"Apple, apa yang kau lakukan di sini?"
Alona mendongak, merasa familiar dengan wajah ganteng bertampang playboy itu. Ia nyaris terjungkal karena mengetahui kebenaran bahwa pria di club malam itu sedang ada di sini. Masih ingatkan dua pria yang digelanyuti gadis menggiurkan malam itu? Nah, dia ini salah satunya.
"Ap … apa ...." Alona merasa lidahnya tiba-tiba saja kelu.
"Berikan aku satu yang seperti dia," ucap pria itu memerintah.
Alona mendengus tidak suka dengan sikap pria ini yang tidak sopan.
“Oh, serta sebotol vodka,” imbuh pria itu lagi.
"Ini kedai mie, bukannya bar seperti tempat tongkronganmu," tukas Alona sewot, "pergi sana ke klub kalau ingin mabuk-mabuk!" usir Alona.
Bukannya marah atau tersinggung, pria itu malah tertawa senang. "Aku lupa mengatakan padamu, Apple, selamat datang di kiblatnya hiburan malam, yang bahkan kedai terkecil sekalipun menyimpan minuman beralkohol."
"Tapi, di sini tidak," bantah Alona mendahului pemilik kedai yang hampir membuka suara, "dan jangan panggil aku seperti kau menyebutkan nama buah!"
"Ohh ...." Pria itu mengetuk dagu berpikir. "Jadi, kau hanya mau dia yang memanggilmu seperti itu?" tanyanya sambil tersenyum mengejek.
"Kau bicara apa sih?" Alona mulai merasa kesal . "Sana ... sana pergi, hush!" usirnya lagi.
"Kau menyalahi aturan, Cantik," ucapnya geli. "Bisa saja pemilik kedai ini tidak terima dengan perbuatanmu mengusir pelanggannya." Mata pria itu teralih pada wanita paruh baya yang berdiri canggung di antara mereka. "Bukan begitu, Nyonya?" tanyanya pada pemilik kedai.
"Tidak akan kalau pelanggannya kurang ajar sepertimu," tukas Alona.
Selera makan Alona rasanya langsung menghilang karena perdebatan tidak penting ini, yang ada malah rasa mual yang bahkan selama ini jarang sekali dialaminya, mungkin bayinya anti dengan pria aneh di hadapannya ini, tampan pun kalau gila buat apa.
Drrt … drrt … drrt ….
Alona melirik saku pria itu.
"Ada apa?" tanya pria itu malas sambil menempelkan handphone di telinga.
"..."
"Huh, Kau ini pelit sekali sih? Baru bicara sebentar," keluhnya.
"..."
"Iya, iya aku pulang. Tidak perlu mengancamku."
"Dasar idiot, dia kira aku serendah itu," gerutunya sambil menyimpan kembali ponselnya.
"Habiskan makananmu dan cepat pulang, Cantik. Kau tidak mau 'kan tiba-tiba ada macan yang menangkapmu saat kau pulang kemalaman?" pria itu tertawa geli. "aku pergi dulu," pamitnya.
Alona menampilkan raut wajah tidak peduli. "Pergi sana."
Senyum simpul terpampang di wajahnya. "Sampai bertemu lagi, Apple."
Alona melengos mengabaikan pria yang membuat nafsu makannya mendadak hilang. Tapi, tiba-tiba hatinya merasa gelisah, jika laki-laki itu berada di sini, kemungkinan besar pria yang tidur dengannya malam itu juga tinggal di sini bukan? Memikirkan hal itu membuat Alona ingin segera pulang dan berlindung di dalam kamarnya.
---
Pagi yang sangat cerah, sinar matahari menerobos masuk melalui celah-celah jendela. Alona terbangun di pagi hari dengan perut bergejolak, buru-buru ia berlari ke kamar mandi dan memuntahkan isi perutnya, tapi hanya ada cairan putih di sana. Herannya, ia seperti mengalami morning sickness, padahal sebelumnya Alona belum pernah mengalami mual di pagi hari seperti ini.
