Olevey menatap langit-langit yang selama beberapa hari ini selalu menyapanya ketika bangun tidur. Namun, kali ini Olevey sadar jika dirinya tidak terbangun dari tidur malamnya yang nyaman. Olevey teringat apa yang terjadi tadi malam, dan rasa dingin menguasai telapak tangan dan kakinya yang sebenarnya masih terlindungi selimut tebal yang halus. Mungkin, Olevey memang tinggal nyaman selayaknya tinggal di dunia manusia. Hanya saja, Olevey melupakan fakta, jika dunia iblis dan dunia manusia jauh berbeda. Olevey terlalu terbuai dengan keindahan yang jelas-jelas hanyalah kamuflase untuk membuat manusia terbuai. Jelas, Olevey hampir saja menjadi salah satu manusia yang terbuai.
“Nona, Anda sudah bangun?”
Olevey mendengar suara Jennet dan suara langkah yang mendekat. Tanpa melihat pun, saat ini Olevey sudah bisa menebak dengan tepat, jika saat ini Jennet pasti tengah melangkah mendekatinya. Ah, lebih tepatnya mendekat pada ranjang yang ia tempati. Namun, Olevey sama sekali tidak ingin diganggu oleh siapa pun, termasuk Jennet. “Tolong tinggalkan aku sendiri, aku tidak mau dingganggu oleh siapa pun,” ucap Olevey.
“Tapi Nona, saya harus membantu Nona untuk segera bersiap. Yang Mulia Raja meminta Anda untuk hadir dalam acara makan siang nanti,” ucap Jennet.
Olevey tersenyum tipis. “Aku yakin, kamu tau apa yang terjadi tadi malam. Lalu, apa kamu pikir aku masih bisa makan bersama atau setidaknya bertemu tatap dengan kalian?” tanya Olevey membuat Jennet mematung. Ia tidak menyangka jika Olevey malah akan mengatakan hal ini padanya.
Namun, Jennet sendiri sadar jika Olevey pasti terkejut dengan apa yang sudah terjadi. Jadi, pada akhirnya Jennet berkata, “Kalau begitu, saya akan ke luar. Tapi saya akan tetap berada di depan pintu. Jika Nona membutuhkan bantuan, Nona bisa memanggil saya.”
Olevey sama sekali tidak menjawab, dan tetap berbaring di posisinya. Namun, Jennet tahu jika Olevey mendengar apa yang sudah ia katakan. Jennet beranjak meninggalkan kamar mewah yang ditinggali oleh Olevey di kastel kerajaan dunia iblis, di mana Diederich sebagai penguasa tunggal. Olevey pun bangkit dan duduk di tepi ranjang. Ia menunduk dan menatap ujung jemari kakinya. “Aku tidak bisa lagi bertemu dengan orang tuaku. Aku kehilangan keluarga, dan kini aku harus tinggal di dunia yang jelas bukanlah tempatku,” ucap Olevey pada dirinya sendiri.
Olevey menghela napas panjang. “Aku ingin pulang.”
“Pulang ke mana? Ini sudah menjadi rumahmu.”
Olevey tersentak dan berdiri dari posisinya sembari menatap nyalang pada sosok yang mengejutkan karena tiba-tiba hadir di dalam kamar yang tentu saja harus menjadi tempat pribadi baginya. “Jangan masuk tiba-tiba ke dalam kamarku seperti ini,” ucap Olevey penuh peringatan. Olevey tampak lupa akan sopan santun, di mana dirinya harus meletakkan hormat pada Diederich yang memiliki status tertinggi di dunia iblis ini. Sepertinya, merasa rindu dengan rumah membuat Olevey hilang akal. Namun, sepertinya hal itu sama sekali tidak membuat Diederich terganggu.
