Share

BAB 3: PUTRI SHEREEN

    Kepaku pening. Semalam suntuk aku dan Mr.Zhangs mengadakan pertemuan di Borneo untuk membahas rencana lobbying pemerintah China terkait izin Anti Trust Filing. Aku merebahkan tubuh dihadapan sofa yang menyorot langsung pada dinding tempat lukisan Chichi dan Haha bertengger gagah. Dari arah gelanggang, Sora bersama wakizashinya melakukan rutinitas; mengupas apel untuk sarapan sembari berjalan mendekatiku.

    "Kau minum berapa banyak, Zoe?" tanyanya sembari merapikan anak rambutku. Aku mengacungkan dua jari. Sora menggeleng tak habis pikir, "Lalu bagaimana hasilnya?"

    "Tidak ada yang spesial. Hanya, keluarga Hong Kong meminta sekompi pasukan kita untuk dibawa menggempur Taiwan besok. Dengan begitu, ia berjanji tidak akan menganggap die Waffe mengkhianati persekutuan. Bahkan, jika Taiwan berhasil diduduki, ia berjanji akan menggerakkan rakyat Hong Kong untuk mengikuti permainan China dua tahun kedepan." Aku mengambil sepotong apel di piring Sora, "Aku dan Mr.Zhangs sudah punya data cacat hukum pemerintah China. Tapi, pemerintah China bukanlah orang-orang yang mudah dikalahkan. Kita tidak banyak pilihan selain mengirimkan prajurit terbaik. Karena bila Hong Kong menang, kesepakatan dengan China lebih mudah. Lebih banyak yang bisa ditawarkan."

    "Apa kau akan mengirim Tytan?"

    Aku mengedikkan bahu, "Tytan ikut atau tidak dan siapa saja yang menjadi pasukan itu wewenangmu." ujarku, "Tapi, Sora, kita benar-benar butuh memenangkan Taiwan. Karena kalau sekadar mengganti pejabat bea cukai, membebaskan pajak, jaminan keamanan penyelundupan, dan pembebasan orang-orang China yang menjadi tahanan karena kasus kemarin, itu tidak akan menarik mereka. Jika kita bisa memberi jaminan bahwa Hong Kong sedikit tunduk dua tahun kedepan, pasti pemerintah China akan langsung setuju. Benarkan? Jadi, kirimkan yang sebaik-baiknya."

    "Iya, setelah ini aku kirimkan daftarnya kepadamu. Tapi, daripada terus sibuk mengurus konflik, lebih baik kau membersihkan wajahmu dulu." Sora membawaku ke pangkuannya. Tangannya bergerak menyentuh wajahku. "Lihat mata hitam yang selalu kau banggakan sebagai hasil kerja keras itu, Zoe. Aku yakin, Panda merasa insecure saat melihat kantung matamu." celotehnya.

    Gadis cantik ini bernama Sora, anak jenderal kebanggaan Chikusou -Frank Rothein. Ia dua tahun lebih muda dariku. Namun, Hidup kami tidak berbeda jauh. Dilingkungan Paman Frank tidak ada yang mau menerima Sora. Akhirnya Haha membantu Paman dengan menitipkan Sora kepada penembak jitu Uni Soviet, Pembunuh 257 komplotan Nazi di Sevastopol, Lyudmila Pavlichenko. Sora hidup dilingkungan sama hitamnya denganku. Sedari kecil Lyudmila melatihnya menjadi seorang pembidik handal -untuk menjadi penerusnya. Namun naas, saat umur Sora masih sepuluh tahun ia dipaksa berpisah karena Lyudmila harus melakukan misi khusus. Sejak saat itulah, Haha mengambilnya dan memperkenalkan Sora sebagai kawanku, Kawan pertama di markas besar Chikusou.

    Kedatangan Sora membuat hidupku warna-warni ceria oleh tawa seorang gadis berwajah sendu ahli Rheinmettal MG 3 -Senjata garda depan ini. Melihat potensi kami, Chichi kembali membawaku dan Sora pada gelanggang pelatihan. Pagi kami dipaksa membaca buku-buku pengetahuan, Siang sedikit kami dihadirkan dalam rapat pembahasan masalah organisasi dan malam kami berlatih berbagai macam teknik bela diri serta senjata api. Kami tumbuh bersama sekeras itu.

    "Kau sudah makan, Sora?" tanyaku, ia menggeleng kecil, "Ada yang ingin kau makan? Biar kubuatkan."

