Share

PART 6

Berdua di kamar kos berukuran kecil milik Nona, hasrat seksual Dewa naik beberapa level akibat ciuman mesra yang sempat ia lakukan dengan Cinta. Aliran darah bergemuruh hingga membuat pangkal pahanya mengeras dan permintaan Dewa keluar tanpa bisa ditunda lagi, "Aku menginginkanmu, Cintaaa..." 

Dewa meremas gundukan daging di kedua dada Cinta ketika mengutarakan niatnya, menciptakan sensasi nikmat yang tak bisa lagi terbantahkan. 

Ya, itu memang benar adanya. Cinta bahkan semakin mengangkat kepala setinggi mungkin saat lidah basah Dewa sudah mendarat pasti di atas leher jenjangnya, "Ough, Dewa... Berhenti duluuu... Kita nggak mungkin melakukannya di sini, Wa."

"Kenapa, Sayang?" Namun terhenti sejenak, ketika satu penolakan ternyata hadir di sana. 

Dewa mengerjap, memperjelas pandangan matanya yang sedikit kabur, dan di detik selanjutnya ia mendapatkan elusan telapak tangan Cinta di wajahnya, "Ini di kosannya Nona, Wa. Bukan ruangan kedap suara jadi—"

"—Kalau begitu dengerin apa yang aku bilang tadi kenapa, sih, Yang. Kamu tinggal di apartemen aku aja ya? Bawa si Nona juga deh kalau dia mau. Kamarnya ada dua jadi kita berdua satu kamar terus dia juga gitu deh sama pacarnya nanti. gimana?" Itulah alasan mengapa Cinta menolak untuk melanjutkan permainan panas mereka, membuat Dewa kembali berargumen.

Dewa berkeinginan agar Cinta menetap di tempat yang layak, di sebuah apartemen sederhana berkamar dua miliknya.

Dulu apartemen itu Dewa beli dari hasil balapan motor liar yang ia menangkan, namun Cinta enggan menerimanya, "Jangan gila ya, Sayang. Pacarnya Nona itu bukan orang kere kayak kami berdua, tapi orang kaya juga seperti kamu."

Cinta menerangkan tentang kasta dan derajat di antara keduanya dengan membawa serta hubungan Nona bersama kekasihnya, menambah rasa geram untuk Dewa, "Idih, bahasanya. Berasa horor aku, Yang. Harta itu punya orang tua aku, Sayang. Kalau mereka nggak berniat untuk mewariskannya ke aku juga nggak mungkin hidupku akan sama seperti sekarang lagi ya kan?"

Percakapan yang selalu Dewa Djatmiko hindari sejak mengenal Cinta Andini, ternyata saat itu tak bisa ia elakkan lagi, "Dodol! Kamu memangnya bukan anak kandung gitu makanya nggak bakal diwariskan gitu?" 

Dewa membiarkan dirinya masuk dan duduk di bangku penumpang, mengikuti kemudi yang Cinta ciptakan, "Enak aja. Aku anak kandung dong, Yang. Mukaku aja mirip sama Papa." 

"Nah itu. Kenapa jadi mikir bakalan ngegembel juga kayak kami berdua?"

"Sayang, siapa yang tahu soal rincian harta tersebut berserta sumbernya ya kan? Kalau semisalnya Papa punya tunggakan di Bank atau di mana gitu yang jumlahnya fantastis sampai bermilyar-milyar, ya bisa aja rumah sama semua isinya itu buat bayaran utang. Betul kan?"

"Ck! Kamu kebanyakan nonton drama Korea deh, Sayang. Korban sinetron!" 

"Asemmm...! Cium lagi baru tahu rasa nih ya?" 

"Hahaha... Berhenti, Dewa! Geliii...!" Lalu mengambil kesempatan ketika terdapat celah. Ia menggelitik pinggang kekasihnya, membiarkan wanita itu tertawa selepas mungkin di sana. 

Ketika kesempatan semakin membesar, Dewa bukan hanya menggelitik, melainkan kembali membasahi leher jenjang Cinta dengan lidah basahnya, "Dewaaa... Achhh..." 

Hasilnya? Tentu saja desahan keras Cinta, berhasil membuat miliknya menggeliat lagi di bawah sana. Dewa tak ingin mendapat penolakan lagi. Jadi setelah puas bermain di leher, wajahnya pun merambat naik ke atas, mencari letak bibir kenyal kesukaannya. 

Bersama dengan itu, sentuhan pun menjalari setiap sisi di tubuh Cinta yang dapat dijangkau telapak tangan Dewa. Terkutuklah Cinta atas kesalahannya dalam berpakaian, sebab baju terusan di tubuhnya dengan sangat mudah dijangkau. 

