“Nona benar-benar cantik. Saya rasa, Nona pasti akan menjadi sosok yang paling cantik malam ini,” ucap Jennet pada Olevey yang barusan selesai ia rias.
Apa yang dikatakan oleh Jennet memang benar adanya. Hanya dengan riasa tipis, dan aksesoris sederhana, Olevey sudah tampak begitu memukau serta luar biasa. Rasanya sangat mungkin jika Olevey akan menjadi gadis yang paling cantik di tengah pesta bulan perak nanti. Ya, Olevey dirias sedemikian rupa karena dirinya akan menghadiri pesta bulan perak sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Diederich sebelumnya. Tentu saja, Olevey tidak berkenan untuk menghadiri pesta tersebut. Namun, Olevey tentu saja tidak bisa menolak, apalagi Diederich sudah menekankan berulang kali jika dirinya tidak menerima penolakan.
“Jangan berlebihan, Jennet. Tolong bantu aku untuk menggunakan gaun,” ucap Olevey sembari bangkit dari kursi rias.
Tentu saja Jennet tidak membuang waktu untuk segera membantu Olevey untuk menggunakan gaun yang terlihat cukup sopan untuk seukuran gaun pesta di dunia iblis. Biasanya, para iblis wanita tidak menggunakan potongan gaun seperti yang akan Olevey kenakan saat ini. Tentu saja, Jennet yang bertugas untuk menyesuaikan potongan hingga warna gaun agar sesuai dengan karakter dan selera Olevey. Terbukti, jika gaun yang disediakan oleh Jennet sangat sesuai dengan selera Olevey.
Tidak perlu memakan waktu terlalu lama, dan kini Olevey sudah mengenakan gaun berwarna perak yang dipadukan dengan warna biru gelap yang jelas membawa kesan elegan dan cantik yang memukau. Jennet terlihat begitu puas dengan gaun yang kini melekat dengan sempurna pada tubuh Olevey. Pilihannya ternyata begitu sempurna, hingga gaun tersebut semakin menunjang penampilan Olevey. “Apa yang saya katakan, Nona memang sangat cantik!” seru Jennet saat merapikan bagian rok gaun yang dikenakan oleh Olevey.
Sementara itu, Olevey menatap pantulan dirinya sendiri pada cermin yang menampilkan seluruh pantulan tubuhnya. Olevey mengakui jika tampilannya memang lebih anggun daripada biasanya. Lebih matang persiapannya, lebih daripada persiapan dirinya menghadiri pesta di dunia manusia. Hal ini terjadi bukan karena Olevey memang antusias untuk menghadiri pesta yang diselenggarakan oleh para iblis, tetapi ini lebih karena perjanjian yang sudah ia buat dengan Diederich. Olevey menghela napas panjang dan menunduk saat Jennet menyiapkan sepatu berwarna biru gelap untuknya.
Olevey melangkah menuju kursi dan duduk di sana. Namun, belum juga Olevey menggunakan sepatu tersebut, pintu kamar terbuka menampilkan Diederich dan Exel. Keduanya benar-benar berpenampilan sangat menawan. Siapa pun yang melihat penampilan keduanya, pasti tidak akan pernah berpikir jika keduanya adalah pria yang berasal dari klan iblis yang tentu saja seharusnya dijauhi oleh siapa pun. Karena mereka siap untuk menarik siapa pun untuk masuk ke dalam pusaran hitam tak berujung.
Jennet yang menyadari kedatangan Diederich dan Exel tentu saja berdiri untuk memberikan hormat pada junjungan yang ia layani. “Selamat malam Yang Mulia, semoga keagungan senantiasa menyertai Anda,” ucap Jennet memberi hormat.
Diederich memberikan isyarat pada Jennet yang memintanya untuk menjauh. Sementara itu, Olevey yang berniat untuk bangkit dari duduknya, segera ditahan oleh Diederich dengan sihirnya agar tetap duduk di kursinya. Tentu saja Olevey terkejut saat energi sihir melingkupi dirinya. Diederich berlutut di hadapan Olevey dan tanpa permisi mengenakan sepasang sepatu cantik berwarna perak dengan berbagai hiasan yang tentu saja sangat elegan. Itu sepatu yang jelas berbeda daripada sepatu yang disiapkan oleh Jennet tadi. Sepertinya, Diederich yang menyiapkan sepatu itu khusus untuk Olevey.