Malahan, apa yang dikatakan oleh Olevey rupanya disambut oleh kekehan mengerikan Diederich. “Ternyata kau sudah mengakui kamar ini sebagai kamarmu. Aku tidak keberatan. Tapi coba ingat, kamarmu ini ada di dalam kastelku. Itu berarti, kamar ini juga milikku. Aku berhak untuk masuk ke mana pun sesukaku,” ucap Diederich sembari menyeringai dan membuat wajahnya terlihat semakin tampan saja.
Namun Olevey sadar, jika rupa yang menawan ini adalah kamuflase. Tidak ada satu pun iblis yang memliki rupa yang indah. “Ya, ini hanya kamuflase,” ucap Olevey tanpa sadar membuat Diederich terdiam. Tentu saja saat ini Diederich yang cerdas bisa membaca apa yang dipikirkan oleh Olevey. Sayang sekali, Olevey adalah satu-satunya orang yang tidak bisa Diederich dengan pikirannya. Jadi, Diederich hanya bisa menebak-nebak apa yang dipikirkan oleh gadis manusia satu ini.
“Ya, bisa dibilang ini adalah kamuflaseku, tapi penampilan menawan ini tidak terlalu jauh dari tampilan iblisku. Bukankah ini penampilan yang membuat hatimu berdegup kencang? Kenapa? Apa sekarang kau sudah jatuh hati padaku?” tanya Diederich membuat Olevey yang mendengarnya mengernyitkan keningnya dalam-dalam.
“Itu tidak masuk akal,” sanggah Olevey.
Diederich sedikit memiringkan kepalanya dan berkata, “Sejak awal, kau memang sangat menarik. Kau adalah eksistensi yang terasa begitu aneh sekaligus unik. Dimulai dari pikiranmu yang tidak bisa kubaca, hingga sosokmu yang menarik perhatianku, ah bukan. Bukan hanya perhatianku. Tapi kau bisa menarik perhatian semua iblis kelas menengah ke bawah. Saking tertariknya mereka, ketika mereka berada dalam penampilan iblis mereka, mereka tidak bisa menahan nafsu mereka. Entah untuk membunuh atau melakukan hubungan seksual.”
“Tunggu, apa itu artinya tadi malam—”
“Ya, tadi malam aku sengaja mengajakmu ke pesta untuk membuktikan apa yang sudah aku simpulkan di awal. Tapi ternyata, apa yang aku simpulkan terbukti. Kau memiliki sesuatu yang bisa membuat kami, para iblis merasakan ketertarikan yang begitu besar padamu,” potong Diederich membuat Olevey merasakan firasat buruk.
Firasat buruk yang semakin menjadi saat tiba-tiba Olevey melihat jika Diederich melangkah mendekat padanya. Secara naluri, Olevey tentu saja mengambil langkah mundur. Sayangnya, itu adalah tindakan yang bodoh. Karena itu sesuai dengan perkiraan Diederich dan sesuai dengan apa yang ia harapkan. Kini, Olevey tersudutkan dengan Diederich yang kini memeluk pinggangnya, sementara salah satu tangannya menangkup pipi lembut Olevey. Entah kenapa, Olevey tidak bisa mendorong mundur Diederich untuk menjauh darinya. Bukan karena Olevey terpengaruh sihir, tetapi ada sesuatu yang menahan Olevey.
Diederich mengusap lembut pipi Olevey yang putih mulus. “Termasuk aku. Mungkin di sini, aku yang paling besar merasakan ketertarikan yang terasa tidak masuk akal ini. Awalnya, aku merasa bingung. Kenapa, dan untuk apa rasa tertarik ini,” ucap Diederich begitu dekat dengan wajah Olevey.
Hawa panas yang menguar dari tubuh Diederich terasa begitu jelas di kulit Olevey, apalagi pada pinggangnya yang kini dipeluk erat oleh Diederich. Dirinya yang hanya mengenakan gaun tidur, bisa merasakan telapak tangan lebar dan panas yang tadi malam menggenggam pergelangan kakinya. Telapak tangan yang jelas membawa hawa panas yang membawa getaran aneh yang tidak Olevey kenali. Namun, Diederich tentu saja dengan mudah membaca apa yang saat ini dirasakan oleh Olevey, dan ini memang sesuai dengan apa yang ia harapkan.
