Seperti tahun-tahun sebelumnya, saat memasuki bulan kedua di setiap tahun, maka rakyat kerajaan Xilen akan sibuk untuk mempersiapkan perayaan persembahan bagi iblis yang dipercaya memberikan perlindungan bagi kerajaan Xilen ini. Rakyat kerajaan Xilen, memang menganut kepercayaan dua sisi. Kepercayaan ini membuat penganutnya menyembah Dewa dan Iblis dengan sama besarnya. Tentu saja, rakyat kerajaan Xilen mempersiapkan dua buah persembahan yang sama besar dan mewahnya untuk Dewa dan Iblis.
Namun, kali ini adalah giliran persembahan bagi Iblis yang perlu diselenggarakan oleh keluarga Xilen. Persembahan yang dimaksud di sini, adalah mempersembahkan sejumlah harta berharga. Entah itu emas, batu mulia atau harta berharga lainnya yang memang secara khusus dipersiapkan untuk sang iblis yang berkuasa di dunia kegelapan. Hanya saja, dalam persembahan tersebut, akan ada seorang gadis yang dipersiapkan untuk menjadi pengantar persembahan tersebut. Gadis tersebut hanya akan menjaga barang berharga di tempat persembahan, hingga sang iblis mengutus utusannya dan menerima persembahan tersebut.
Meskipun nantinya gadis persembahan tersebut akan jatuh tidak sadarkan diri saat tengah malam tiba, gadis itu akan kembali terbangun saat fajar menjelang. Sebagai hadiah, sang Iblis akan menghadiahkan batu rubi yang indah. Besabaran dan kemilau batu rubi yang diberikan oleh sang Iblis, akan menjadi sebuah gengsi tersendiri bagi para gadis persembahan. Kenapa? Karena semakin besar, dan semakin berkilau batu rubi yang diberikan oleh sang Iblis, maka semakin besarlah pengakuan sang Iblis mengenai kecantikan sang gadis persembahan tersebut. Tentu saja, setiap gadis berharap jika mereka dipilih menjadi keindahan yang akan mengantarkan persembahan, dan kembali dengan membawa batu rubi besar yang sangat berkilau. Jika mereka sudah mendapatkan hal tersebut, sudah dipastikan kecantikan mereka diakui dan lamaran demi lamaran akan mereka dapatkan dengan mudahnya.
Karena hari ini adalah hari pemilihan bagi para gadis yang tepat berusia delapan belas tahun, sudah dipastikan bahwa mereka akan mempersiapkan diri mereka sebaik mungkin. Tepat pagi tadi, para gadis yang memang tidak tinggal di ibu kota sudah memasuki ibu kota dan mencari penginapan serta melanjutkan persiapan untuk pemilihan gadis persembahan yang akan diselenggarakan nanti malam. Sudah bisa dipastikan jika ibu kota dan para keluarga yang memiliki putri berusia delapan belas tahun, tengah sangat sibuk karena mengurus banyak hal.
Hanya saja, hal itu berbeda dengan seorang nona bangsawan dari keluarga Duke. Gadis cantik itu lebih memilih untuk menyibukkan diri dengan membaca sebuah buku di sudut kamarnya alih-alih menyiapkan semua hal berkaitan pemilihan gadis persembahan. Gadis tersebut memiliki rambut kecokelatan yang indah dan bergelombang serta sepasang netra yang sewarna emerald tampak berkilau diterpa sinar matahari membuat sosoknya semakin menawan dengan keanggunanan yang melekat erat dalam dirinya. Meskipun dirinya tampak begitu tenang dengan buku yang ia baca, hal itu sangat berbanding terbalik dengan apa yang tengah terjadi di dalam kamar luasnya.
Di dalam kamarnya tersebut, para pelayan berseragam khas tampak hilir mudik untuk menyiapkan berbagai hal yang memang akan dibutuhkan oleh sang nona muda. Salah satu pelayan terlihat cemas karena sang nona masih saja tidak peduli dengan apa yang tengah mereka persiapkan. Pelayan bernama Katia tersebut memilih untuk mendekat dan berkata, “Nona Olevey, semua sudah selesai kami persiapkan. Nona harus segera memulai persiapan, atau Nona akan terlambat untuk datang ke istana nanti malam.”