Alona menentralkan detak jantungnya, lalu berjalan menuju jendela kaca dan menyibakkan tirai. Cahaya pagi menyapu wajah tirusnya dan Alona menikmati itu, tak sengaja tatapannya jatuh pada jendela besar di seberang jalan. Matanya seolah terpaku pada sosok dibalik kaca bening itu. Alona bisa merasakan pria itu juga menatap lurus ke arahnya.
Diperhatikannya sosok pria di seberang sana, tubuh liatnya hanya dibalut handuk putih yang melingkar di pinggul, rambut basahnya terlihat berantakan. Alona meneguk ludah susah payah ketika suatu kilas ingatan menyadarkannya bahwa pria di seberang jalan itu adalah pria di bandara waktu itu, dan ... dan ... ia tersadar jika pria itu juga adalah orang yang sama dengan seseorang di malam bersejarah Alona satu bulan yang lalu.
Bulu kuduk wanita itu meremang, lengannya spontan mengusap perut datarnya. Rasa mual tiba-tiba kembali ia rasakan, kali ini bahkan lebih hebat dari sebelumnya.
Sreek ….
Tirai tertutup tepat saat wajah bengis di seberang jalan sana menyeringai lebar. Alona merasakan detak jantungnya menggila, bahkan merasa takut jika detaknya mampu membuat letak jantungnya bergeser bahkan lepas dari tempatnya. Ini terdengar gila, lebih gila dari kejadian apa pun yang selama ini membuat kerja jantung Alona menghebat. Kali ini Alona seperti ... akan mati. Tubuhnya meluruh ke lantai dengan napas tersengal, benarkah itu yang dilihatnya?
Alona merasa tak ingin percaya, jauh-jauh melarikan diri dari Indonesia, tapi kenapa malah bertemu kembali di sini. Tiba-tiba Alona ingat satu hal bahwa malam itu si pria tengah mabuk, dan juga pencahayaan kamar begitu minim, harapan Alona satu-satunya adalah semoga pria itu tidak mengingat atau memgenali wajahnya.
Namun, lagi-lagi Alona di landa kepanikan, menyadari fakta bahwa pria itu menyapanya di bandara, bukan ... bukan menyapa, tapi ... memberi sambutan seakan-akan ia kan masuk ke dalam hidup pria itu. Ketakutannya malam itu menjadi kenyataan, pria itu benar-benar berada di sekitarnya.
Hidup di Amerika memang butuh kerja keras. Biaya hidup yang tinggi mengharuskan orang tersebut lebih giat lagi dalam bekerja. Itulah yang Alona rasakan saat ini, niatnya ingin bersantai di sini harus terkubur dalam-dalam karena sisa saldo yang tertulis di buku tabungannya membuat Alona mulai merasa was-was.Wanita itu memang sudah memperkirakan biaya hidup yang tinggi di kota ini, tapi tidak menyangka akan secepat ini tabungannya menipis, sebelum dirinya menjadi gelandangan, dia harus mulai berpikir cara berburu dolar mulai hari ini.Alona melirik jendela kamar yang tertutup tirai tebal berwarna gold itu. Sejak kejadian minggu lalu, wanita itu memang sering mengawasi tirai itu tanpa sengaja. Perasaan cemas seringkali ia rasakan, sehingga Alona jarang membuka kain penutup itu dan membuat kamarnya jadi minim cahaya.Belakangan ini juga Alona seringkali merasa diikuti, tapi mungkin hanya perasaannya saja, karena beberapa kali ia mencoba mengintai si penguntit, tapi ha