Olevey tersentak saat merasakan telapak tangan Diederich yang lebar dan panas terasa menggenggam pergelangan kakinya. Namun, belum cukup membuat Olevey terkejut dengan tiba-tiba menggenggam pergelangan kakinya, Diederich menyeringai. Diederich lalu menanamkan sebuah kecupan pada punggung kaki Olevey yang putih mulus, dan terasa begitu lembut. “Masih terlalu awal untuk merasa terkejut, karena akan ada hal yang lebih mengejutkan nantinya,” ucap Diederich penuh arti.
***
Apa yang dikatakan oleh Diederich ternyata benar adanya. Rasanya masih terlalu awal bagi Olevey untuk merasa terkejut, sementara ada hal yang lebih mengejutkan baginya. Saat ini, Olevey berada di tengah-tengah aula pesta di mana para iblis kelas tinggi hadir untuk mengikuti hingar bingar pesta yang selalu dilakukan setiap bulan ini. Hal yang membuat Olevey terkejut adalah, ternyata peradaban dunia iblis sama majunya dengan peradaban di dunia manusia. Mereka hadir dengan tampilan yang begitu memukau, tentu saja jauh dengan bayangan iblis yang sebelumnya memenuhi benak Diederich.
Diederich menggandeng Olevey menuju singgasana. Ternyata, Diederich ingin ditemani oleh Olevey duduk di singgasana. Namun, Olevey menolak dan memilih untuk berdiri di sisi yang berlawanan dengan Exel—yang juga tengah berdiri dengan tegapnya di sisi singgasana di mana Diederich duduk. Lalu pesta pun dimulai. Olevey menghela napas panjang, dan itu terdengar dengan jelas oleh Diederich. “Apa pesta ini terasa membosankan di matamu?” tanya Diederich.
Olevey tidak menatap Diederich dan memilih menatap ujung sepatu indah yang ia kenakan. “Saya hadir di sini hanya untuk memenuhi perjanjian yang sebelumnya kita buat. Saya tidak memiliki kewajiban untuk menikmati pesta ini,” jawab Olevey.
Diederich yang mendengar hal itu menyeringai dan mengetuk-ngetuk jarinya di atas peganngan kursi mengikuti alunan musik yang menggema di aula pesta. Diederich jelas bisa menangkap jika saat ini beberapa iblis sudah mulai mencuri-curi pandang pada Olevey. Sepertinya, apa yang diperkirakan oleh Diederich sebelumnya memang ada benarnya. Namun, Diederich tidak bisa menyimpulkan semua ini dengan gegabah. Diederich harus melihat apa yang terjadi hingga akhir.
Diederich pun menimpali perkataan Olevey. “Ah, perjanjianku yang mengatakan, jika kau sanggup tetap mengikuti pesta ini hingga selesai, maka aku akan memulangkanmu sesegera mungkin ke duniamu?” tanya Diederich.
“Saya rasa, saya tidak memiliki perjanjian apa pun lagi dengan Yang Mulia, selain perjanjian yang sudah Anda sebutkan sebelumnya,” jawab Olevey berusaha untuk mempertahankan kesopanannya. Tentu saja Olevey masih mengingat statusnya sebagai seorang gadis persembahan yang bisa dibilang sebagai seorang perwakilan dari kerajaan untuk berhadapan dengan semua urusan dunia iblis. Olevey tidak ingin membuat masalah yang pada akhirnya akan ditimpakan pada keluarganya.
“Kedengarannya, kau sangat yakin jika mengikuti pesta ini bukanlah hal yang sulit, hingga kau tidak ragu untuk menyutujui perjanjian yang aku ajukan. Tapi jangan lupakan risiko besar yang kau ambil. Jika kau gagal, maka kau akan tinggal selamanya di dunia iblis,” ucap Diederich.
“Saya yakin, jika saya bisa pulang.” Olevey terlihat benar-benar yakin jika dirinya bisa ke luar dari dunia yang jelas bukan tempatnya ini.
