"Ini aneh. Kenapa istana berubah menjadi seperti taman hiburan begini? Suasana juga begitu ramai. Apa istana bebas dimasuki sembarangan orang? Lalu di mana raja dan ratu? Juga pangeran dan tuan putri?" ucap Leewan setelah beberapa saat. Dia benar-benar tidak mengerti dengan yang terjadi. Kerajaan berantakan hanya dalam beberapa hari saja dan semua itu karena para penyihir itu.
'Padahal mereka kelihatan seperti orang biasa. Apa aku terlalu meremehkan mereka?' ujarnya dalam hati. Dia lalu menoleh kepada Shenling yang memberikan sebungkus camilan padanya.
"Makanlah," ucap gadis itu pelan. Leewan menerima sambil mengucapkan terima kasih.
'Shenling begitu baik padaku. Meski aku hanya tahanan, dia selalu peduli dan memperhatikan aku. Bahkan saat ini, meski dia terlihat marah dengan kata-kataku, dia tetap saja masih peduli. Apa aku bisa pergi begitu saja dan tidak bertemu dia lagi?' gumam Leewan ragu. Ia tahu ini baru
"Kau mau apa?" tanya Shenling saat melihat Leewan mengikuti dia keluar dari rumah. Penampilannya sudah bersih dan rapi. Kue yang dibuat telah dimasukkan di dalam kotak berwarna-warni."Kau di rumah saja." "Aku akan ikut denganmu," sahut Leewan."Aku akan membantumu mencari uang." "Tidak usah. Aku akan melakukannya sendiri. Kau diam saja di rumah." "Aku akan tetap ikut denganmu. Aku tidak mau kau pergi seorang diri. Bagaimana kalau terjadi sesuatu padamu? Bagaimana kalau ada yang berniat jahat padamu?" "Itu tidak akan terjadi. Kau tahu 'kan aku penyihir hebat? Aku bisa menjaga diri. Jadi, kau tidak perlu ikut denganku." "Tidak bisa. Pokoknya aku ikut denganmu. Kalau tidak, kau tidak boleh pergi ke mana pun!" Shenying akhirnya mengalah dan mengangguk.*** Lanshang membuka pintu kamar dengan
Semua bermula dari rasa iri. Iri yang lalu berubah menjadi cemburu. Cemburu yang terus membesar menjadi kebencian dan rasa amarah. Hal itu terjadi sudah cukup lama. Shenling begitu disukai oleh banyak orang. Ia menjadi idola dari kaum adam dan gadis-gadis menjadikan dia semacam trendsetter. Mereka mengikuti setiap hal yang Shenling lakukan. Model rambut hingga pakaian dan sepatu, mereka selalu meniru Shenling. Semula Chenyang senang memiliki seorang sahabat yang begitu disukai banyak orang. Namun semua berubah setelah mendengar percakapan orang-orang tentang dirinya dan Shenling. Percakapan yang membuat Chenyang akhirnya sadar bahwa dirinya tidak pernah dianggap ada oleh yang lain. Bahwa dirinya hanya bayangan Shenling. Tanpa sahabatnya itu, dia bukan siapa-siapa. Chenyang lalu melihat betapa populernya Shenling. Betapa tidak ada yang peduli padanya. Padahal dia lebih kaya dari gadis itu, tetapi mengapa tidak ada yang melihat
Langit mendung tampak menghias malam. Cahaya purnama serta pijar sang bintang enggan untuk muncul dan memilih untuk bersembunyi di balik tebal awan. Perlahan, tetes-tetes rintik air tercurah dari langit seolah ikut menemani tangis kesedihan Shenling. Shenling tidak pernah mengerti mengapa Chenyang begitu membencinya. Dulu persahabatan mereka begitu baik. Dia juga selalu memperlakukan Chenyang dengan baik, tetapi kenapa gadis itu justru malah membencinya? Menaruh dendam yang begitu dalam hingga berniat merusak setiap kebahagiaan yang dimiliki Shenling. 'Di mana letak kesalahanku? Kenapa Chenyang begitu membenciku? Mengapa dia tega berbuat sejauh itu hanya untuk menghancurkanku?' ucap gadis itu bertanya-tanya. Shenling juga teringat pada sosok Leewan. Pemuda itu langsung begitu saja mempercayai semua perkataan Chenyang hanya karena wajah Chenyang mirip dengan tuan putri Lanshang. 'Dia sama s