“Tapi aku sadar, jika aku tidak perlu bingung. Aku yakin, jika ketertarikan ini bukanlah hal yang ada tanpa alasan. Hal yang mudah jika aku menyimpulkan bahwa kau memang sudah ditakdirkan untuk menjadi milikku, Eve. Mulai detik ini, kau resmi menjadi milikku. Kau tidak bisa pergi dariku, tanpa seizinku. Baik hidup beserta tubuhmu, kini sudah menjadi milikku, Eve,” ucap Diederich membuat jantung Olevey berdetak dengan gilanya.
Belum juga Olevey akan mengelak apa yang dikatakan oleh Diederich, bibirnya sudah lebih dibungkam oleh ciuman panas dan dalam oleh Diederich. Olevey, terkejut dan berusaha untuk menghindari ciuman tersebut, tetapi hal tersebut sangatlah mustahil. Diederich membawa tubuh Olevey untuk menempel dengan eratnya pada tubuh bagian depannnya. Olevey merasakan kepalanya berputar ketika Diederich memperdalam ciumannya. Ini terasa sangat aneh, dan baru bagi Olevey.
Selama delapan belas tahun hidup Olevey, ia tidak pernah mendapatkan perlakuan sedemikian tidak sopan oleh seorang pria. Apalagi, saat ini Diederich memberikan sentuhan yang membuat Olevey merasakan panas dingin di sekujur tubuhnya. Olevey kesulitan bernapas, dan kini tubuhnya lunglai dan jatuh dalam pelukan Diederich seutuhnya. Diederich kini menopang Olevey sepenuhnya karena kedua kaki Olevey memang sudah tidak lagi kuat untuk berdiri dengan benar.
Wajah Olevey yang putih bersih, kini merona dengan cantiknya. Saat Olevey hampir kehilangan pasokan oksigen, Diederich melepaskan tautan bibirnya dan membuat Olevey bernapas dengan lega. Diederich terkekeh saat melihat Olevey yang susah payah mengambil napas, sepertinya ia sudah terlalu berlebihan mecium gadis yang baru pertama kali berciuman. Diederich mengusap bibir bawah Olevey yang tampak merah merekah dan basah oleh air liur. “Ini hanya permulaan, ke depannya, kita akan melakukan hal yang lebih menarik, Eve,” bisik Diederich penuh arti.
“Bulannya sudah berganti merah,” gumam Olevey sembari melihat langit malam yang dihiasi oleh bulan sempurna yang berpendar merah. Terasa sangat aneh bagi Olevey, menayksikan saat-saat bulan yang berganti berwarna semerah darah ini. Tentu saja, ini kali pertama bagi Olevey melihat bulan yang berwarna merah. Merah darah atau merah rubi? Olevey tidak bisa memisahkan dan membedakannya. Hanya saja, warna merah itu membuatnya teringat Diederich. Olevey tanpa sadar menyentuh bibirnya dengan jemari lembutnya. Olevey menggigit bibirnya saat teringat kejadian di mana Diederich dengan tanpa
Di sebuah ranjang luas dan mewah, Olevey terbaring. Wajahnya pucat pasi, dan napasnya telihat berat. Keningnya dihiasi anak-anak rambut yang menempel erat sebab keringat dingin terus mengucur deras dan membuat rambutnya yang halus serta mengembang dengan indah, kini terlihat lepek. Olevey tampak begitu tersiksa dengan kondisinya yang tentu saja terasa tidak nyaman.Seorang pria berjubah tampak memeriksa Olevey dengan sihir yang berpendar biru gelap. Pria itu menarik tangannya dan menggeser tubuhnya. Ia membungkuk pada Diederich yang rupanya berdiri di dekat kaki ranjang. Diederich tampak cukup berbeda dengan
Diederich membawa Olevey yang masih tak sadarkan diri dalam gendongannya yang kokoh dan hangat. Ia membawa Olevey kembali ke dalam kamar pribadinya yang tentu saja adalah kamar paling luas, paling mewah, dan paling ketat penjagaannya. Diederich membaringkan Olevey di tengah ranjang. Namun, Diederich sama sekali tidak beranjak dari sisi Olevey. Ia malah ikut berbaring di samping gadis yang kini tampak sudah jauh lebih barik kondisinya. Napas Olevey sudah cukup teratur, tidak terlihat lagi jika Olevey kesulitan bernapas. Diederic mengulurkan tangannya dan merasakan suhu tubuh Olevey yang sudah kembali normal.