Ucapan yang ia dengar dari Katia, membuat nona muda anggun yang bernama Olevey tersebut mengangkat pandangannya. “Katia, tidak perlu berlebihan seperti ini. Lagi pula, kalian juga sudah tau bukan, jika aku sama sekali tidak tertarik untuk dipilih menjadi gadis persembahan.”
“Meskipun begitu, kamu harus tetap bersiap, Olevey. Jangan membuat Ayah dan Ibu merasa malu saat berhadapan dengan keluarga kerajaan,” ucap sebuah suara lembut yang membuat Olevey menoleh ke sumber suara. Sementara para pelayan segera menunduk dan memberikan hormat bagi sang nyonya kediaman tersebut.
Perempuan anggun tersebut menerima salam para pelayan dan melangkah untuk duduk berhadapan dengan putri cantiknya. Mendengar apa yang dikatakan oleh ibunya, Olevey tidak bisa menahan diri untuk mengerucutkan bibirnya. “Aku tidak mungkin membuat Ibu dan Ayah malu,” ucap Olevey sedikit mengeluh dengan apa yang dikatakan oleh ibunya. Karena jelas dirinya sama sekali tidak memiliki niatan untuk melakukan hal itu. Lagi pula, sebelumnya pun ia sudah membicarakan hal ini dengan ayah dan ibunya. Kedua orang tuanya juga sama sekali tidak keberatan jika Olevey tidak akan serius dalam mempersiapkan diri dalam pemilihan gadis persembahan.
Ilse tersenyum lembut dan menggenggam salah satu tangan Olevey dengan hangat. “Eve, Ibu dan Ayah tidak memintamu untuk menjadi keindahan yang terpilih menjadi gadis persembahan. Kami hanya ingin kamu menunjukkan martabat keluarga Duke, dan memberikan percontohan bagi rakyat kerajaan Xilen, agar mematuhi adat istiadat serta norma yang berlaku,” ucap Ilse lagi-lagi memberikan pengertian pada putrinya.
Sebenarnya, Olevey sendiri mengerti dengan apa yang dimaksud oleh Ilse. Sebagai seorang putri dari keluarga Duke Meinhard, setiap apa yang dilakukan oleh Olevey memang akan menjadi perhatian semua orang. Karena itulah, sejak kecil Olevey terus dididik menjadi pribadi yang berpikiran tajam dan berhati-hati dalam bertindak. Untuk masalah gadis persembahan ini, sebenarnya Olevey benar-benar enggan untuk mengikuti acara pemilihan yang akan diselenggarakan nanti malam. Namun, Olevey tidak bisa mangkir dalam acara tersebut, karena sudah dipastikan kesalahan kecil saja, bisa membuat musuh keluarga Duke dengan mudah menjadikannya sebagai bahan untuk menyerang.
“Ibu tidak perlu cemas, aku akan menghadiri dan mengikuti pemilihan tersebut. Tapi, seperti yang Ibu dan Ayah ketahui, aku sama sekali tidak akan berusaha untuk menjadi keindahan yang terpilih dan menjadi gadis persembahan,” ucap Olevey.
Ilse mengangguk dan tersenyum. “Ibu dan Ayah mengerti dengan apa yang kamu inginkan, Eve. Kami akan mendukung apa pun yang kamu putuskan. Jadi, tidak perlu cemas. Kami akan bahagia, jika kamu pun bahagia,” balas Ilse lalu mengusap punggung tangan Olevey dengan penuh kasih sayang.
***
Kehadiran Olevey dan kedua orang tuanya yang tak lain adalah a pasangan Duke dan Duchess Meinhard, tentu saja menjadi pusat perhatian. Sebagai keluarga bangsawan tertinggi di ibu kota, tentu saja semua orang mengenal setiap anggota keluarga tersebut. Mala mini, Olevey yang biasanya tidak senang muncul di pergaulan kelas atas, kini muncul dengan keindahan alami sebagai seorang gadis berusia delapan belas tahun yang memang sudah menginjak usia dewasa bagi seorang perempuan. Duke dan Duchess memberikan kecupan pada kening Olevey, sebelum melepaskan Olevey untuk bergabung dengan para gadis lain yang memang sudah bersiap untuk mengikuti pemilihan keindahan tahun ini yang akan menjadi gadis persembahan. Sementara itu, pasangan Duke dan para orang tua lainnya tentu saja memasuki area yang sudah disediakan untuk mengamati serta menunggu proses pemilihan selesai diselenggarakan.
