Konferensi pers yang di lakukan Alice di Hall of Cyber Police menyatakan bahwa bukan dirinya yang membuat Artikel tentang kematian Caroline Williams tersebut, Alice mengatakan bahwa Caroline Williams meninggal tidak dalam keadaan hamil. Ia kemudian menyatakan bahwa dirinya siap menjadi saksi untuk kasus kematian gadis muda tersebut, asal keluarga Caroline Williams mau membuka kembali kasus ini.
Konferensi pers yang disiarkan secara langsung itu dihadiri oleh banyak wartawan, wartawan yang sempat membanjiri Rumah Sakit Elinton dihari Alice diberhentikan dari tempat kerjanya itu, kini mereka baralih untuk meliput pernyataan yang dibuat Alice di Hall of Cyber Police, hampir semua stasiun TV menyiarkan koferensi pers itu secara langsung.
Pernyataan Alice itu, membuat seorang pria di suatu tempat tampak gusar. Ia memanggil asisten nya dengan suara keras, lalu asistennya tersebut muncul dihadapannya.
"Apa yang harus kita lakukan sekarang? Jika dokter muda itu buka mulut dan keluarga Caroline kembali membuka kasus ini, maka sudah pasti kita semua akan binasa." Ujar pria itu.
"Anda tidak perlu khawatir pak, semuanya akan berjalan dengan mulus, orang yang aku sewa tersebut sangat lincah manjalankan aksinya" jawab asistennya itu.
"Aku harap kau mengatasi semua kekacauan ini dengan baik, jangan sampai namaku terlibat dalam kasus ini." Ancam pria itu kemudian.
Mereka berdua tak sadar jika ada sepasang telinga yang menguping pembicaraan mereka. Orang tersebut menampakan wajah yang geram dan marah. Ia ingin masuk kedalam dan menanyakan langsung pada mereka apa yang mereka maksudkan sebenarnya, namun jika dia masuk pun dia yakin tak akan mendapat jawaban dari pertanyaannya tersebut. Dia mendengarkan semua pembicaraan itu, dan mulai merekam pembicaraan kedua pria di dalam. Hatinya hancur ketika mendengar setiap kata yang dilontarkan pria itu, namun dia tak dapat berbuat apapun. Saat dia sedang hanyut dengan perasaannya, pintu itu terbuka dan dia kemudian tersadar.
"Tuan Richard, sejak kapan anda disini?" tanya asisten tadi.
"Paman Gilbert, apa kabar paman?" tanyanya sambil memeluk lelaki tadi, tanpa menjawab pertanyaannya. Pria itu lalu membalas pelukannya dan memukul bahu Tuan mudanya itu dengan lembut. "Kabar baik sayang, bagaimana dengan kuliahmu?" tanya lelaki itu kemudian.
Richard, lelaki itu sekali lagi tidak menjawab pertanyaan itu, ia malah menghambur masuk ke dalam ruangan.
"Ayah, apa kabar ayah? Aku sangat merindukanmu." Katanya sambil memeluk pria yang sedang duduk di kursi goyangnya.
"Anak nakal, kau sudah kembali rupanya. Bagaimana kuliahmu?" Tanya lelaki tua itu kemudian.
"Kuliahku berjalan lancar ayah, aku kemari untuk berkunjung ke makam Caroline." Kata anaknya tersebut sambil menunjukan wajah sedihnya. "Malang sekali nasib gadis itu ayah, kenapa dia harus mengakhiri hidupnya sendiri dengan cara seperti itu." Kata Richard kemudian.
Dia sempat melirik ke arah ayah dan pamannya tadi, terlihat jelas ada kegelisahan dari raut keduanya, namun Richard tak ingin meneruskan perbincangan itu. Dia lalu pamit dan bergegas menuju selatan kota Grazia untuk menemui wanita yang sangat dia cintai itu.
...
Setelah usai mengadakan konferensi pers tersebut, Alice, Azka dan Ronald kemudian pergi ke rumah orang tua mendiang Caroline Williams untuk menjelaskan kepada mereka bahwa Alice sama sekali tidak pernah menulis artikel seperti yang selama ini diberitakan. Kedatangan mereka disambut dengan hangat oleh keluarga itu.
Alice, Azka dan Ronald sedang berada di rumah tua milik keluarga Williams tersebut. Tampak seorang wanita paruh baya dan seorang pria duduk bersama mereka, kedua putri mereka yang lain duduk tak jauh dari mereka.
