Leopold mengepalkan kedua tangannya erat-erat saat melihat semua harta dan persembahan lainnya yang berada di lembar Darc masih tersaji dengan rapi tanpa ada satu pun yang hilang. Ah, Leopold salah. Ada satu hal yang hilang. Putra mahkota dari kerajaan Xilen tersebut melangkah menyusuri jalan setapak yang memang disediakan untuk menjalani jalanan yang akan dilewati oleh gadis persembahan serta rombongan yang membawa persembahan bagi sang Iblis.
Leopold berhenti di sebuah gazebo cantik yang memang disediakan untuk para gadis persembahan untuk menjalankan tugasnya menunggui semua persembahan. Gadis persembahan akan tetap berada di sana hingga sang iblis mengambil semua persembahan dan memberikan hadiah bagi para gadis berupa batu rubi yang besarannya berbeda-beda tergantung seberapa puasnya sang iblis dengan kecantikan gadis persembahan tersebut. Biasanya, keesokan harinya sang gadis persembahan akan bisa kembali ke pelukan keluarganya setelah pihak istana mengirimkan kereta kuda untuk menjemput sang gadis persembahan yang memang sudah selesai mengerjakan tugasnya.
Namun, kali ini berbeda. Sejak awal, Leopold sudah merasa tidak nyaman dan merasa begitu cemas saat mendengar kabar bahwa Olevey lah yang terpilih menjadi keindahan tahun ini, dan dinobatkan sebagai gadis persembahan. Karena rasa cemas tersebut, Leopold tergerak untuk ikut dalam rombongan penjemput Olevey yang memang bertugas sebagai gadis persembahan. Lalu saat inilah Leopold menyaksikan bukti firasat buruk yang selama beberapa minggu ini menyerang hatinya.
Leopold mengetatkan rahangnya, saat melihat gazebo cantik tersebut sudah tidak memiliki penghuni hidup di sana. Olevey sudah menghilang dan digantikan dengan batu ruby—ah lebih tepatnya bongkahan batu rubi besar serta sangat berkilau di dalam gazebo tersebut. Dadanya saat ini dipenuhi oleh kemarahan yang menggebu-gebu. Seakan-akan siap untuk meledakkan dirinya saat ini juga.
“Vey, kamu sudah berjanji untuk kembali dengan selamat dan mendengar apa yang ingin aku katakan. Lalu, sekarang kamu pergi ke mana?” bisik Leopold sembari menatap nyalang pada bongkahan batu rubi yang berkilauan di hadapannya ini. Seumur hidup Leopold, ia tidak pernah melihat jika sang Iblis menghadiahkan batu rubi sebesar dan seindah ini pada utusan pihak manusia. Lalu kenapa kali ini sang Iblis bermurah hati dengan memberikan hadiah sebesar ini, dan malah membawa gadis persembahan yang biasanya selalu tidak tersentuh serta bisa kembali dengan selamat?
Kecemasan demi kecemasan terus menyerang Leopald, pria tinggi tersebut mengangkat pandangannya dan menatap sisi lembar Darc yang ditutupi kabut gelap. Itu adalah batas dari daerah kekuasaan kerajaan Xilen, dengan daerah tak terjamah yang disebut sebagai tanah iblis. Kabut tersebut tidak boleh dilewati oleh siapa pun, dan jika ada yang melanggarnya, maka riwayat hidupnya berakhir saat itu juga. Kenapa? Karena siapa pun yang berusaha untuk melewatinya, tidak pernah bisa kembali dan menceritakan apa yang sudah mereka lewati serta apa yang mereka saksikan di balik kabut tebal tersebut.
“Kita kembali ke istana. Ini harus segera kita laporkan pada Yang Mulia Raja, dan harus didiskusikan pada Pendeta Agung, baik Pendeta Hitam maupun Pendeta Putih,” ucap Leopold tegas dan berbalik pada bawahannya yang kini mengangguk dan segera berbagi tugas.