Namun, keyakinan Olevey tiba-tiba retak dan runtuh seketika saat dirinya sadar, ia tidak bisa bertahan hingga pesta berakhir. Hal itu terjadi saat sinar bulan perak yang sempurna dibiarkan masuk ke dalam aula pesta. Sinar bulan perak tersebut, ternyata membuat penampilan indah yang semula Olevey lihat dari para iblis yang hadir, kini berubah menjadi sesuatu yang mengerikan. Semua iblis, kini menanggalkan penampilan manusia mereka yang indah dan menunjukkan penampilan asli mereka sebagai iblis yang tentu saja mengerikan di mata manusia biasa seperti Olevey.
Hal itu belum cukup mengejutkan bagi Olevey. Kaki Olevey seakan-akan melunak saat melihat jika aula pesta mewah dan indah itu tak lain adalah sebuah gua yang dipenuhi oleh lava dan kobaran api yang terlihat siap untuk melahap apa pun. Tersentaklah Olevey saat ratusan pasang mata iblis yang menyorot merah menyala padanya, lalu sedetik kemudian semua iblis itu berlari, terbang, serta berteriak ke arahnya. Olevey jelas-jelas limbung, merasa darah seakan-akan menghilang dari tubuhnya.
Untungnya, sepasang tangan menarik Olevey hingga ia jatuh terduduk menyamping di atas pangkuan seseorang. Tubuh Olevey bergetar hebat saat menyadari para iblis dalam bentuk mengerikan tersebut sudah begitu dekat dengannya. Olevey mengalihkan pandangannya dan membuang wajah hingga menghadap dada bidang Diederich yang dibalut kain terbaik berwarna perak yang dipadukan dengan warna biru gelap. Entah mengapa, Olevey merasa jika Diederich yang bisa memberikan perlindungan padanya. Hanya Diederich.
Apa yang dipikirkan oleh Olevey memang benar adanya. Saat ini Diederich dalam sekejap mata membuat sebuah barrier transparan yang melindungi singgasana dan membuat para iblis yang berusaha menyerang Olevey terpental. Diederich menyeringai dan berkata pada para iblis yang tak lain adalah bawahannya itu. Mereka seakan-akan tersadar dan berlutut dengan penuh ketakutan pada Diederich. “Kalian memang bodoh, tapi atas kebodohan kalian, aku bisa mendapatkan sesuatu yang penting di sini. Sekarang, aku sudah tidak membutuhkan kalian lagi. Membusuklah kalian di neraka,” ucap Diederich lalu semua iblis itu terbakar dengan jerit tangis pilu yang membuat bulu kuduk manusia seperti Olevey berdiri dengan tegapnya.
Diederich merasakan getaran tubuh Olevey semakin menjadi. Hal itu membuat Diederich memeluk Olevey sembari berbisik, “Kau kalah. Selamat, kau resmi menjadi penghuni dunia iblis yang penuh dengan kejutan ini.”
Olevey menatap langit-langit yang selama beberapa hari ini selalu menyapanya ketika bangun tidur. Namun, kali ini Olevey sadar jika dirinya tidak terbangun dari tidur malamnya yang nyaman. Olevey teringat apa yang terjadi tadi malam, dan rasa dingin menguasai telapak tangan dan kakinya yang sebenarnya masih terlindungi selimut tebal yang halus. Mungkin, Olevey memang tinggal nyaman selayaknya tinggal di dunia manusia. Hanya saja, Olevey melupakan fakta, jika dunia iblis dan dunia manusia jauh berbeda. Olevey terlalu terbuai dengan keindahan yang jelas-jelas hanyalah kamuflase untuk membuat manusia terbuai. Jelas, Olevey hampir saja menjadi salah satu manusia yang terbuai.