Semua gadis yang berusia tepat delapan belas tahun, terlihat berbaris rapi sesuai dengan instruksi yang diberikan. Setidaknya, ada sekitar seratus orang gadis yang memang mengikuti pemilihan gadis persembahan tersebut. Mereka mempersiapkan sebaik mungkin. Setelah menunggu beberapa saat, pendeta yang dipercaya untuk memilihkan gadis persembahan muncul dan memulai acara pemilihan gadis persembahan tersebut.
Pendeta tersebut membacakan beberapa bait doa, sebelum membuka sebuah kotak kuno yang tampak sudah berabad-abad umurnya. Siapa pun yang melihat kotak tersebut, pasti bisa menyimpulkan jika kotak tersebut sudah ada semenjak negeri ini berdiri. Lalu, beberapa detik kemudian segerombolan kupu-kupu hitam dengan corak biru langit ke luar dari kotak tersebut.
Pendeta mengangkat kedua tangannya ke udara dan menunjuk pada para gadis yang kini menatap takjub pada gerombolan kupu-kupu tersebut. “Pergilah, dan tunjukkan keindahan yang memukau kalian,” ucap sang pendeta serupa rapalan mantra yang membuat kupu-kupu tersebt menyebar ke sepenjuru aula istana dan satu per satu hingga pada beberapa gadis.
Namun, beberapa saat kemudian kupu-kupu tersebut malah kembali terbang dan bergerombol di tengah aula, menutupi cahaya lampu aula tersebut, hingga membuat aula tampak gelap karena kehilangan sumber cahaya. Tentu saja para gadis agak cemas dengan hal tersebut. Selain karena tidak bisa melihat dengan jelas, mereka juga menunggu-nunggu untuk dipilih sang kupu-kupu. Di antara para gadis tersebut, Olevey masih terlihat tenang dan tidak peduli dengan apa yang terjadi. Hanya saja, saat cahaya lampu tidak lagi tertutupi, Olevey mengernyitkan keningnya karena semua orang berbalik dan menatapnya dengan penuh keterkejutan.
Olevey pun mendogak dan tercengang dengan apa yang ia lihat. Semua kupu-kupu ternyata terbang dan bergerombol tepat di atas kepalanya. Wajah cantik Olevey memucat seketika. Ini tidak baik, pikirnya. “Dengan ini, keindahan yang menjadi gadis persembahan sudah diputuskan. Lady Olevey Meinhard dari keluarga Duke Meinhard, akan menjadi gadis persembahan tahun ini,” seru pendeta mengumumkan keputusan dari pemilihan gadis persembahan.
“Ah, sial,” bisik Olevey.
Dua minggu berlalu dengan cepatnya. Persiapan untuk persembahan bagi sang Iblis berakhir, dan hari ini tiba saatnya Olevey menjalankan tugasnya sebagai seorang gadis persembahan. Olevey menghela napas panjang untuk kesekian kalinya. Ia memandangan pantulan dirinya pada cermin, masih ada dua orang perias kerajaan yang kini tengah bertugas merias dirinya sesuai dengan standar yang biasanya digunakan untuk merias gadis persembahan. “Rambut dan wajah Nona sudah selesai kami rias, sekarang mari kami bantu untuk berganti pakaian dan menggunakan perhiasan,” ucap salah satu perias dan membantu Olevey untuk berganti pakaian.Olevey menahan napas saat dirinya harus menggunakan korset yang s
Leopold mengepalkan kedua tangannya erat-erat saat melihat semua harta dan persembahan lainnya yang berada di lembar Darc masih tersaji dengan rapi tanpa ada satu pun yang hilang. Ah, Leopold salah. Ada satu hal yang hilang. Putra mahkota dari kerajaan Xilen tersebut melangkah menyusuri jalan setapak yang memang disediakan untuk menjalani jalanan yang akan dilewati oleh gadis persembahan serta rombongan yang membawa persembahan bagi sang Iblis.Leopold berhenti di sebuah gazebo cantik yang memang disediakan untuk para gadis persembah
Keyakinan Leopold memang benar adanya. Tidak ada hal buruk yang terjadi pada diri Olevey. Gadis satu itu, kini tampak begitu tenang dalam tidur pulasnya. Olevey yang sebelumnya tampak gelamor dengan gaun mewah dan riasan full, kini tampak begitu polos selayaknya Olevey biasanya. Ia tampak mengenakan gaun berbahan sutra terbaik berwarna merah gelap. Rambutnya yang berwarna kecokelatan tergerai begitu saja di atas bantal empuk yang menyangga kepalanya. Benar, Olevey memang terbaring nyaman di atas ranjang luas yang memiliki empat tiang penyangga bagi kelambu merah tipis yang kini menggantung dengan anggun di setiap tiang.