“Ayah,” panggil Leopold setengah putus asa sembari menatap ayahnys yang tengah duduk di kursi bacanya. Saat ini, gelapnya malam sudah memeluk semesta dengan sempurna. Leopold sudah menyelesaikan tugas hariannya dan kini datang ke ruang baca pribadi milik sang ayah, untuk kembali membicarakan hal yang mengganggunya.Karl menghela napas panjang. Ia meletakkan bukunya di atas meja, lalu menatap sang putra yang duduk di seberangnya. “Kamu sendiri sudah melihat apa yang sudah Ayah dan para Uskup Agung lakukan, bukan? Dunia iblis, dan Raja iblis bukanlah sesuatu yang bisa kita hada
Olevey diantar oleh Slevi menuju aula istana di mana singgasana milik Diederich berada. Tentu saja, Olevey perlu bertemu dengan Diederich untuk membicarakan hal aneh yang terjadi pada tubuhnya. Beruntungnya Olevey, saat ini bukanlah masa di mana bulan merah kehilangan cahaya, hingga Olevey tidak akan melihat bentuk-bentuk iblis yang mengerikan. Bentuk iblis yang mungkin saja bisa membuatnya terkena serangan jantung, dan jatuh tak sadarkan diri karena melihatnya. Namun, Olevey masih bisa merasakan jika para iblis yang bertugas sebagai pengawal, memperhatikan dan mencuri pandang padanya. Tampaknya, apa yang dikatakan oleh Diederich jika ia memiliki sesuatu yang membuatnya menarik di mata para iblis bukanlah omong kosong.
Olevey terbangun dari tidurnya karena tidurnya yang nyaman disambangi mimpi buruk. Olevey tersentak dan membuka matanya menatap langit-langit kamarnya. Setelah sembuh sakitnya, Olevey sudah kembali ke kamarnya yang sudah sangat nyaman dan familier dengannya ini. Jelas, kamar ini lebih nyaman daripada kamar bernuansa gelap yang sebelumnya Olevey tempati ketika sakit. Namun, saat ini Olevey tidak bisa merasakan kenyamanan yang biasanya selalu ia rasakan ketika berada di dalam kamarnya ini. Biasanya, Olevey merasa aman berada di dalam kamar yang memang tidak bisa didatangi oleh iblis-iblis lainnya.O
“Tunggu, apa yang Anda maksud?” tanya Olevey.“Apalagi? Tentu saja aku tengah membicarakanmu, istriku,” ucap Diederich dengan seringai yang membuat bulu kuduk di sekujur tubuh Olevey berdiri.
Olevey berdiri di bawah guyuran bulan merah yang berpendar keemasan. Kening Olevey mengernyit dalam saat melihat keindahan bulan merah keemasan yang belum pernah ia lihat. Olevey mengedarkan pandangannya dan tersadar jika dirinya berdiri dengan dikelilingi pohon pinus yang menjulang tinggi. Olevey tidak mengerti, kenapa dirinya bisa berakhir di tempat yang tidak pernah ada dalam ingatannya. Olevey tentu saja sadar, jika ini adalah dunia iblis, tetapi Olevey tidak pernah menginjakkan kakinya di hutan pinus yang ia kenal sebagai pebatasan menuju portal penghubung.