"Kami sudah menutup kasus tersebut, dan kami berharap anak kami sudah tenang di alamnya sekarang. Kami mohon maaf kepada anda dokter, karena telah menuntut Anda dengan kasus pencemaran nama baik sehingga Anda harus kehilangan pekerjaan anda." Kata pria tua itu sambil menundukkan kepalanya.
"Anda tidak bersalah tuan, secepatnya kami akan menemukan orang yang membuat artikel tersebut, dan kami akan menemukan siapa dalang dari semua kejadian ini, namun untuk itu anda harus membuka kasus ini kembali." Kata Alice kemudian.
"Dokter, terimakasih. Kami sangat mengerti akan kepedulian anda, namun kami memilih untuk mengikhlaskan putri kami agar dia bisa tenang disana. Tolong jangan mempersulit keadaan kami nona." Kata pria itu kemudian.
"Tuan, Nyonya, tolonglah mengerti pasti Caroline juga menginginkan keadilan" kata Alice dengan bersungguh-sungguh.
"Cukup dokter, jangan membuat kami menjadi marah." tiba-tiba wanita paruh baya yang adalah ibu dari gadis malang itu angkat bicara. " Anda semua boleh pergi sekarang, dan jangan gangggu keluarga kami lagi." Kata wanita itu kemudian.
" Tapi nyonya...." Alice masih ingin bicara, saat Azka akhirnya menarik tangannya dan berkata "Baiklah, kalau begitu kami pamit dulu. Kami berharap tuan dan nyonya boleh berpikir sejenak. Jika kalian ingin kembali membuka kasus ini demi keadilan putri kalian, Tuan dan Nyonya bisa segara menghubungi kami." Kata Azka kemudian lalu menarik Alice dari dalam rumah tersebut.
Sesampainya di teras, Alice lalu menghempaskan tangan lelaki tersebut dengan kesalnya. "Tuan Azka, dalam 4 hari saya sudah kehilangan pekerjaan, nama baik dan reputasi saya hancur hanya karena kasus ini. Dan sekarang anda ingin menghentikan saya sampai disini? Hah, apa yang anda pikirkan tuan Azka, jika kasus ini tidak dibuka kembali, maka semua akan sia-sia saja." Kata wanita itu dengan kesalnya sambil mendorong tubuh Azka. Mata Alice melotot dan memerah, dia sungguh terlihat sangat marah.
Disaat yang bersamaan datang seorang pria tampan dengan berpakaian rapi dan menggunakan kaca mata. Pria itu lalu menyapa mereka bertiga dengan senyum manis dan kata "Hallo" lalu kemudian masuk ke dalam rumah itu.
Alice, Azka dan Ronald akan beranjak dari sana, seketika pintu rumah dibuka dan terdengar suara kasar seorang wanita yang adalah ibu dari Caroline "Pergi kamu dari sini, sudah cukup kami kehilangan Caroline kami, jangan ganggu kehidupan kami lagi. Kalau saja Putri kami tidak mengenal anda, mungkin semua ini takan terjadi padanya." Terlihat ibu Caroline mendorong lelaki muda itu hingga terjatuh, lelaki itu tidak putus asa, dia kemudian merangkak meraih kaki wanita itu lalu memohon dan menangis, sambil berkata "Maafkan aku, ibu". Wanita itu tidak memperdulikannya, ditendangnya tangan lelaki itu kemudian masuk kedalam rumah dan membanting pintu lalu menguncinya. Mereka bertiga hanya tertegun melihat kejadian itu.
Pria itu lalu bangkit dan akan beranjak pergi, namun saat akan pergi tangan Azka dengan cepatnya menahan lengan pria itu sembari berkata "Hallo Tuan, boleh kami tahu siapakah anda?" sambil tersenyum. Pria itu lalu membalas senyum Azka dan memberikan tangannya untuk bersalaman "Perkenalkan, saya Richard Markroverd. Saya anak pemilik agensi Markroverd Stylish, tempat mendiang Caroline Williams dulu bekerja".
...