    "Buatkan makanan kesukaan Kyrene saja, Zoe. Dia belum tidur semalaman untuk menyelesaikan pekerjaan darimu."

    Belum sempat aku menjawab, tiba-tiba dari arah ruang pertemuan kami Kyrene berlarian. Tangannya penuh oleh notebook dan beberapa berkas. Melihat wajahnya yang cemas, hal buruk jelas sedang terjadi.

    Baiklah. Apalagi sekarang?

    Aku bangkit. Kyrene menatapku dan Sora bergantian, "S-Shereen." ia menjeda. Meninggalkan tanda tanya besar dikepala kami. "Disandera."

    "Apa!" Sora berteriak kencang. Wajahnya terkejut dan menatapku meminta penjelasan. Aku berlari merampas notebook Kyrene dan membaca pesan surel yang terpampang dilayar.

    "Kemarin, aku mencoba menelpon Shereen untuk menanyakan kabar. Tapi, ia tidak menjawab. Seingatku, misi Shereen tidak seburuk itu. Harusnya ia bisa menjawab setelah selesai tugas. Tapi, Nihil. Akhirnya, aku mencoba menghubungi beberapa rekan teamnya, mereka bilang Shereen dipindah tugaskan keperbatasan Yordania-Israel. Awalnya aku tidak menyangka ada yang salah, toh dia memang dalam masa tugas. Tapi, tadi pagi, Pangeran Mahkota Yordania menghubungi markas kita. Ia mendapat kabar dari informan kerjaan bahwa adiknya dipindah tugaskan. Dan menurutnya, Itu hal yang tidak mungkin mengingat Shereen seorang Putri dan panasnya konflik yang berkembang antar dua negara akhir-akhir ini. Khaled menduga kuat ini penyanderaan Israel. Ia meminta bantuan, karena adanya surat keputusan perpindahan zona, kerajaan tidak ada alasan untuk melakukan penyelidikan. Mereka tidak ingin dianggap menganak emaskan Putri."

    Aku menghela nafas berat, jantungku mendadak sesak seolah ditikam tajam. Mengapa harus Shereen?

    "Konflik apa?" tanya Sora.

    Aku mengusap wajahku kasar, "Terakhir kali pertemuanku dengan Shereen, satu bulan yang lalu, Ia bercerita bahwa Yordania akan mengambil kembali Al Baqoura dan Al Gamr yang disewakan ke Israel. Lantas, Menteri Pertanian Israel mengancam akan menghentikan pasokan air bersih ke Amman. Mendengar kekhawatiran Shereen, Aku menyuruh Jack mengirimkan bala bantuan ke Yordania untuk mencari cara agar Amman memiliki pasokan air bersih yang cukup. Dan berhasil. Lima hari yang lalu Shereen masih mengirimkanku pesan ucapan terimakasih, karena berkat bantuan kita Yordania tidak perlu takut menghadapi ancaman. Namun rupanya, ini berdampak buruk. Israel mencari cara lain, cara yang lebih sampah dari sampah." jelasku.

    "Bedebah-bedebah itu berani sekali menyentuh adikku. Ia tidak tau kakak-kakaknya ini berdarah dingin." Sora menancapkan wakizashinya pada sisa potongan apel, "Kita harus segera berangkat, Zoe. Berikan aku perintah."

    Tidak mudah untuk mengambil Shereen ditengah kondisi perpecahan seperti ini. Sentimental antar dua negara jelas akan mempengaruhi jatuh berkembangnya Die Waffe. Apalagi, kami tidak punya cukup bukti yang menyimpulkan Shereen benar-benar disana. Lagi, pertempuran dengan Israel bukan hal yang main-main. Mafia negera itu sangatlah kuat, pengambilan langkah yang buru-buru jelas akan menumbangkan banyak pasukan.

    Setelah lama terbungkam aku sadar satu hal; Shereen bukan hanya seorang Putri Yordania, ialah bagian dari keluarga die waffe. Persahabatan antara kami dan Shereen adalah hal yang patut dipertarungkan meski itu artinya berimbas pada Jatuh berjaya –nya die waffe.

    "Okay." Aku menghela nafas, "Waktu kalian tiga puluh menit dari sekarang. Sora, ajak Tytan dan pasukanmu untuk mempersiapkan senjata. Aku dan Jack akan mencari cara untuk diplomasi. Kyrene, siapkan pesawat. Kita pakai pesawat hadiah itu, cek anti rudalnya. Oh iya, siapkan juga berkas bukti bahwa Sora ada di Israel. Jam sebelas tiga puluh kita bertemu dihanggar. Clear?"