Sebagian prajurit akan ikut kembali dengan Leopold, dan sebagian lagi menjaga semua persembahan serta bongkahan batu rubi yang menjadi pertanda jika sang Iblis memang datang untuk melihat persembahan yang sudah disiapkan oleh rakyat kerajaan Xilen. Kini Leopold menunggangi kuda dan memacunya dengan kecepatan tinggi. Tentu saja, sebagian prajurit segera mengikuti Leopold. Meskipun jarak antara lembar Darc dan ibu kota di mana istana kerajaan berada terbilang jauh, Leopold dan rombongannya bisa mencapai ibu kota dengan rentang waktu yang tidak terlalu lama.
Sudah ada rakyat yang menyambut kedatangan Leopold dengan alunan musik yang meriah. Namun, musik meriah dan suka cita itu terhenti seketika saat semua orang melihat wajah Leopold yang tegang dan tidak berkespresi ramah seperti biasanya. Apalagi saat mereka melihat, tidak ada kereta kuda yang mengikuti rombongan Leopald. Yang ada hanyalah para pengawal yang memang menunggang kuda perang mereka. Saat itulah, semua rakyat merasakan firasat buruk. Mereka menyimpulkan jika ada sesuatu yang salah dalam persembahan tadi malam.
Semua orang mulai bertanya-tanya, apa mungkin persembahan kali ini tidak diterima oleh sang iblis? Atau mungkin, ada sesuatu yang terjadi dengan lady Olevey yang memang mencetak sejarah dengan menarik perhatian semua kupu-kupu agung? Semua hanya bisa berbisik-bisik dalam bayang-bayang. Tentu saja tidak ada orang yang ingin menyinggung keluarga Duke Meinhard atau bahkan menyinggung keluarga kerajaan. Mengingat hubungan kedua keluarga tersebut memang sangat baik, dan digadang-gadang keduanya akan menjalin hubungan keluarga. Sebab sang putra mahkota yang memang menyimpan perasaan pada sang nona muda.
Kini, Leopolad tiba di istana. Semua kalangan bangsawan yang memang sudah berada di istana untuk menyambut kedatangan gadis persembahan, tentu saja merasa bingung sekaligus terkejut saat melihat jika Leopold tiba tanpa membawa Olevey serta. Ilse dan Walfred tentu saja yang paling pertama bertanya ke mana putri mereka pergi, dan kenapa Leopold tidak membawa serta putri mereka yang memang sudah bertugas sebagai gadis persembahan untuk pulang bersana?
Namun, Leopold yang memang menggunakan pakaian resminya sebagai putra mahkota sama sekali tidak tergerak untuk memberikan jawaban yang diinginkan oleh pasangan Duke tersebut. Saat ini, Leopold malah mengedarkan pandangannya ke sekeliling dirinya, di mana semua para bangsawan kerajaan Xilen yang hadir menatapnya dengan penuh tanda tanya. Terakhir, Leopold memandang sang ayah yang saat ini memutuskan untuk bertanya, “Putraku, Putra Mahkota, di mana Lady Olevey kita berada? Kenapa kamu tidak membawanya serta? Tidak ada hal buruk yang terjadi, bukan?”
Leopold yang mendengar pertanyaan tersebut tidak bisa menahan diri untuk mengepalkan tangannya erat-erat. Tentu saja, Leopold sangat enggan untuk menjawab pertanyaan yang diberikan oleh semua orang ini. Leopold enggan mengungkap jika saat ini Olevey menghilang dan kemungkinan di bawa oleh Sang Iblis ke dunia bawah. Namun, Leopold tidak bisa menyembunyikan fakta ini lebih lama. Kepulangannya saat ini, tentu saja untuk mendiskusikan alasan mengapa Olevey bisa dibawa oleh sang Iblis, dan kenapa hanya Olevey?
