pulas di sofa sana,    karena dirinya yang terlalu naif ia bahkan tak pernah tau apa yang selama ini Viona rasakan.

Viona mengingat kembali beberapa kejadian yang membuatnya merasakan hal yang begitu sakit karena terlalu banyak mengalah. Ia lalu mulai menangis lagi, ia merasakan sesak yang teramat sangat di dadanya, disaat itu dia mendengar langkah kaki menuju kamar. Langkah kaki Alice, Viona lalu membalikan wajahnya dan menutupnya dengan tangannya dan berpura-pura tidur. Alice lalu menuju kamar mandi, lalu terdengar suara seperti ia sedang muntah. Benar saja ia akan muntah karena sejak tadi siang ia tidak mengisi perutnya dengan makanan lalu ia malah mengisinya saat malam hari dengan minuman beralkohol.

Alice keluar dari kamar mandi dengan berjalan sempoyongan, ia mengarahkan wajahnya ke sekeliling ruangan untuk mencari tas nya, tas itu masih dipojok kamar. Ia kemudian mengambil tas itu mengeluarkan ponsel dari dalam tas itu dan membuang tas itu begitu saja diatas lantai, dan sekali lagi Viona yang melihat hal itu hanya bisa berdiam diri saja. Alice melihat ponselnya sejenak lalu berjalan kearah tempat tidur, "Viona kau sudah pulang?" kata Alice pada sahabatnya itu sambil memukul punggungnya. "Viona, aku lapar sekali, aku belum makan sejak tadi siang, perutku terasa sakit." Keluh Alice pada sahabatnya itu sambil memegang perutnya. "Bebh, maukah kau memasakkan bubur untukku?" tanya Alice kemudian. Viona tidak menjawab Alice sepatah katapun, ia masih berpura-pura tidur.

"Hhmpp... Kau sudah tidur rupanya" kata Alice kemudian, ia pun merebahkan tubuhnya di atas ranjang tanpa lebih dulu mengganti bajunya, tak berapa lama akhirnya dia pun tertidur pulas.

Viona membalikan tubuhnya dan menatap hampa kearah tubuh sahabatnya itu, dia menghela napas panjang dan berusaha untuk mengendalikan dirinya, sahabatnya itu begitu naif dan sungguh tidak peka dengan apa yang selama ini mereka jalani bersama.

"Alice, cobalah sedikit peka." Ujar Viona dalam kehampaannya.

...

Pagi pun tiba...

Seperti biasa, Viona bangun lebih dulu dari Alice.. Ia merapikan semua ruangan, dan membereskan semua kekacauan yang disebabkan Alice semalam. Ia juga menyiapkan bubur untuk Alice.

Namun hari ini ada yang berbeda, Viona merapikan semua barang-barang miliknya dan semua pakaiannya lalu memasukannya di dalam koper. Ia lalu menulis pesan singkat kepada Alice.

'Aku sudah merapikan ruangan, ada bubur hangat di atas meja. Oh iya, Alice sepertinya aku akan pindah dari apartemen ini. Mulailah untuk hidup mandiri. with love Vio'

Viona lalu membawa kopernya dan beranjak pergi menuju kantornya.

...

Alice bangun pukul 08.30, ia tampak memegangi perutnya yang sepertinya lapar. Setelah selesai mencuci muka, ia lalu beranjak ke meja makan. Benar saja sudah ada bubur diatas meja makan. Ia tahu jika sahabatnya itu akan menyiapkan semuanya ini sebelum ia berangkat ke kantornya. Alice melahap bubur itu dengan nikmatnya, ia tidak tahu jika sahabatnya itu sedang merasakan kepedihan karena sikap Alice yang begitu acuh.

Alice melayangkan pandangannya keseluruhan ruangan, tampak rapih dan bersih, ia lalu beranjak ke teras dari kamarnya dan menghirup udara segar. "Semangat berjuang Alice, semoga    hari ini lebih baik dari hari kemarin" kata Alice pada dirinya sendiri. Alice lalu membuat jadwal kegiatannya untuk hari ini, apa saja yang akan dia lakukan untuk mengembalikan reputasi dan nama baiknya.