Olevey membuka mata saat merasakan belaian hangat pada wajahnya. Sepasang netra emerald yang berkilauan seketika menyapa dunia yang terasa asing bagi pemiliknya. Tentu saja, Olevey masih mengingat kejadian di mana dirinya baru saja terbangun dan disambut dengan sebuah cekikan yang membuatnya kembali jatuh tak sadarkan diri. Itu benar-benar menegangkan, dan Olevey sendiri berpikir jika dirinya akan mati saat itu juga. Olevey mendesah dan memilih untuk bangkit dan duduk bersandar pada kepala ranjang. Ia mengulurkan tangannya untuk menyentuh lehernya yang sebelumnya dicekik dengan sekuat tenaga oleh pria pemilik netra sewarna rubi.
“Apa yang sedang Nona pikirkan?” tanya Jennet membuat Olevey berjengit.Olevey menoleh pada Jennet yang berdiri di sampingnya. Olevey menghela napas panjang sebelum mengalihkan pandangannya kembali pada padang hijau yang menghampar luas. Olevey terlihat linglung. “Sudah berapa hari aku tinggal di dunia ini?” tanya Olevey pada Jennet yang sudah resmi menjadi pelayan yang akan melayaninya di dunia iblis.
“Nona benar-benar cantik. Saya rasa, Nona pasti akan menjadi sosok yang paling cantik malam ini,” ucap Jennet pada Olevey yang barusan selesai ia rias.Apa yang dikatakan oleh Jennet memang benar adanya. Hanya dengan riasa tipis, dan aksesoris sederhana, Olevey sudah tampak begitu memukau serta luar biasa. Rasanya sangat mungkin jika Olevey akan menjadi gadis yang paling cantik di tengah pesta bulan perak nanti. Ya, Olevey dirias sedemikian rupa karena dirinya akan menghadiri pesta bulan perak sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Diederich sebelumnya. Tentu saja, Olevey tidak berk
Olevey menatap langit-langit yang selama beberapa hari ini selalu menyapanya ketika bangun tidur. Namun, kali ini Olevey sadar jika dirinya tidak terbangun dari tidur malamnya yang nyaman. Olevey teringat apa yang terjadi tadi malam, dan rasa dingin menguasai telapak tangan dan kakinya yang sebenarnya masih terlindungi selimut tebal yang halus. Mungkin, Olevey memang tinggal nyaman selayaknya tinggal di dunia manusia. Hanya saja, Olevey melupakan fakta, jika dunia iblis dan dunia manusia jauh berbeda. Olevey terlalu terbuai dengan keindahan yang jelas-jelas hanyalah kamuflase untuk membuat manusia terbuai. Jelas, Olevey hampir saja menjadi salah satu manusia yang terbuai.
“Bulannya sudah berganti merah,” gumam Olevey sembari melihat langit malam yang dihiasi oleh bulan sempurna yang berpendar merah. Terasa sangat aneh bagi Olevey, menayksikan saat-saat bulan yang berganti berwarna semerah darah ini. Tentu saja, ini kali pertama bagi Olevey melihat bulan yang berwarna merah. Merah darah atau merah rubi? Olevey tidak bisa memisahkan dan membedakannya. Hanya saja, warna merah itu membuatnya teringat Diederich. Olevey tanpa sadar menyentuh bibirnya dengan jemari lembutnya. Olevey menggigit bibirnya saat teringat kejadian di mana Diederich dengan tanpa