Leopold menatap Karl, sang raja kerajaan Xilen tersebut dengan tatapan kelabu. Karl yang mendapatkan tatapan tersebut jelas saja terkejut. Ia mengenal putranya dengan sangat baik. Setelah istrinya meninggal, Karl tidak pernah berniat untuk mengambil seorang permasuri baru untuk menjadi ibu kerajaan dan ibu pengganti bagi Leopld. Jadi, sudah dipastikan jika Karl yang merawat Leopold sejak kecil bisa merasakan ikatan batin yang cukup kuat dengan putra ini. Melihat tatapan yang diberikan oleh Leopold, Karl bisa menyimpulkan jika memang ada hal buruk yang sudah terjadi. Dan sudah dipastikan jika kabar buruk tersebut berkaitan dengan Olevey, gadis yang dicintai oleh putranya.
“Olevey … menghilang,” ucap Leopold dingin dengan nada datar, membuat semua orang tersentak dengan apa yang mereka dengar.
“A, Apa? Menghilang?” tanya Ilse tidak percaya dengan apa yang ia dengar. Walferd yang berdiri di sisi Ilse dengan sigap menahan tubuh istrinya yang goyah. Tentu saja Walferd merasa terkejut dan merasa begitu sedih dengan kabar yang ia dengar ini. Namun, Walferd tetunya harus berpikir dengan jernih sebagai seorang ayah, sebagai suami, dan sebagai seorang Duke.
Leopold menatap Ilse dengan penuh penyesalan. “Maafkan aku Nyonya Duchess, tetapi aku harus menegaskannya kembali. Olevey menghilang. Ia menghilang dan digantikan dengan bongkahan batu rubi paling besar serta paling berkilau yang pernah aku lihat selama ini. Tapi, Nyonya dan Tuan Duke cemas, aku yakin di mana pun Olevey berada saat ini, Olevey pasti dalam keadaan baik-baik saja,” ucap Leopold dengan penuh kesungguhan. Mendengar hal tersebut, Ilse tidak bisa menahan diri untuk menangis dengan pilu. Sebagai seorang ibu, tentu saja Ilse merasakan hatiny tercabik mendengar jika putrinya sudah menghilang dan dirinya ditukar oleh sebongkah batu rubi.
Tentu saja Leopold juga merasakan kesedihan yang sama besar dengan kedua orang tua Olevey. Namun, Leopold yakin dengan apa yang ia katakan. Di mana pun kini Olevey berada, Leopold lebih dari yakin jika Olevey berada dalam kondisi baik-baik saja. Olevey adalah gadis kuat dan cerdas, ia pasti bisa melewati situasi sesulit apa pun itu. Ya, Leopold yakin.
Keyakinan Leopold memang benar adanya. Tidak ada hal buruk yang terjadi pada diri Olevey. Gadis satu itu, kini tampak begitu tenang dalam tidur pulasnya. Olevey yang sebelumnya tampak gelamor dengan gaun mewah dan riasan full, kini tampak begitu polos selayaknya Olevey biasanya. Ia tampak mengenakan gaun berbahan sutra terbaik berwarna merah gelap. Rambutnya yang berwarna kecokelatan tergerai begitu saja di atas bantal empuk yang menyangga kepalanya. Benar, Olevey memang terbaring nyaman di atas ranjang luas yang memiliki empat tiang penyangga bagi kelambu merah tipis yang kini menggantung dengan anggun di setiap tiang.
Olevey membuka mata saat merasakan belaian hangat pada wajahnya. Sepasang netra emerald yang berkilauan seketika menyapa dunia yang terasa asing bagi pemiliknya. Tentu saja, Olevey masih mengingat kejadian di mana dirinya baru saja terbangun dan disambut dengan sebuah cekikan yang membuatnya kembali jatuh tak sadarkan diri. Itu benar-benar menegangkan, dan Olevey sendiri berpikir jika dirinya akan mati saat itu juga. Olevey mendesah dan memilih untuk bangkit dan duduk bersandar pada kepala ranjang. Ia mengulurkan tangannya untuk menyentuh lehernya yang sebelumnya dicekik dengan sekuat tenaga oleh pria pemilik netra sewarna rubi.
