Share

3. Putri

PoV. Putri

Malam ini tidurku terganggu karena suara ketukan di pintu rumahku yang sudah lapuk. Aku berusaha berjalan kearah pintu dengan mata setengah terpejam dan sesekali kaki ku harus teratuk barang-barang rongsok.

"Siapa si malam-malam begini, ganggu orang" ujarku ngedumel.

Saat aku membuka pintu rumahku aku dikejutkan oleh kedatangan beberapa orang berpakaian hitam yang langsung mendorongku masuk lalu membekap mulut dan hidungku sampai aku tidak mengingat apapun selain gelap.

***

Rasa nyaman aku rasakan tidak sepeti biasanya. Hari ini kasur ku terasa lebih lembut dan empuk seperti dirumah ku dulu. Rumah ayah.

Menyadari sebuah kejanggalan dengan paksaan aku membuka mataku, menegakan badanku dengan cepat. Aku benar-benar ada di rumahku? Bagai mana bisa.

"Apa ini mimpi? Tapi aku ngerasain dingin nya ac, apa aku ada di dunia lain?"

Dengan terburu-buru aku turun dari tempat tidur yang sangat aku kenal itu.

"Gak mungkin, kalo kemarin aku mimpi berarti ayah sama ibu masih ada"

Aku berlari keluar kamar untuk memastikan sesuatu jika ini bukan mimpi.

"Ayah!" Panggilku dengan keras.

"Ibu.."

Aku berlari menuruni tangga menuju kamar ayah dan ibu. Namun saat aku menginjakan kakiku di anak tangga terakhir seseorang memanggilku.

"Putri"

Aku menatap bingung keadaan di hadapanku saat ini. Bagaimana mungkin.

"Om Salman, Tante Iren" bahkan di meja makan itu ada Rubbi yang sedang menatapku bingung.

"Putri, akhirnya kamu pulang nak. Om sangat khawatir om pikir kamu hilang setelah om tinggal ke luar kota waktu itu"

Aku hanya diam menatap om Salman yang sedang berbicara, bahkan aku tidak tahu dia bicara apa. Aku masih bingung.

"Om. ayah mana?" Tanyaku yang membuat om Salman terdiam.

Cukup. Diamnya om Salman sudah menjawab semua pertanyaan ku. Ini bukan mimpi ayah dan ibu benar-benar sudah pergi untuk selamanya.

"Kamu baik-baik saja Put?" Rubbi bertanya dengan takut.

Satu yang kalian perlu tahu, aku dengan Rubbi sudah tidak akur sejak lama. Sejak dia terus membuatku di hukum karena kesalahan yang tidak pernah aku lakukan.

Terakhir saat dia menuduhku yang membuat kedua orang tua ku meninggal dunia di depan semua orang saat pemakaman. Habis sudah kesabaran ku.

"Aku selalu baik-baik saja, kenapa aku ada di rumah ini? Bukan nya rumah ini sudah si sita?" Tanyaku sarkas.

Om Salman memandangku dengan sungkan tapi berbeda dengan kedua nenek sihir di hadapanku ini, yang menatapku sinis.

"Beruntung karena kami rumah dan perusahaan ayahmu tidak jadi di sita, setahun ini anak ku Rubbi yang sudah mengelola perusahaan ini hingga kembali jaya" jelas tante Iren dengan bangga penuh sindiran untuk ku.

Mendengar itu aku terdiam, bagai mana bisa dalam waktu setahun kerugian yang sangat besar bisa di tutupi sampai normal begini.

Wajah-wajah malaikat tante Iren sekejap pudar digantikan oleh wajah iblis jahat.

"Oke kalau begitu aku harus pulang om, aku pamit"

"Tunggu Putri, om bawa kamu kesini sebenarnya ada yang ingin om sampaikan tentang perusahaan ayah mu ini"

"Apa yang harus di bicara kan om, bukan nya sudah ada Rubbi yang menangani semuanya?"

"Bukan masalah itu, tapi hal lain"

Masalah apa lagi sebenarnya, ayolah aku ini sudah nyaman hidup tanpa harta apapun.