Mereka berempat duduk di sebuah cafe di pinggir pantai, tampak Alice, Azka dan Ronald mendengarkan cerita yang disampaikan Richard dengan seksama."Caroline gadis yang sangat baik, dia manja periang dan begitu ramah serta murah senyum kepada siapapun. Semenjak dia bekerja di agensi milik ayahku, aku sudah langsung jatuh hati padanya namun aku belum mengungkapkannya. Kedekatan kami berdua membuat kami menjadi perbincangan para model dan penata rias, awalnya Caroline tidak mempedulikan sindiran dan perkataan mereka, namun ntah mengapa dia lalu berubah menjadi gadis sombong dan menjadi tidak sopan. Ia tidak peduli dengan teman model atau seniornya, mungkin ia lelah karena selalu menjadi bahan cerita mereka. Mereka sering mengatakan bahwa dia seperti seorang gadis miskin yang mengharapkan pangeran gagah datang melamarnya. Namun kenyataan itu sungguh datang, suatu hari aku mengungkapkan perasaanku padanya. Media mengatakan dia menolakku lalu dia di depak dari agensi kami, lalu depr
Viona menyesali setiap tindakannya pada sahabatnya itu, kemudian dia berpikir untuk pergi ke apartemen Alice pagi ini, sekaligus dia akan memberitahukan sahabatnya itu kabar bahagia yang sejak kemarin ingin dia beritahu pada sahabatnya itu, sedangkan Alice pagi ini dirinya juga sudah bangun lebih awal agar dia bisa menemui Viona dulu di kantornya sebelum dia akan sibuk dengan segala hal hari ini.Alice sudah siap dan akan berangkat, ia sudah memesan taksi dan akan segera turun. Disaat bersamaan bel apartemennya berbunyi, Alice lalu membuka pintu apartemennya dan dia cukup terkejut melihat sosok yang datang menghampirinya pagi ini. "Azka, kau..." kata Alice, "Apa yang membuatmu kesini sepagi ini?" tanya Alice kemudian."Sepertinya kau membutuhkan tumpangan untuk perjalanan anda hari ini nona Valencia. Untuk itu aku datang untuk menawarkan tumpangan kepada anda nona." Kata lelaki itu seperti biasa sambil menampakan senyum manisnya.Alice hanya terkekeh "Aku sudah mem
Alice berlari dari gedung kantor Viona menuju tempat parkir masih dalam keadaan menangis. Wanita itu berusaha membuka pintu mobil Azka namun terkunci, dia menjadi kesal lalu kemudian bersandar pada mobil itu sambil menutupi wajahnya dengan kedua tangannya dan masih saja dengan menangis sesenggukan. Pria itu lalu datang menghampirinya, "Ini, hapus air matamu" kata pria itu sambil memberikan sebuah sapu tangan pada Alice. Alice lalu menoleh pada pria tersebut dengan tatapan yang penuh pertanyaan "Azka, apa benar kau menjadi seperhatian ini padaku karena kau menyukaiku?" Tanya wanita itu pada pria yang kini berada tepat di depannya. Pria itu lalu menganggukan kepalanya sembari berkata "Iya benar Alice, aku menyukaimu, bukan hanya suka tapi aku sadar jika aku jatuh cinta pada Anda dr.Alice Valencia!" ujar pria itu dengan tegasnya.Alice lalu menggelengkan kepalanya "Ini tidak benar pak polisi, anda seharusnya tidak seperti ini." Kata Alice pada lelaki itu lalu ia hend
Viona masuk ke dalam apartemen dengan tergesa-gesa, matanya liar kesetiap sudut ruangan, dia tak mendapati Alice di ruang tamu maupun dapur, ia lalu bergegas menuju kamar, benar saja orang yang dicarinya sedang terduduk disudut kamar sambil menangis sesenggukan, ditangan kanannya tergenggam sebuah pisau. Viona bergegas kearah sahabatnya itu sembari memanggilnya lembut "Alice"Alice memalingkan wajahnya pada suara yang memanggilnya tersebut "Vio" ujar Alice perlahan, "Maafkan aku Vio" katanya kemudian diikuti tangan kanannya yang bergerak untuk mengiris pergelangan tangan kirinya. Namun gerakan tangan Alice tak secepat gerakan tangan Viona yang langsung dengan sergap menampar Alice hingga terjatuh, saat Alice terjatuh tangan Viona dengan cepat mengambil pisau itu dari tangan Alice "Apakah kau sudah gila perempuan bodoh?" ujar Viona dengan geramnya. "Jika kau merasa bersalah, seharusnya sekarang kau menebus semua kesalahan dan kebodohanmu itu!!" lanjut Viona kemudia