    Dua perempuan yang selalu menolak bermain aman itu mengangguk sempurna dihadapanku, "Go!".

    ***

    Die Waffe patut berbangga kepada Prajurit Tertinggi kami, Tytan. Pasalnya, baru dua puluh menit lalu aku mengakhiri perintah, dua bataliyon pasukan dan komponen persenjataan sudah siap diatas pesawat. Bahkan, lelaki itu masih sempat membantuku yang bergelut dengan potongan informasi dari Kyrene, menawarkan beberapa taktik dan mempertimbangkan banyak strategi.

    Aku melirik jam tanganku, dua menit sebelum keberangkatan. Namun ada sesuatu yang kurang, sang pemimpin perang, Sora. "Kemana Sora?" tanyaku.

    Tytan menggeleng tidak tau, "Terakhir kami bertemu, Nona membantuku mengambil senjata di gudang utama lalu pamit untuk melakukan persiapan."

    Dari depan komputernya, Kyrene tertawa kecil. Aku menoleh, "Sejak kedatangan Air Force One ini, Sora tidak henti-hentinya bertanya padaku kapan kita akan melakukan misi. Ia juga tak henti-hentinya merengek meminta melakukan pengecheckan ulang karena saat pengecheckan pertama kami Sora sedang di Las Vegas. Bisa aku pastikan ia sekarang sedang berdandan seolah akan pergi kencan dengan benda ini. Lihat saja, sebentar lagi ia akan membuat kehebohan yang tak perlu."

    Aku tertawa kecil, lupa fakta bahwa pesawat ini adalah barang favoritnya setelah wakizashi. Air Force One adalah pesawat bersistem anti rudal termutakhir dilengkapi dengan suit room, ruang pertemuan, dapur, kabin, ruang operasi hingga ruang penyimpanan senjata. Pesawat ini hadiah dari klien kami saat ia berhasil menduduki jabatan Presiden baru. Kadang aku merasa tidak pantas mendapatkan hadiah ini, mengingat yang kami lakukan hanyalah menyebarkan mosi tidak percaya dan mengancam partai oposisi untuk melakukan yang kami perintahkan. Itu bukan pekerjaan berat sebenarnya. Tapi, ya sudahlah, anggap saja ini hadiah untuk malam-malam Kyrene yang duduk menahan kantuk didepan layar monitor.

    Dari executive entrance, derap suara high heels memecah pembicaraan. Aku menoleh. Sesuai dugaan, Sora. Asymmetric Lace Top dan High waisted Double Zip Short berpadu cantik dikulit putih saljunya. Siapa yang akan percaya bahwa gadis yang tersenyum anggun dihadapanku itu seorang penembak jitu organisasi kami?

    Kabin pesawat lenggang. Semua mata menatap kecantikan Sora.

    "Wah, Sora, selalu luar biasa." pujiku.

    Mata berbinar Sora menatap sejurus denim jacket dan pocket Track pantsku -baju andalan ketika perang. "Melihat pakaianmu, kita sepertinya benar-benar bertempur." Komentarnya.

    Aku mengangguk, mengiyakan, "Pakailah sepatuku Sora. Terik Israel tidak sebercanda itu." aku mengambil Cow Girl Patrol Thigh High Boots-ku yang baru saja dibawa Jack dan menyodorkan padanya, "Nanti kakimu terluka."

    Sora menggeleng cepat, "Walaupun juru tembak, aku harus tampil match dari atas sampai bawah, Zoe. Sepatu itu akan merusak point utama yang ingin aku tonjolkan." Ia menunjuk bajunya.

    Kyrene mencibir dari kursi putarnya. Sora berdecak kesal, "Tidak seperti Kyrene yang selalu bertahan dengan Track jacket dan track pants hitamnya. Fashion terorist!" Sindirnya.

    "Berhentilah mengomel dan jadi copilotku." ujar Kyrene yang kemudian menggeret Sora ke cockpit. Gadis itu mengeluh panjang dan terus meronta saat tangan Kyrene mencengkeramnya kuat.

    "Nona Sora luar biasa." Tytan tersenyum sekilas, "Cantik."

    "Jangan keras-keras. Ia paling benci dipuji laki-laki." Aku menatap mata Tytan yang memandangi punggung Sora, "Kau juga akan dibunuh jika menatapnya seperti itu."

    Lelaki bertato kalung naga dilehernya itu mengangguk dan tertawa miris.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status