"Tinggal lah di sini sementara, nanti malam om akan jelaskan sambil makan malam"

Aku hanya bisa menghembuskan napas kasar, kenapa harus nanti malam sekarang kan juga bisa.

"Baiklah"

Pada akhirnya aku menuruti permintaan om Salman demi menghormati beliau sebagai kakak dari ayahku.

Aku melihat tante Iren yang menatapku sinis, berbeda dengan Rubbi yang terlihat ramah, keramahan yang sejak dulu ia perlihatkan sebagai topeng. Rubbi terlihat sangat cantik sekarang berbeda denganku yang sangat kumal dan lusuh.

"Kamu bisa istirahat di kamar lama mu Put, sudah di siapkan dari kemarin" ujar Rubbi menemaniku menuju kamar ku.

"Kamu baik sekali Rubbi, tapi akan lebih baik jika kamu baik pada orang lain saja. Orang yang belum mengenalmu" ujarku dengan tajam yang membuatnya terdiam menatapku tidak percaya.

Dia pikir aku masih Putri yang sama? Jelas tidak karena aku sudah muak dengan manusia bertopeng seperti dia ini.

Aku meninggalkan Rubbi dengan keterkejutan nya, masa bodo lah saat ini aku harus mencari tahu kebenaran dari semua ini.

Ayolah ada apa sebenarnya.. ini terlihat sangat janggal.

***

"Serius kamu mau kaya gini?" Tanya Rubbi yang sudah cantik dengan gaun malam nya yang berwarna pink dusty.

Dia menilai penampilanku dari atas sampai bawah.

"Memangnya kenapa? Kok kaya kaget gitu liat nya, aku biasanya juga gini kok"

"Ya ampun Putri! Ini kita mau makan di restoran mahal kenapa kamu malah gini sih? Tante kan udah siapin gaun di kamar kamu, kenapa gak di pakai?" Tante Iren menghampiriku dengan terkejut, sekarang wajahnya sudah sangat mirip dengan penyihir jahat yang siap mengutuk ku.

"Tapi aku gak bisa pakai begituan, tan"

"Pokoknya tante gak mau tau, sekarang kamu ganti . Jangan lama om kamu udah nunggu di mobil"

"Tapi ta.."

"Se-ka-rang"

Dengan kesal aku naik keatas, lalu langsung masuk kamar dan ganti baju dengan gaun malam berwarna hijau pudar yang sudah tante Iren siapkan untukku, dengan sebisaku memoles make up tipis di wajahku.

Lima belas menit perjalanan, akhirnya kami sampai di sebuah restoran yang memang terlihat mewah. Di sana ternyata sudah ada yang menunggu kelihatannya teman om Salman sepasang suami istri dan anak mereka.

Tunggu. Orang itu sepertinya aku pernah melihatnya tapi di mana ya?. Astaga! Itu_orang itu yang kemarin menjadi target operasi ku, aduh bagai mana ini.

Aku harus apa kalau sudah seperti ini apa aku kabur saja, saat ini aku hanya bisa menyembunyikan wajah ku di balik rambut ku yang tergerai.

"Hai Rubbi." Sapa nya pada Rubbi dengan senyum menawan sambil mengulurkan tangannya.

"Hai, Mas Azka" balas Rubbi dengan senyuman yang sangat cerah, lebih cerah dari mentari pagi. Ayolah capat duduk dan selesaikan ini semua.. aku sudah siap di tangkap polisi.

Om Salman dan Tante Iren serta orang tua Mas Azka sudah mengambil tempat duduk. Karena dia sudah lebih tua dari ku jadi aku akan panggil dia Mas Azka.

Mereka membicarakan entah apa setelahnya, yang jelas posisi kami bertiga masih berdiri saat ini dan aku sangat tersudut karena sejak tadi Mas Azka terus memperhatikan ku.

"Ayo semua duduk dulu, sambil menunggu semua pesanan Om akan memperkenal kan seseorang."

Sambil menunggu makanan selesai ditata di meja Om Salman mulai memperkenal kan ku pada keluarga Mas Azka.

