Share

Chapter 3

Bastian memijit pundaknya pertanda ia sudah lelah. menyibukkan diri di tempat kerja dan cafe membuat waktu Babas tersita sangat banyak. namun sebenarnya ia sengaja melakukan itu semua agar tak terlalu mono dan diam.

Hari ini ia juga sudah menemui Tian untuk membicarakan kontrak kerja pembukaan cabang ke perusahaan Tian yang ada di Padang.

ia meminta Tian untuk memberinya izin kalau biar saja cabang itu dia yang mengurus, setidaknya selama sebulan ia tak ada di Jakarta, namun keinginannya ditolak mentah-mentah oleh Tian. jadilah ia memilih lanjut ke Cafe.

sekarang Babas sudah menginjakkan kaki lagi di rumahnya, rumah dimana di dalamnya ada Ara, wanita yang baru ia nikahi tiga hari yang lalu.

entah kenapa ia tak bisa menerima Ara ada dalam hidupnya. ia tahu kejadian malam itu adalah sebuah insiden yang tak ia harapkan terjadi, tapi mau bagaimana lagi.

Ara juga salah menurutnya, karena wanita itu mau saja diminta datang dan saat itu hanya dirinya saja yang mabuk, jadi bisa saja Ara menolaknya, tapi wanita itu justru mau melakukan hal itu dengannya.

Bastian berhenti melangkah saat ia memasuki rumah dan mendapati Ara tengah tertidur di sofa. Bastian juga melihat ada makanan yang terhidang di meja makan.

Bastian menatap sinis istrinya itu.

istri?

tentu itu hanya sebuah status bagi Bastian. ia tak sungguh-sungguh memerankan dirinya sebagai suami bagi Ara.

apa dirinya bisa dikatakan jahat? jika ia, terserah kalian saja.

Bastian melirik Ara sebentar lalu berjalan menuju kamar. ia membersihkan tubuhnya lalu memutuskan untuk tidur.

******

Pagi ini Ara terbangun dengan tubuh yang sedikit sakit. leher dan pinggangnga terasa kram karena sofa yang ia pakai untuk tidur tak cukup panjang menampung tinggi badannya.

menggeliat sebentar, Ara langsung kaget karena jika sekarang sudah subuh, itu artinya ia tidur semalaman di sini?

"Bastian?"

Ara langsung  bangkit dari tidurnya dan langsung berlari ke atas menuju kamarnya. ia membuka pintu dengan hati-hati dan cukup terhenyak melihat Bastian tidur nyenyak di bawah selimut tebal.

kenapa Bastian tak membangunkannya?, Batin Ara lirih.

Ara masuk ke dalam dan menutup pintu secara perlahan.

ia berjalan mendekati Bastian dan berjongkok, sejenak ia menatap wajah Bastian yang tenang dalam tidur.

"Jika aku tak diizinkan untuk masuk ke sini, katakan Bas, aku tak akan masuk lagi ke sini.." Ara berucap pelan.

ia berdiri lalu berjalan menuju kopernya. beruntung semua pakaiannya belum ia keluarkan dari koper.

Ara menarik kopernya secara perlahan dan menutup kembali pintu kamar dengan tenang lalu berjalan menuju kamar tamu yang ada di bawah.

Ara membersihkan tubuhnya di kamar tersebut. Setelah bersih dan mengenakan oakaian santainya, Ara langsung berjalan menuju dapur.

Ia melirik jam yang terpajang di ruang keluarga yang bisa terlihat dari dapur.

"Jam setengah tujuh.." Ia melirik bahan makanan yang ada di atas meja yang ia keluarkan tadi subuh.

Jujur ia sudah malas masak. Untuk Bastian apalagi. Karena setiap ia masak tak akan dimakan oleh pria itu.

Padahal di luar sana banyak yang belum makan, tapi pria itu seperti orang kaya yang tak mempedulikan soal makanan.

"Ya Tuhan, apa aku harus patuh sebagai istri saat suamiku seperti itu?" tanya Ara sembari menatap ke atas.

Ara menarik nafas dalam dan menghembuskannya pelan. Dadanya terasa sesak mendadak jika harus mengingat nasib percintaanya.

Ara berjalan menuju bahan masakan tersebut dan mulai mengolahnya.

Ia mengambil teflon dan baru saja ia ingin meletakkannya di atas kompor, Aktivias Ara seketika dihentikan oleh suara bel rumahnya yang berbunyi.

Ara melirik jam di dinding, masih pukul tujuh kurang, siapa yang datang pagi-pagi begini.. Pikirnya.

Ara berjalan menuju pintu dan membukanya.

Sama dengan ekspresinya, ekspresi gadis muda di depan Ara juga sama yaitu bingung.

"Cari siapa?" tanya Ara sopan.

"Apa benar ini rumahnya Babas? Atau saya salah rumah ya? Tapi bener kok ini..atau Babas salah kasih alamat?" gadis muda itu bermonolog sendiri.

"Iya ini rumahnya Babas..." jawab Ara singkat.

Gadis tersebut menatap Ara dengan tatapan bingung, "Lalu kamu siapa?" tanya gadis tersebut.

"Saya istrinya Babas.." jawab Ara tegas, namum dalam hitungan detik, gadis yang di depan Ara langsung tertawa keras. Seolah mengejak ucapan Ara barusan.

"Anda siapa? Istrinya Bastian? Oh heloooo..udah pagi mbak, jangan lupa bangun.."

Mendengar ucapan gadis di depannya, Ara mendadak emosi. Namun segera ia tahan. Berkelahi di pagi hari itu bukan dirinya.

"Panggilkan Babas..!!" perintah gadis tersebut.

"Cih! Kalau boleh saya tahu, anda siapa?" tanya Ara dengan nada yang tidak sopan.