Setelah mandi dan bersiap-siap untuk pergi, ia melihat sebuah catatan kecil yang ditulis Viona tadi, dia hendak membacanya namun ponselnya telah berdering lebih dahulu, telpon dari nomor baru. Alice enggan mengangkatnya, namun dia berpikir jika nomor baru ini mungkin saja orang yang bisa membantunya memecahkan masalahnya saat ini. Akhirnya dia pun menjawab telepon itu.

"Selamat pagi" sapanya.

"Selamat pagi dokter Alice, apa kabar anda pagi ini?" kata suara diseberang sana. Alice tidak mengenali suara tersebut. "Maaf dengan siapa saya berbicara dan ada keperluan apa?" kata Alice kemudian.

"Dokter Alice, mungkin saya bisa membantu anda untuk mengadakan konferensi pers di Hall of Cyber Polices. Wartawan masih menunggu anda untuk klarifikasi kebenaran apakah artikel itu anda yang menulisnya atau bukan. Saat anda selesai mengkonfirmasi kepada public bahwa Artikel itu bukan tulisan anda, mungkin akan ada titik terang untuk tindakan selanjutnya." Kata suara disana, dan Alice langsung mengingat siapa pemilik suara itu.

"Tuan Polisi, mengapa anda berubah menjadi begitu baik sekarang?" tanya wanita itu. "Hhmp, Oia dari mana anda mendapatkan nomor ponsel saya?" lanjut Alice kemudian.

"Itu bukan hal yang sulit untuk Azka Camerlo, nona Valencia. Sekarang maukah anda untuk dibantu oleh kami?"

"Dengan senang hati pak Polisi." Kata Alice kemudian.

"Baiklah dokter Alice, kalau begitu saya akan menunggu anda di kantor kami." Ujar suara diseberang dan ponselpun dimatikan.

Alice menatap sekali lagi ponselnya tersebut dan tersenyum bahagia, ia berharap akan ada jalan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya kini. Setelah membersihkan dirinya dan berdadan secantik mungkin wanita itu lalu bersiap menuju Cyber Police, ia bahkan tak sempat untuk membaca pesan singkat yang dituliskan oleh Viona tadi.

...

Viona berulang kali mengecek ponselnya, ia berharap Alice telah membaca pesan singkatnya dan segera menghubunginya, namun sampai pukul 11.00 Alice belum juga menghubunginya. "Apakah gadis bodoh itu belum bangun juga, sepertinya dia akan memakan bubur yang sudah dingin    nanti saat dia bangun." Kata Viona dalam hatinya. Viona baru saja mengobservasi pasien yang semalam di konselingnya itu, dan dia mendapati beberapa informasi dari pria itu. Dan dia yakin jika pria ini adalah kunci dari semua masalah yang sedang dihadapi sahabatnya itu sekarang. Viona yang belum juga mendapatkan kabar dari sahabatnya itu akhirnya khawatir jika sesuatu terjadi pada sahabatnya tersebut, ia kemudian memutuskan untuk lebih dulu menghubungi Alice.

"Hallo bebh" kata suara diseberang, suaranya tampak segar tidak seperti orang yang baru bangun tidur.

"Bebh, kamu sudah bangun?" tanya Viona

"Iya bebh, ada yang harus aku selesaikan segera. Oia aku sudah makan buburnya, terimakasih sayang." Kata Alice kemudian. "Oia, ada catatan diatas meja dekat vas bunga aku belum sempat membacanya, aku buru-buru." Kata Alice lagi.

"Hmp.. iya bebh" hanya itu kata yang bisa Viona ucapkan.

"Bebh, nanti aku telepon lagi ya. Miss you." Kata Alice lalu menutup teleponnya.

Viona hanya bisa menatap ponselnya, ia tak mampu berkata-kata lagi, sahabatnya itu begitu naif hingga ia tidak peka dengan apa yang diinginkannya. Meski demikian Viona masih saja peduli padanya.

...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status