Rumah Ahkam kembali menjadi sorotan, kerumunan warga yang ingin tahu, serta hadir para pencari berita halaman rumah tersebut, garis polisi di pasang sekeliling rumah, nyaris saja karena desak-desakkan warga yang ingin masuk.Warga sekitar tidak pernah menyangka jika Ahkam dan Namla yang terkenal introvert tetapi ramah, ternyata seorang pembunuh kejam. Lima kasus orang hilang yang tidak terpecahkan selama ini, ternyata korban pembunuhan yang dilakukan kedua orang tersebut.Liana diam terpaku, melihat polisi dibantu beberapa warga membongkar lantai gudang tepat di bawah tumpukan kayu yang ia tunjukkan. Mereka saling bahu membahu melakukan penggalian, hingga kedalaman lebih dari setengah m
Pandu dan Raksi menyusuri lorong rumah sakit jiwa yang tampak suram, mereka berdua telah mendapatkan izin untuk mengunjungi seseorang yang telah lama berada di sana. Keduanya masuk ke dalam sebuah kamar yang kecil, di huni oleh seorang wanita sepuh berambut putih, sedang duduk di kursi roda menghadap jendela, memandangi tanaman bunga dalam vas kecil.“Aku sudah menduga, akan ada orang lain yang mengunjungiku selain Ahkam dan Namla,” ucap wanita sepuh itu tanpa memutar kursi rodanya untuk melihat siapa yang telah datang berkunjung.Pandu dan Raksi hanya saling pandang sesaat, menutup pintu kamar perlahan sebelum mendekati wanita tua tersebut. Raksi meletakkan bungkusan kecil yang i
Ruang tahanan berukuran dua kali tiga meter yang dihuni Liana, di penuhi kertas berserakan, bekas coretan gadis itu. Entah apa tujuannya menyobek semua gambar yang ia buat walaupun ada beberapa yang masih utuh dan sengaja di tempelkan pada dinding ruang tahanan.Rambut pendeknya menutupi sebagian wajah yang tampak kusam, meski pun ia terlihat lebih cantik tanpa kacamata. Gadis remaja itu berbaring telentang dengan mengangkat kedua kakinya ke dinding, menatap tiap gambar yang ia lekatkan.Sipir penjara memanggil namanya, menyampaikan bahwa ada seseorang yang ingin bertemu. Dengan sedik
Tubuh ringkih Liana bersandar pada dinding, tatap matanya datar, tersembunyi di balik rambut pendek lusuh yang hampir menutup sebagian wajah. Sudah lebih dari satu jam ia duduk tanpa mempedulikan tegur sapa dari penghuni sel sebelah, sengaja memekakkan kedua telinga. Sesekali bibirnya mengukir senyum dan sering kali juga berubah desis kekesalan.Pernyataan Raksi dan Pandu pada media tentang kejiwaan Liana, imbas dari buruknya kehidupan keluarga, telah menarik awak media berlomba-lomba menyusuri benang hitam kisah kelam sang nenek, bahkan Lusiana yang telah sepuh tak luput dari incaran wartawan.
Awal yang buruk untuk memulai hari. kesunyian pagi, terusik teriakan seorang warga yang mengemparkan seluruh penduduk desa. Penemuan mayat di dalam sebuah koper dengan tubuh terpotong-potong menjadi beberapa bagian kecil, berhasil membangunkan ketenangan warga pinggir kota yang terkenal damai.Sebuah koper berwarna biru dengan ukuran besar tergeletak begitu saja di pinggir danau, memancing rasa ingin tahu seorang laki-laki tua yang melintas. Menggoda pria tua itu, untuk membuka paksa koper yang ia temukan, berharap bisa mendapatkan sesuatu yang berharga, tetapi isinya sangat mengejutkan, membuat pria tua itu
"Aku pulang!" teriak Liana dari muka pintu rumah, sambil membuka sepatu dan menyimpannya di rak kecil, yang berada di samping pintu.
Liana tercenung memandang bungkusan yang diberikan Pandu, satu persatu ia mengeluarkan isinya dengan tangan gemetar. Sebuah ikat pinggang, dua buah dompet, dan sebuah bandana yang berlumuran darah.Gadis yang menggunakan kaca mata tebal itu tertawa frustrasi, kenapa polisi tidak memeriksa bandana yang berlumuran
Pandu mempelajari hasil autopsi yang baru saja tiba di meja kerjanya. Beberapa kali, mata tajam pemuda itu mengerenyit tanpa ia sadari. Ada beberapa hal yang membuat dirinya berada dalam zona merah menentukan arah perkembangan kasus mutilasi ini.Sahabat dan kerabat mengetahui korban sebagai pribadi yang baik, t