Leewan duduk termenung. Seorang diri di dalam kamarnya. Hatinya dipenuhi bimbang. Shenling atau Chenyang? Tapi Shenling sudah membohongi dia. Sedang Chenyang adalah tuan putri Lanshang yang selama ini begitu dihormati. 'Aku tidak akan tertipu lagi,' ucapnya dalam hati."Aku harus percaya pada putri Lanshang." Suara ketukan di pintu mengejutkan dia dari lamunan. Pemuda itu bergegas bangun dari tidurnya. "Aku tahu kau pasti gelisah dengan kata-kata Shenling, tapi kau tidak perlu mendengarkan dia," ucap Chenyang sambil mengajak Leewan keluar dari kamar. Mereka lalu duduk di ruang depan yang berhias ornamen unik. "Sebelum bisa menemukanmu, aku sudah mencari tahu tentang Shenling. Dia itu gadis jahat yang berpura-pura baik untuk memanipulasi dan memanfaatkan orang lain. Yang terpenting adalah kau jangan pernah percaya padanya," ucap Chenyang sambil mengulurkan tangan dan meraih jemari pemuda itu.&nbs
Shenling mendesah pelan seraya menatap langit di luar rumah yang tampak gelap karena mendung tebal. Lagi-lagi di malam hari, purnama dan bintang masih saja bersembunyi di peraduannya. Shenling berdiri diam sambil bersidekap. Ingatannya selalu melayang pada sosok Leewan. Entah mengapa begitu susah menghapus bayangan pada sosok itu? Padahal dulu dengan begitu mudah, dia menghapus kenangan akan Yanche meski hatinya juga tetap merasa sakit. Hanya saja perasaan yang dia miliki kepada Leewan memang lebih dalam. 'Mungkin karena aku tidak pernah benar-benar mencintai Yanche,' ujarnya dalam hati. Shenling masih mengingat jelas betapa dulu Yanche terus saja berusaha mengejar-ngejar dirinya. Setumpuk hadiah dan karangan bunga mawar merah muda selalu saja tidak pernah terlambat datang. Akan tetapi, yang membuat Shenling mau menerima cinta Yanche adalah perhatian pemuda itu kepada sang ayah. Selama beliau
"Chenyang, kau sedang apa?" tanya Shenling sambil bergegas menghampiri sahabatnya itu. Dua gadis berkulit kuning langsat tersebut tampak manis dengan seragam sekolah mereka. "Diamlah di situ!" perintah Chenyang. "Kenapa? Aku mencarimu dari tadi. Jam pelajaran akan segera dimulai." "Ih, kau ini. Kusuruh diam juga masih aja nyerocos. Nih, rasain," ujar Chenyang sambil mengoles krim kue ke pipi sahabatnya itu. "Kamu tuh apaan sih. Jadi kotor 'kan?" gerutu Shenling sambil membersihkan wajahnya. "Kamu lupa lagi. Setiap tahun kamu selalu lupa," balas Chenyang. Shenling mengerutkan kening sambil menatap sahabatnya. "Sia-sia sudah aku membeli kue tar untukmu, sedang kau sendiri malah tidak ingat." "Apa maksudmu?" "Sahabatku, kau lupa hari ini hari apa?" "Hari Rabu. Tunggu sebentar, apa
Shenling diam terpaku. Suasana di sekeliling yang semula ramai seolah berubah sunyi. Orang-orang menghilang dan waktu seperti terhenti. Di tengah keramaian, mereka seolah hanya berdua. Larut dalam bius rasa yang membuat jantung berdetak keras oleh gairah. Leewan tersenyum saat mengakhiri ciuman. Dia lalu meraih tangan gadis dan mengajak pergi. Shenling hanya menurut dalam diam. Mereka tiba di sebuah danau buatan yang dihiasi oleh lampu-lampu mungil sebagai penerangan. Sebuah jembatan yang telah dihias dengan meriah juga terdapat di sana. Perahu-perahu mungil beraneka warna tampak melintas tidak jauh dari tempat Shenling dan Leewan berdiri. "Aku tidak menyangka tempat seperti ini juga masih ada di jaman sekarang. Suasana tempat ini benar-benar membuatku teringat pada masa lalu. Dulu festival seperti ini selalu diadakan setiap malam tahun baru. Kami, para prajurit kerajaan, bahkan hampir tidak pernah bisa m
Shenling tetap diam dalam perjalanan pulang dari rumah sakit. Berbagai pikiran bercabang dalam benak gadis itu. Dia tidak menyangka Leewan berencana untuk melamar. Bukannya dia tidak suka, hanya saja dirinya tidak tahu bagaimana nanti jika Leewan menghilang. Bagaimana dia harus mengatasi rasa kehilangan tersebut? Begitu banyak keraguan yang menghantui diri. Namun, di sisi lain, dia juga senang, perasaan Leewan ternyata tulus padanya. Pemuda itu bersungguh-sungguh dengan hubungan mereka, bahkan berniat melamarnya. "Kenapa wajahmu muram seperti itu setelah aku melamarmu?" tanya Leewan. Suasana sore itu tampak indah dengan bunga-bunga sakura yang menjatuhkan kelopaknya di sepanjang jalan. Mereka tampak seperti rintik salju yang tengah bertaburan mewarnai hari. "Kenapa kau tidak terlihat bahagia? Apa kau tidak benar-benar mencintaiku?" tanya pemuda itu lagi saat melihat gadis tersebut hanya diam men