“Bulannya sudah berganti merah,” gumam Olevey sembari melihat langit malam yang dihiasi oleh bulan sempurna yang berpendar merah. Terasa sangat aneh bagi Olevey, menayksikan saat-saat bulan yang berganti berwarna semerah darah ini. Tentu saja, ini kali pertama bagi Olevey melihat bulan yang berwarna merah. Merah darah atau merah rubi? Olevey tidak bisa memisahkan dan membedakannya. Hanya saja, warna merah itu membuatnya teringat Diederich. Olevey tanpa sadar menyentuh bibirnya dengan jemari lembutnya. Olevey menggigit bibirnya saat teringat kejadian di mana Diederich dengan tanpa
Di sebuah ranjang luas dan mewah, Olevey terbaring. Wajahnya pucat pasi, dan napasnya telihat berat. Keningnya dihiasi anak-anak rambut yang menempel erat sebab keringat dingin terus mengucur deras dan membuat rambutnya yang halus serta mengembang dengan indah, kini terlihat lepek. Olevey tampak begitu tersiksa dengan kondisinya yang tentu saja terasa tidak nyaman.Seorang pria berjubah tampak memeriksa Olevey dengan sihir yang berpendar biru gelap. Pria itu menarik tangannya dan menggeser tubuhnya. Ia membungkuk pada Diederich yang rupanya berdiri di dekat kaki ranjang. Diederich tampak cukup berbeda dengan
Diederich membawa Olevey yang masih tak sadarkan diri dalam gendongannya yang kokoh dan hangat. Ia membawa Olevey kembali ke dalam kamar pribadinya yang tentu saja adalah kamar paling luas, paling mewah, dan paling ketat penjagaannya. Diederich membaringkan Olevey di tengah ranjang. Namun, Diederich sama sekali tidak beranjak dari sisi Olevey. Ia malah ikut berbaring di samping gadis yang kini tampak sudah jauh lebih barik kondisinya. Napas Olevey sudah cukup teratur, tidak terlihat lagi jika Olevey kesulitan bernapas. Diederic mengulurkan tangannya dan merasakan suhu tubuh Olevey yang sudah kembali normal.
“Ayah,” panggil Leopold setengah putus asa sembari menatap ayahnys yang tengah duduk di kursi bacanya. Saat ini, gelapnya malam sudah memeluk semesta dengan sempurna. Leopold sudah menyelesaikan tugas hariannya dan kini datang ke ruang baca pribadi milik sang ayah, untuk kembali membicarakan hal yang mengganggunya.Karl menghela napas panjang. Ia meletakkan bukunya di atas meja, lalu menatap sang putra yang duduk di seberangnya. “Kamu sendiri sudah melihat apa yang sudah Ayah dan para Uskup Agung lakukan, bukan? Dunia iblis, dan Raja iblis bukanlah sesuatu yang bisa kita hada
Olevey diantar oleh Slevi menuju aula istana di mana singgasana milik Diederich berada. Tentu saja, Olevey perlu bertemu dengan Diederich untuk membicarakan hal aneh yang terjadi pada tubuhnya. Beruntungnya Olevey, saat ini bukanlah masa di mana bulan merah kehilangan cahaya, hingga Olevey tidak akan melihat bentuk-bentuk iblis yang mengerikan. Bentuk iblis yang mungkin saja bisa membuatnya terkena serangan jantung, dan jatuh tak sadarkan diri karena melihatnya. Namun, Olevey masih bisa merasakan jika para iblis yang bertugas sebagai pengawal, memperhatikan dan mencuri pandang padanya. Tampaknya, apa yang dikatakan oleh Diederich jika ia memiliki sesuatu yang membuatnya menarik di mata para iblis bukanlah omong kosong.
Olevey terbangun dari tidurnya karena tidurnya yang nyaman disambangi mimpi buruk. Olevey tersentak dan membuka matanya menatap langit-langit kamarnya. Setelah sembuh sakitnya, Olevey sudah kembali ke kamarnya yang sudah sangat nyaman dan familier dengannya ini. Jelas, kamar ini lebih nyaman daripada kamar bernuansa gelap yang sebelumnya Olevey tempati ketika sakit. Namun, saat ini Olevey tidak bisa merasakan kenyamanan yang biasanya selalu ia rasakan ketika berada di dalam kamarnya ini. Biasanya, Olevey merasa aman berada di dalam kamar yang memang tidak bisa didatangi oleh iblis-iblis lainnya.O
“Tunggu, apa yang Anda maksud?” tanya Olevey.“Apalagi? Tentu saja aku tengah membicarakanmu, istriku,” ucap Diederich dengan seringai yang membuat bulu kuduk di sekujur tubuh Olevey berdiri.