"Kenalkan ini Putri, anak dari adik kandung saya Alm. Radip, setelah sempat hilang sekarang kami menemukannya lagi"

Aku hilang ? Aku di tinggal saat masih sakit, ayolah aku masih ingat kok.

"Putri, kamu kenapa kok wajahnya di tutup rambut gitu si" ujar ibu Mas Azka.

Aduh bagai mana ini, aku sudah tidak ada pilihan lain.

Awwww!

Aku menegakan badanku menahan sakit di kaki ku yang baru saja di injak oleh Tante Iren.

"Kamu! Kamu ngapain disini?" Tanya Mas Azka padaku yang sudah terlanjur ketahuan.

"Loh kalian sudah kenal?"

"Belum" jawab ku dan Mas Azka berbarengan. Untunglah dia bilang belum.

"Belum, hanya pernah bertemu di jalan" jelas Mas Azka sambil menatap ku tajam.

Syukur lah..

Setelah makan malam dimulai, aku sempat melirik ke arah Mas Azka yang curi-curi pandang pada Rubbi. Sementara aku masih fokus menyicipi semua makanan yang ada di atas meja. Aku memang sengaja seperti ini jarang-jarang kan makan makanan enak seperti ini. Masa bodo dengan berat badan.

"Ya udah Pah, kamu ajah yang kasih tahu semua" bisik Tante Iren yang masih bisa ku dengar. Sontak aku menghentikan kegiatan makan ku lalu menoleh kearah mereka. Tante Iren kelihatan begitu bersemangat.

Kasih tahu apaan si, bikin penasaran deh nih si nenek.

"Iya pak, silahkan Pak Salman yang beritahu anak-anak" balas ayahnya Mas Azka. Terlihat ibu Mas Azka malah senyum-senyum seperti anak ABG baru kenal dilan.

"Oke anak-anak mohon perhatiannya,  jadi begini kami sudah sepakat.." ucap Om Salman menggantung. Aku benar-benar di buat penasaran dengan kelanjutan berita penting ini. "Kami akan menjodohkan Azka dengan Putri" lanjut Om Salman dengan begitu tenang.

Sontak aku tersedak makanan yang sedang ku kunyah. Melihat ku batuk-batuk bukannya memberi minum pada ku sekarang Om Salman, Tante Iren dan kedua orang tua Mas Azka malah senyum-senyum menggelikan begitu.

Halo..! Aku hampir mati serangan jantung disini.. menyebalkan sekali.

"Ini minum dulu, yang anggun dong untuk malam ini aja" Rubbi memberikan gelas berisi air putih padaku. Astaga.. ternyata ini rencana dibalik penculikan ku? Sekarang apa yang harus aku lakukan sudah kejepit keadaan begini. Aku harus menolaknya ujar dalam hatiku.

Namun belum keluar kata-kata ku suara pesan masuk di handphone ku membuat semua mata terfokus ke arahku.

"Maaf" ujar ku demi sopan santun.

Aku lekas membuka satu pesan yang baru saja masuk.

081xxx

Jangam menolak atau kamu akan menyesal besok perumahan kumuh itu akan habis terbakar

Sontak aku mengedarkan tatapan ku kepenjuru ruangan di restoran itu sampai tatapan ku bertemu dengan tatapan tajam Tante Iren. Sudah aku duga semua tidak akan pernah mudah jika sudah berhubungan dengan Tante Iren.

"Putri, Om rasa ini yang terbaik untuk kamu. Percaya sama Om ya" ucap Om Salman dengan senyum hangatnya. Seketika bahuku turun menandakan ketidak berdayaan, sudah tidak ada pilihan lain. Kenapa harus aku si, kenapa bukan Rubbi saja? Firasatku mengatakan kalau Mas Azka itu tertariknya sama Rubbi, bukan denganku. Tapi tunggu, kenapa rasanya ada sesuatu di dadaku saat aku mengatakan hal barusan. Tidak nyaman.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
chinndy okta
ceritanya lucu banget
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status