"Wickley ... sebut namaku seperti itu, Sayang." Bisikan sensual itu bagaikan mantra yang menggerakkan bibir wanita itu terus menjeritkan nama sang pria."Yeah, begitu jeritkan terus, terus ...."Alona memukul keras kepalanya, membawa tubuhnya beguling-guling di bawah selimut. Pemikiran macam apa itu tadi? Kenapa harus di ingat-ingat. Ia menyumbulkan sedikit wajahnya dari balik selimut, mengawasi keadaan kanan dan kiri, setelahnya kembali beguling-guling sambil menahan jeritan kecilnya, dia persis seperti orang gila saat ini.Beberapa menit kemudian, dirinya mendengar suara bel. Meski merasa heran, Alona tetap berjalan keluar untuk membuka pintu. Seorang petugas apartemen berdiri lengkap dengan seragamnya."Permisi, Nona, seorang petugas rumah sakit menitipkan ini untuk anda,” ucapnya sopan."Apa ini?" Alona menautkan alis bingung seraya membolak balik box kecil berlogo rumah sakit Las Vegas di tangannya.Alona akan mengatakan bahwa kiriman i
Di ujung sana, berdiri seorang pria dengan pandangan tajam ke arah Alona yang seakan mampu menghunus sampai kedalam jantung wanita itu, dan yang membuatnya hampir pingsan adalah dua orang pria yang sedang jatuh tersungkur di lantai dengan lebam dan bibir sedikit robek yang wajahnya terasa tidak asing baginya, sangat tidak asing malah."Sepertinya dia mengenalmu?" Suara Danu tepat di samping Alona.Wanita itu menoleh dan mendapati wajah penuh tanya milik Danu."A ... ak ... aku tidak tahu." Alona melirik ke sudut ruangan dan masih menemukan netra gelap itu tertuju padanya."Bisa kita pulang sekarang?" Lirih wanita itu takut-takut.Danu menatapya penuh selidik. “Makanannya bahkan belum habis,” jawabnya pelan.Alona menggeleng lemah. "Perutku rasanya tidak nyaman," keluhnya berpura-pura.Akhirnya Danu mengalah, bagaimanapun juga dia tidak mau terjadi hal buruk pada keponakannya yang meringkuk nyaman dalam perut Alona itu."Tung
Pertama-tama yang dilakukan oleh Alona adalah berselancar di dunia maya dengan kata kunci ‘Wickley Watson’. Tak banyak informasi yang Alona dapat selain fakta yang cukup mengejutkan yaitu pria tampan tersebut adalah seorang pelaku kriminal, dan yang paling mencengangkan sehingga membuat Alona merinding setengah mati adalah kejahatan yang dilakukan oleh seorang Wickley Watson yang tak lain adalah seorang pembunuh. Jari Alona gemetar setengah mati sehingga ponsel yang digunakannya untuk mencari informasi tentang Wickley nyaris terjatuh kala dia membaca bahwa korban pembunuhan dari pria berdarah dingin itu adalah isteri sahnya sendiri yang ia nikahi lima tahun yang lalu.Refleks Alona menyentuh perutnya dengan jemari yang masih bergetar, apa jadinya anaknya nanti jika ayahnya adalah seorang pembunuh. Dia bercita-cita mencari pria yang tertampan dan terbaik sehingga anaknya kelak lahir nyaris sempurna, tapi fakta yang ia dapat hampir saja membuatnya lupa bernapas. Apa i
Alona melirik sinis ke arah pria yang sedang begitu santai memainkan gadgetnya tanpa merasa bersalah sama sekali karena menarik paksa Alona untuk ikut dengannya. Wanita itu sangat kesal dengan sikap pemaksa pria itu."Wajahmu akan cepat keriput jika terus kau tekuk begitu," sindir Wickley.Alona mendengus, sekalinya berbicara ternyata isinya hanya hinaan. Wanita itu menautkan alis bingung ketika mobil mulai memasuki area rumah sakit. "Kenapa ke sini?" tanyanya heran.Wickley tak menjawab selain keluar begitu saja dari mobil. Lagi-lagi Alona ingin menjambak rambutnya sendiri saking kesalnya."Simpan dulu sumpah serapahmu itu dan sekarang turun!" titah pria itu.Alona terlonjak kaget, tak menyadari keberadaan pria itu yang sudah berdiri membuka pintu untuknya. Tapi, wanita itu tak mau repot-repot mengucapkan terimakasih karena yang dilakukan pria itu bukanlah sesuatu yang mengesankan.Ketika Alona berjalan jauh di belakangnya, Wickley berdecak tak s