"Gue? Mama gue Naima, pacarnya Bastian. Lo panggilin Bastian sana.." jawab gadis bernama Naima itu.

Ara semakin dibuat panas. Sudah cara bicaranya tak baik, gadis ini juga mengaku pacarnya Bastian.

"Panggilin Bastian deh. Lelet banget sih lo.."

Jika bukan karena aturan main karate, sudah dipastikan ia akan memecahkan mulut gadis ini.

Ara menghembuskan nafasnya kasar, ia berbalik masuk ke dalam dan naik ke lantai atas menuju kamarnya dan Babas.

Ara membuka pintu tanpa mengetuk, dan sedetik kemudian, Ara terpekik keras.

Dengan jelas di depan matanya ia melihat Bastian tengah memakai pakaian.

Dan saat ia masuk tadi, Bastian baru saja selesai mengenakan celana dalamnya.

Ya Tuhan. Apa itu.. Ara melirik bagian bawah Bastian. Seketika kejadian dimana keperawanannya di ambil membuat Ara merinding ngeri.

Apa benda sebesar itu yang merusak keperawanannya dulu? Oh Tuhan, pantas saja sakitnya sampai empat hari.

"Ada apa? Kau bisa mengetuk dulu pintunya.." ucap Bastian dingin.

"Oh i..itu.. Di bawah ada gadis bernama Naima.."

Bastian yang tengah mengenakan bajunya langsung terhenti.

"Siapa?" ulang Babas.

"Naima. Namanya Naima, dia..."

Tanpa mendengarkan ucapan Ara lebih lengkap, Bastiam langsung berlari ke bawah. Ara yang penasaran langsung ikut berlari namun langkahnya segera terhenti saat netranya melihat Bastian memeluk gadis itu erat.

Ara merasakan hatinya dicubit. Dengan hati yang tak terima, Ara langsung turun ke bawah dan dengan cepat menarik Bastian untuk melepaskan pelukan menjijikkan itu.

"Kalian apa-apaan!" teriak Ara kesal.

Naima melirik Ara tak suka, sedangkan Bastian menatap Ara tajam.

"Apa-apaan lo!" ucap Bastian sinis.

"Kamu yang apa-apaan. Kenapa peluk-peluk perempuan lain.."

"Itu hak gue..." Ara terrtegun dengan kata Gue yang bastian pakai padanya.

"Bas, aku istri kamu lho.."

"Nggak peduli gue asal lo tahu.." jawan Bastian santai.

"Kita ke kamar yuk sayang.."

Bastian menarik jemari Naima dan membawa gadis itu menaiki tangga dan masuk ke kamar.

Ara tak habis pikir dengan yang Bastian lakukan. Apa? Kamar? Ia mengajak gadis itu ke kamar mereka? Yang benar saja..

"Bastian!" Ara menatap Bastian lirih. Apa benar Ara tak ada lagi hak di sana.

Tapi ia yang lebih hak atas diri Bastian karena dirinya lah istri sah.

Ara mengikuti kedua anak adam tersebut.

Ia membuka paksa pintu kamar dan menemukan Naima tengah duduk di atas ranjang. Sepertinya Bastian sedang di kamar mandi, Batin Ara.

Dengan emosi yang memuncak, Ara berjalan mendekati Naima dan langsung menarik rambut gadis tersebut kuat membuat Naima terpekik.

Pekikan Naima ternyata terdengar oleh Babas membuat Babas yang tengah berada di kamar mandi langsung keluar.

"ARA!!" bentak Babas keras namun tak di dengarkan oleh Ara.

Sungguh miris pernikahannya, belum genap seminggu namun sudah seperti ini.

"Bastian tolong. Kepala aku sakit..!!" Naima memekik meminta bantuan namun Ara tak kunjung melepaskan sampai satu tarikan dari Babas mampu membuat Ara oleng dan nyaris jatuh.

"Kau tak apa?" tanya Babas khawatir pada Naima.

Ara melihat dengan jelas bagaimana Bastian memanjakan gadis itu. Semua nampak jelas di mata Ara.

"Kau!" tunjuk Babas pada istrinya itu. "Jangan pernah sentuhkan tangan kotormu itu padanya lagi.." ucap Bastian sinis.

Ara berdecih, "Kotor? Kau mengatakan aku kotor? Lalu apa dirimu?" ucap Ara tajam.

Bastian melirik tepat di mata Ara, ia mendekat sampai jarak mereka hanya tinggal sejengkal. "Jangan kau pikir kau bisa bebas di sini."

"Dan aku menyesal menangis saat tahu kau merebut perawanku. Harusnya kau ku hajar sampai mati saat itu.." Balas Ara dengan sangat tajam. Tak peduli lagi dengan statusnya sebagai istri.

100 hari untuk cinta?

Bulshit!

Ara melirik ke arah Naima, ia menyingkir dari tubuh Bastian dan berjalan mendekati Naima.

"Dan kau pelacur kecil,"

"Jaga bicaramu!" sinis Naima.

"Hoh? Kau bilang jaga bicaraku? Aku berhak mengataimu pelacur, karena tak akan ada perempuan baik-baik masuk ke dalam kamar pria beristri.."

"Ara!!"

"Aku belum selesai bicara Bas. Dan biarkan aku memberikan sedikit kata mutiara untuk si pelacur kecil ini.."

PLAAKKK!

*****

Jangan lupa kasih ratting lima nya ya..^^

Komen (11)
goodnovel comment avatar
Athanasia Erkles
mahalnyaa ......
goodnovel comment avatar
Ike Rahma
good Ara,,,cewe gini yg aku suka
goodnovel comment avatar
Wahyu Wijayati
hajar aja ara
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status