Sentuhan yang sudah mencapai paha mulus Cinta, membuat rambut halus di sekujur tubuhnya meremang tak tahu diri, bahkan kini ia nyaris dibuat meledak oleh Dewa, mana kala sentuhan itu telah menggapai gundukan di pangkal pahanya. 

"Hemphhh..." Suara yang sedari tadi coba ditahan, akhirnya pecah, namun tak berupa satu kata apapun. 

Dewa masih setia memagut bibir Cinta, tetapi tidak dengan gerakan tangannya. Jari-jari itu lincah merenda birahi untuk kian bergejolak, ketika dua ruasnya sudah berada di dalam kewanitaan Cinta. 

"Dewaaa....!" Gelora asmara naik sedikit demi sedikit menuju ke puncak, ditandai dengan kerasnya desahan Cinta, saat keduanya mulai kehabisan napas. 

Tak jauh berbeda, sejujurnya Dewa pun ingin dengan bebas menyebut nama Cinta sekeras-kerasnya, namun ia masih menyempatkan diri untuk memikirkan keberadaan Nona di mata tetangga kosan atau pun sang pemilik. 

"Bukain celanaku, Sayang... Help me, please..." Dewa memilih untuk mendesah pelan sembari menjilati daun telinga Cinta, sekaligus menuntun. 

"Oh, Dewaaa...! Enakkk...!" Namun Cinta mengabaikan keinginan Dewa, ketika laju kedua ruas jari semakin cepat tak terkendali. 

Dunia Cinta tiba-tiba saja mengerucut ke satu titik inti di pangkal pahanya saja, bahkan kini kedua kaki jenjang itu bergetar hebat tak tahu malu. 

Dewa yang paham akan kejadian tersebut, mengesampingkan keinginan untuk segera membebaskan adik kecilnya di bawah sana. Laju gerakan jari pun menjadi lebih cepat tak terkendali, beriringan dengan kecupan basah di daun telinga yang tak kunjung berhenti.

"Ough, Dewaaa...! Aku mau keluar, Waaa...!" Teriak Cinta di tengah badai gairah. 

"Keluarin, Sayang. Keluarin semuanya!" Menghasilkan geraman tak terkendali untuk diri Dewa pula. Ia berniat untuk menempelkan bibirnya di antara lipatan Labia Mayor.

"Dewaaa..." Namun tak sampai tiga detik kemudian, pelepasan itu pun didapatkan oleh Cinta, mengurungkan apa yang akan hendak Dewa lakukan. 

Kedua kaki Cinta yang masih bergetar hebat menciptakan sensasi tersendiri untuk Dewa, lalu tanpa mau menunggu lagi, ia pun dengan cepat bergerak, melepaskan satu demi satu kain yang melekat di tubuhnya. Ketika kain pembungkus terakhir di pangkal paha Dewa sudah terlepas, maka di saat itu pula Cinta dapat melihat betapa perkasanya pria di depannya itu. 

Cinta masih terengah-engah dengan pencapaian pertamanya tadi, namun tampaknya Dewa tak mau memedulikan hal tersebut. Ia menurunkan tubuhnya untuk mendekat ke arah Cinta, lalu tanpa tedeng aling-aling, senjata tersebut pun menembus masuk ke dalamnya. 

Suara teriakan Cinta untuk kesekian kalinya, teredam dengan gejolak birahi Dewa yang sudah tak bisa lagi ditolerir. Napas memburu seringan bunga kapas di antara keduanya, menghasilkan gerakan yang kian melaju di bawah sana. Bibir cantik Cinta yang masih dibungkam oleh Dewa, terus saja menghadirkan suara erangan nikmat terdengar, dan itu juga menjadi bagian tak terbantahkan oleh Dewa, jika perasaannya kian bertambah besar. 

Di sela pencarian orgasme pertamanya, hari itu ada janji di dalam hati yang terpatri untuk tetap berjuang mempertahankan, kendati sulit dan penuh dengan halang rintang. Cinta adalah kisah yang tak akan pernah mati dalam sekejap di hidup Dewa, kendati esok lusa raga itu menjadi kian menua dan menyisakan tulang belulang di antara bungkusan kain kafan.

Pun sejujurnya Cinta tidak jauh berbeda dengan apa yang Dewa inginkan. Impiannya terus berada dalam dekapan pria itu, namun selalu saja suara di dalam hatinya memperingati tentang jati dirinya. Cinta tak ingin berjuang di antara paksaan yang berujung dengan kesedihan, sebab baginya rasa cinta adalah tidak menyakiti, juga tidak menyebabkan perpecahan. Baginya, cinta mungkin saja bisa untuk tak harus saling memiliki, daripada menyusahkan dan berakhir dengan perpisahan yang mungkin saja lebih menyakitkan lagi. 

Hemmm... Di manakah letak muara yang akan dituju jika demikian adanya? Dewa Djatmiko dan Cinta Andini adalah penentunya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status