Azka beserta kedua anak buahnya George dan Achmed membawa Tuan Alfred yang tampak bingung itu keluar dari Ruangan rawatnya di Pusat Rehabilitasi Jiwa. "Saya mau dibawa kemana lagi?" tanya pria itu dengan bingung dan tampak ketakutan sambil memperhatikan borgol yang kini terpasang ditangannya. Pertanyaannya itu tidak mendapat jawaban dari ketiga pria yang membawa dirinya itu.Mereka memasukan lelaki itu ke dalam mobil lalu membawanya berlalu begitu saja.Alice, Viona dan Oma Rita memandangi keluarnya mobil itu dari atas balkon dengan penuh tanda tanya."Sepertinya halusinasinya muncul karena rasa bersalahnya pada gadis yang dia bunuhnya itu." ungkap Alice seketika yang langsung segera dibantah oleh Viona."Bukan Tuan Alfred pembunuhnya. Aku yakin Alice, bukan dia pembunuhnya." Kata Viona sambil menatap dalam kearah Alice."Apa yang membuatmu begitu yakin Vio? Kau punya buktinya?" Tanya Alice seketika.Viona menggelengkan kepalanya. Disaat bersamaan
Viona memasuki ruangan itu dengan sebuah keyakinan penuh bahwa ia akan memenangkan hati Tn.Alfred agar mau menceritakan semua kepadanya, didapatinya Tn.Alfred hanya terduduk murung di kursinya sambil menatapi tangannya yang masih juga di borgol.Viona mendekati pria itu lalu duduk di kursi yang telah disediakan di dalam ruangan itu berhadapan dengan pria itu dengan sebuah meja yang memisahkan keduanya. Tn.Alfred menyadari kehadiran seseorang, lalu mengangkat wajahnya yang sejak tadi hanyak tertunduk lesu. Wajah itu tampak sendu, namun saat melihat wanita didepannya pria itu lalu tersenyum menampakkan giginya yang tidak terurus."Bapak sudah makan?" tanya Viona kemudian, pria itu hanya menggeleng.Viona lalu mengirim pesan singkat kepada Alice agar mereka menyiapkan makanan untuk Tn.Aldred."Saya ingin melepas borgol ini, Dokter" kata lelaki itu pada Viona, dia menyangka bahwa Viona adalah dokternya."Baiklah, nanti sebelum makan borgolnya akan di lepask
Viona datang pagi-pagi sekali ke kantor Cyber Police untuk memenuhi janjinya kemarin, dia datang lebih awal agar dirinya dapat mendapat informasi dari Tn.Alfred secara langsung, Viona sangat yakin dengan pendiriannya bahwa Tn.Alfred bukanlah pelaku dari pembunuhan yang dituduhkan padanya.Lelaki itu tampak masih tertidur pulas dipojok ruangan berteralis besi itu, rupanya semalam mereka memindahkannya dari ruangan interogasi kesebuah ruangan yang seperti penjara itu. Ada dua orang lain dalam ruangan itu yang duduk sambil termenung. Viona hanya menatap hampa kearah ruangan itu, dia juga tak berniat untuk membangunkan pria yang dicarinya itu, Viona akan beranjak saat seseorang berteriak dengan suara keras disampingnya "Tuan Alfred bangunlah!!". Pemilik suara itu lalu tersenyum pada Viona sembari berkata "Selamat pagi nona Viona Rahaya, maaf membuatmu harus datang sepagi ini ke kantor kami."Jantung Viona berdegup dengan kencang, dia semakin merasakan getaran yang aneh setia
Viona duduk bersandar pada sebuah kursi sambil sesekali menarik napas dalam, ia mengatupkan kedua tangannya diatas perut seperti seseorang yang sedang berdoa, sedang matanya tertutup dan tampak sesekali ia mengernyitkan keningnya. Ada sesuatu yang sedang ia pikirkan, ntah mengapa ia merasakan wajib baginya untuk memecahkan kasus ini.Dihadapannya tampak Ronald dan Azka sedang membicarakan sesuatu, ia mendengarkan setiap pembicaraan kedua lelaki itu, namun ia sama sekali tak tahu harus menyatakan pendapatnya ataukah tidak."Saya sudah menemui Tuan Gerald. Awalnya saya ingin menanyakan tentang Tuan Gerald pada dokter Alice, namun saat saya mengirimkan pesan kepadanya dan bertanya tentang Tuan Gerald sepertinya dokter Alice tidak mengenali lelaki itu. Jadi saya putuskan untuk menemuinya secara langsung." kata Ronald pada komandannya itu.Azka menganggukan kepalanya lalu bertanya "Apa yang kau dapati dari pertemuan dengan Tuan Gerald?" tanya Azka kemudian.