Alona berjalan sambil menggerutu, kakinya sudah terasa pegal karena berjalan sejauh ini. Niat hati ingin melarikan diri, tapi dirinya malah terdampar di tempat ini. Tiba-tiba langkah wanita itu terhenti karena melihat sosok pria tampan berdiri angkuh sambil menatap remeh ke arahnya.Wanita itu merasakan gemuruh di dada, merasa kesal karena saat ini Wickley pasti sedang mencemooh kebodohannya. Ternyata hari ini bukanlah hari peruntungannya."Bagaimana, My Apple? Sudah jera?" Pria itu buka suara dengan tersenyum lebar, kelewat lebar hingga Alona menyimpulkan bahwa itu senyum palsu yang sudah jelas menghina dirinya."Tampaknya belum, mengingat kau adalah wanita nakal yang keras kepala," imbuh Wickley lagi.What? Apa tadi katanya? Wanita nakal? Kurang ajar!"Itu bukan urusanmu Tuan Wickley yang terhormat," sahut Alona sengit."Hm … kau belum paham juga ternyata, Sayangku." Wickley berjalan mendekat. "Kau sekarang tahananku. Jadi, jangan main-main! Aku
"Kau berlebihan!" hardik Alona kesal karena sejak tadi Wickley tak berhenti membanting barang-barang di sekitarnya.Pria itu berjalan cepat menghampiri Alona. "Kau membelanya?" bentak pria itu.Wanita itu memejamkan mata karena terkejut. Sejak tadi, pria itu hanya marah-marah tak jelas seorang diri, tapi kali ini kemarahan pria itu tertuju padanya dan itu membuat wanita itu gemetar karena takut."Dengar sialan! Aku tak akan membiarkanmu menggoda laki-laki lain seperti yang sudah kau lakukan padaku!" ucap pria itu geram.Alona sontak membuka mata dan menggeleng tak percaya, apa Wickley berpikir dia wanita seperti itu?Oh, tentu saja. Mengingat buruknya cerita yang mereka miliki sudah barang tentu Wickley menganggap dirinya seorang wanita murahan. Biar saja, Alona akan bersabar menunggu hingga pria ini bosan dan melepaskan dirinya."Apa kau mengerti?" desis pria itu lagi.Alona ingin sekali memukul keras-keras wajah bengis itu dengan se
Alona bersungut-sungut ketika dengan tak punya hatinya Wickley malah membawanya ke sebuah club malam di tengah kota. Pria itu tetap menyeretnya meski ia sudah menolak sekuat tenaga. Apa dia gila membawa wanita hamil ke tempat tak sehat seperti ini?"Jangan gila, Brengsek! Aku sedang hamil." pekik Alona marah."Jangan berlebihan, Alona. Aku tak membawamu masuk dan beradegan tak senonoh di sana seperti yang kau lakukan padaku dulu," jawab Wickley santai yang jelas sedang menyindir kelakuannya dulu.Alona melotot kaget. Apa tadi katanya? Ingin Alona mejeritkan bahwa semua itu tidak akan terjadi jika si brengsek ini tak mendekati duduknya duluan. Tapi Alona merasa sia-sia jika membahas hal memalukan itu lagi sekarang."Tapi tetap saja, udara di sini tidak sehat, Wickley," sahut Alona memelas."Kau pikir aku tak memikirkan kesehatanku sendiri dengan membiarkan udara busuk memenuhi ruangan kerjaku setiap hari?""Tap--""Dengar Alona, aku tak