“Apa yang sedang Nona pikirkan?” tanya Jennet membuat Olevey berjengit.Olevey menoleh pada Jennet yang berdiri di sampingnya. Olevey menghela napas panjang sebelum mengalihkan pandangannya kembali pada padang hijau yang menghampar luas. Olevey terlihat linglung. “Sudah berapa hari aku tinggal di dunia ini?” tanya Olevey pada Jennet yang sudah resmi menjadi pelayan yang akan melayaninya di dunia iblis.
“Nona benar-benar cantik. Saya rasa, Nona pasti akan menjadi sosok yang paling cantik malam ini,” ucap Jennet pada Olevey yang barusan selesai ia rias.Apa yang dikatakan oleh Jennet memang benar adanya. Hanya dengan riasa tipis, dan aksesoris sederhana, Olevey sudah tampak begitu memukau serta luar biasa. Rasanya sangat mungkin jika Olevey akan menjadi gadis yang paling cantik di tengah pesta bulan perak nanti. Ya, Olevey dirias sedemikian rupa karena dirinya akan menghadiri pesta bulan perak sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Diederich sebelumnya. Tentu saja, Olevey tidak berk
Olevey menatap langit-langit yang selama beberapa hari ini selalu menyapanya ketika bangun tidur. Namun, kali ini Olevey sadar jika dirinya tidak terbangun dari tidur malamnya yang nyaman. Olevey teringat apa yang terjadi tadi malam, dan rasa dingin menguasai telapak tangan dan kakinya yang sebenarnya masih terlindungi selimut tebal yang halus. Mungkin, Olevey memang tinggal nyaman selayaknya tinggal di dunia manusia. Hanya saja, Olevey melupakan fakta, jika dunia iblis dan dunia manusia jauh berbeda. Olevey terlalu terbuai dengan keindahan yang jelas-jelas hanyalah kamuflase untuk membuat manusia terbuai. Jelas, Olevey hampir saja menjadi salah satu manusia yang terbuai.
“Bulannya sudah berganti merah,” gumam Olevey sembari melihat langit malam yang dihiasi oleh bulan sempurna yang berpendar merah. Terasa sangat aneh bagi Olevey, menayksikan saat-saat bulan yang berganti berwarna semerah darah ini. Tentu saja, ini kali pertama bagi Olevey melihat bulan yang berwarna merah. Merah darah atau merah rubi? Olevey tidak bisa memisahkan dan membedakannya. Hanya saja, warna merah itu membuatnya teringat Diederich. Olevey tanpa sadar menyentuh bibirnya dengan jemari lembutnya. Olevey menggigit bibirnya saat teringat kejadian di mana Diederich dengan tanpa
Di sebuah ranjang luas dan mewah, Olevey terbaring. Wajahnya pucat pasi, dan napasnya telihat berat. Keningnya dihiasi anak-anak rambut yang menempel erat sebab keringat dingin terus mengucur deras dan membuat rambutnya yang halus serta mengembang dengan indah, kini terlihat lepek. Olevey tampak begitu tersiksa dengan kondisinya yang tentu saja terasa tidak nyaman.Seorang pria berjubah tampak memeriksa Olevey dengan sihir yang berpendar biru gelap. Pria itu menarik tangannya dan menggeser tubuhnya. Ia membungkuk pada Diederich yang rupanya berdiri di dekat kaki ranjang. Diederich tampak cukup berbeda dengan
Diederich membawa Olevey yang masih tak sadarkan diri dalam gendongannya yang kokoh dan hangat. Ia membawa Olevey kembali ke dalam kamar pribadinya yang tentu saja adalah kamar paling luas, paling mewah, dan paling ketat penjagaannya. Diederich membaringkan Olevey di tengah ranjang. Namun, Diederich sama sekali tidak beranjak dari sisi Olevey. Ia malah ikut berbaring di samping gadis yang kini tampak sudah jauh lebih barik kondisinya. Napas Olevey sudah cukup teratur, tidak terlihat lagi jika Olevey kesulitan bernapas. Diederic mengulurkan tangannya dan merasakan suhu tubuh Olevey yang sudah kembali normal.